Menapaki Jejak di Madyapada yang penuh cerita yang tak terduga, sesosok Rehan dengan beribu harap dalam benak dan Sejuta mimpi dalam sepi, meniti asa pada cahaya senja, menitip doa pada Sang Penguasa Semesta.
Berharap bisa bersanding dengan Rena perempuan anggun berparas rupawan dan berdarah Ningrat yang baik hati, seutas senyum ramah selalu menghiasi wajahnya, namun dalam riangnya tersimpang selaksa pilu yang membiru.
Akankah cinta dua insan itu bersatu dalam restu keluarga Rena? ataukah cinta mereka akan tenggelam layaknya Cahaya lembayung yang tertelan oleh gelapnya malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vheindie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa Yang Terbalaskan
Di sebuah tempat pariwisata yang cukup ramai karena ini bertepatan dengan hari libur nasional, terlihat dua insan muda tengah duduk dibangku kayu, sambil menikmati minuman teh beraroma melati, dua insan itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Rehan dan Rena yang sedang berbincang santai setelah mengelilingi tempat wisata tersebut.
"Lebih baik kau ungkapkan perasaanmu itu, diterima atau tidaknya itu gimana nanti saja kawan, karena yang terpenting rasa mu telah tersampaikan," ucap Rijal memberi petuah pada temannya itu, setelah Rehan terpaksa menceritakan perihal jalan-jalan ke tempat wisata pada pagi harinya, karena Rijal terus mendesaknya.
Setelah di desak dan diberi saran oleh Rijal teman sejawatnya, Rehan memberanikan diri mengajak Rena kembali mengunjungi tempat wisata yang di Bogor timur, dan butuh dua minggu dia mengumpulkan keberanian untuk mengajak kembali Sang Bidan Menawan itu.
"Aku tak bisa memilih diksi yang tepat, untuk memulai kosakata yang pantas, untuk kurangkai menjadi sebuah kata yang terucap, meski hati ini berontak ingin mengungkap, tapi entah mengapa lisan ini kelu ketika bertemu, padahal aku hanya ingin berucap i love you," ucap lirih Rehan mengumpulkan keberaniannya, untuk mengungkap perasaan yang ada dalam hatinya.
"Tak perlu menjadi seorang pujangga, untuk mengungkap rasa, ucapkanlah apa yang telah lama mengendap, lalu serahkan pada takdir yang sukar kau tebak, kau tau dari garis detak waktu yang kita jalani dalam beberapa minggu, apa kau percaya aku akan mengucap Love you to, tapi itulah apa yang ku yakini dari rasa yang mulai bertunas," Timpal Rena dengan senyum tulus menghias bibir merah tak bergincu, lalu Rena memegang pergelangan tangan Rehan untuk membuatnya percaya.
"Terimakasih untuk rasa yang terbalaskan, dan aku semakin mengagumi mu dan ucap syukur ku pada Sang Maha Kasih, karena kau bagai doa yang dibayar tuntas, jadi aku akan berusaha memantaskan diri, sampai aku tandang ke rumah orang tua mu, jadi apa kau yakin akan mencintai ku sampai hari itu tiba," lanjut Rehan membalas genggaman dari Rena.
"Asal kau tau, semenjak kita bertemu empat tahun lalu, aku pun tak pernah tahu mengapa aku jatuh hati pada dirimu pada pandangan pertama dengan segala kesederhanaanmu, karena aku hanya ingin bersama seseorang yang ketika bersamaku ia merasakan rasa cukup, cukup memiliki aku dalam hidupnya, begitulah rasa yang tumbuh dalam kurun waktu satu bulan ini," Balas Rena yang ternyata memang sudah ada rasa sejak pertama kali bertemu (meski tak sengaja) ketika dia masih kuliah.
***
Apakah kalian tau, bahwa cinta bisa membuat seseorang tambah bersemangat dalam mengejar mimpi dalam menjalankan apa yang mereka ingin capai, serta membuat hari-hari terasa menyenangkan, dan terkadang merasa ramai dikala sepi, sepi dikala ramai, itulah yang dirasakan oleh Rehan sekarang ini.
Rehan bahkan kini rela kursus pada tukang servis handphone, untuk memperdalam pengetahuannya tentang elektronik, agar suatu hari nanti ketika dia sudah punya modal yang cukup untuk membuka bengkel service elektronik dia sudah mahir.
Dan Rena pun terkadang berkunjung ke rumahnya, mungkin untuk mengakrabkan diri dengan calon mertuanya itu, dan itu membuat Kinan begitu senang ketika Rena menyambangi rumah sederhananya, bahkan keduanya pun begitu cepat akrab dan selalu bercanda ria bersama.
Pada bulan ketiga selama Rena bertugas di kampung Padasuka, dia menerima telpon dari rumah, yang menyuruhnya untuk pulang karena sang ibunya jatuh sakit, dan dia pun terpaksa izin untuk cuti selama satu minggu.
"Hati-hati di jalan, salam untuk seluruh keluargamu, semoga mamah mertua cepat sembuh ya," ucap Rehan sambil tersenyum, ketika dia mengantarkan Rena sampai ke Terminal antar provinsi yang ada bogor.
"Ish, ish... Udah berani bilang mamah mertua segala ya sekarang mah, ucapin sendiri dong sambil anterin Rena pulang sampai ke rumah, tapi terimakasih untuk doanya," Jawab Rena sambil membalas senyum, membuat lesung pipinya melengkapi senyum manisnya itu.
"Hehe... Untuk sekarang sepertinya belum waktunya, karena sedang sibuk dengan jadwal kursus elektronik, kan itu juga untuk memperbaiki hidup dan memantaskan diri dihadapan calon mertua," timpal Rehan.
"Iya deh iya, semangat dalam menjalankan kursusnya Kakang Rehan si ganteng kalem, sampai ketemu seminggu lagi," seru Rena sambil melambaikan tangan, ketika dia mulai memasuki bis antar kota jurusan Bogor Jakarta.
"Iya hati-hati di jalan jangan lupa rindu," serunya sambil membalas lambaian tangan sang kekasih.
Deru mesin mengiringi laju kendaraan umum berwarna biru, menyisakan Rehan yang masih memandang sendu kendaraan tersebut sampai tidak terlihat lagi diantara kelokan pintu masuk terminal.
***
"Selamat datang Non Rena, kenapa tidak menelpon pada Tuan untuk di jemput saja oleh kami," sapa seorang security ketika Rena sampai di depan gerbang pintu rumahnya.
"Ah tidak apa-apa pak, saya takut ngeganggu papa, tau sendirikan beliau itu orang sibuk, ngomong-ngomong mama dirawat di sini apa di rumