Maura Geraldin, wanita cantik yang berprofesi sebagai Dokter kandungan, akhirnya menerima lamaran dari sang kekasih yang baru di kenalnya selama 6 bulan, yaitu Panji Kristian anak terakhir dari keluarga Abraham yaitu pemilik perusahaan batu bara.
Namun tidak menyangka Panji, Laki-laki yang di cintai Maura ternyata mempunyai wanita lain di belakang Maura, padahal mereka berdua sudah bertunangan, akan kah Maura membatalkan pertunangannya, atau malah mempertahankan hubungan mereka.
Jika kalian penasaran simak terus yukk perjalanan mereka.. jangan kasih kendor.. Dan jangan lupa untuk like nya juga.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi cahya rahma R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 10
"Aku tidak menyangka kalian mempunyai hubungan!." teriak Maura yang matanya sudah berkaca-kaca.
Tante Geraldine yang ke ciduk oleh anaknya sendiri pun seketika mencoba mendekat ke arah Maura.
"Maura, sayang.. ini tidak seperti yang kamu bayangkan, mama dan Panji hanya tidak sengaja bertemu di sini." nyonya Geraldine yang mencoba mengelak.
"Tidak sengaja mama bilang, dari tadi Maura sudah mengikuti kalian berdua, terus apa maksud kalian berdua datang ke hotel bersama, bahkan kalian saling bercumbu, berciuman!." Maura yang begitu marah.
"Itu hanya.. hanya.. sayang.. mama bisa jelasin." tante Geraldine yang mencoba mengusap rambut Maura namun dengan cepat Maura menepis nya.
"Lepasin, mama gak usah sentuh Maura, di mana akhlak dan moral kalian, bagaimana bisa kalian melakukan ini di belakang ku, dan kenapa mama tega kepadaku ma, aku anak mama dan Panji adalah tunangan Maura, bagaimana bisa kalian menjalin hubungan?."
"Mama dan Panji itu hanya teman sayang, kita tidak menjalin hubungan."
"Tindak apanya, saling berpelukan, pegang-pegangan seperti itu hanya teman? aku dan Panji saja yang sudah bertunangan tidak pernah melakukan seperti itu, bagaimana bisa kalian melakukan hal menjijikan itu."
Tante Geraldine seketika diam, ia benar-benar tidak tahu harus menjelaskan kepada Maura dari mana, karena ia ke tangkap basah oleh anaknya sendiri di hotel.
"Maura benar-benar kecewa dengan mama, mama benar-benar sudah merusak kebahagian Maura!." ucap Maura lalu berlari begitu saja meninggalkan Tante Geraldine dan Panji sambil menangis.
Tante Geraldine yang melihat Maura pergi begitu saja mencoba untuk mengejarnya, namun langsung di cegah oleh Panji.
"Biar aku saja yang mengejarnya." ucap Panji lalu berlari untuk mengejar Maura.
"Sayang.. Sayang..." Panji yang terus berlari sambil memanggil Maura, namun Maura acuh tanpa menoleh, ia masih tetap berlari sambil menangis.
Panji pun semakin mempercepat langkahnya agar bisa mengejar Maura. "Maura dengerin aku dulu." Panji yang sudah menarik tangan Maura.
"Plakkk!." satu tamparan yang sudah melayang ke pipi kanan Panji. "Jangan menyentuhmu pria brengsek!." ucap Maura dengan kasar.
"Kamu ini kenapa sih?." Panji yang masih ke sakitan karena di tampar oleh Maura.
"Aku kenapa? kamu yang kenapa? bagaimana bisa kamu berselingkuh dengan mamaku, apa kamu gila? apa tidak ada wanita lain di luar sana, sampe-sampe kamu menjilat ibu dari calon tunanganmu!."
"Aku dan mama mu tidak ada apa-apa, dan kita memang sedang membuat janji untuk bertemu di hotel, karena ingin membahas pernikahan kita."
"Membahas pernikahan kita? benarkah? kamu pegang-pegang dada mamaku kamu bilang tidak ada apa-apa, hey.. aku tidak buta.. aku melihat semuanya, mana ada seorang calon menantu dan calon mertua membahas pernikahan di sebuah hotel, apakah itu normal, bagi aku tidak karena aku masih waras?."
"Benar Ra.. aku dan mama mu akan membahas pernikahan kita di sini." Panji yang tetap mencoba ber alasan agar Maura percaya.
"Pernikahan kita tidak usah di bahas lagi, karena kita tidak akan jadi menikah!." Maura yang seketika melepas cincin cantik di jari manisnya lalu ia lempar begitu saja di wajah Panji.
Setelah melempar cincin di wajah Panji, Maura pun kembali melangkah pergi meninggalkan Panji, namun tetap saja Panji terus mengejarnya dan memintanya untuk kembali memakai cincin tunangannya.
"Tunggu aku Ra.. kamu jangan seperti ini, pakai lah lagi cincin ini, kita akan tetap menikah." Panji yang terus mencoba meraih tangan Maura, namun Maura terus menolaknya.
Mereka berdua pun sudah keluar dari hotel dan tiba di parkiran hotel, Maura segera masuk ke dalam mobil. Berkali-kali Maura mendorong tubuh Panji agar menjauh darinya, dengan susah payah Maura pun akhirnya bisa masuk ke dalam mobilnya.
"Maura sayang.. jangan seperti anak kecil dong." Panji yang terus memohon.
"Mulai sekarang, kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi!." Maura yang melakukan mobilnya begitu saja.
"Apa? maksud kamu kita putus, tidak Maura, aku tidak mau." Panji yang mencoba untuk mengikuti mobil Maura namun Maura tak mengindahkannya lagi.
Maura pun sudah pergi dari parkiran hotel, dan Panji pun segera masuk ke dalam mobilnya untuk mengikuti Maura. Panji begitu melajukan mobilnya dengan kencang kala mobil Maura semakin jauh, dalam situasi sekarang Panji begitu sangat panik, ditambah Maura melajukan mobil tanpa aturan, mobil yang ia kendarai begitu sangat kencang, bagaikan pembalap profesional.
Maura yang ada di dalam mobil terus saja menangis, ia tidak menyangka degan apa yang di lihat nya barusan, ternyata apa yang di ceritakan temannya itu benar, bahwa mama dan calon tunangannya mempunyai hubungan. Maura yang menyadari bahwa Panji mengikutinya dari belakang ia pun semakin menambah laju kecepatan mobilnya, Maura sudah tidak mau mendengar penjelasan dari Panji, ia sudah tidak percaya dengan ucapan Panji dan mamanya, apa lagi penjelasan mereka tidak masuk di akal.
Di gas bor mobilnya ponsel terus berdering ada beberapa telfon dari sang mama, namun juga berkali-kali mendapat telfon dari Panji, Maura benar-benar sudah tidak perduli, seketika pikirannya kosong, bagaimana bisa seorang yang berharga baginya malah mengkhianatinya.
Maura semakin melajukan mobilnya kencang, hingga mobil Panji pun sudah tidak terlihat lagi, saat Maura mengetahui mobil Panji sudah tidak terlihat ia pun mencoba untuk menepi di pinggir jalan, pikirannya benar-benar kalang kabut, hatinya benar-benar hancur berkeping-keping. Maura hanya bisa menangis, orang yang selama ini ia percaya telah mengkhianatinya.
"Hik.. Hik.. kenapa mereka tega kepadaku, kenapa mereka tega menyakitiku." Maura terus menangis sambil menyenderkan kepala di stir mobil. Air mata terus mengalir bercucuran, hingga ia merasa matanya pun menjadi buram, dan tidak lama Maura pun jatuh pingsan di dalam mobil.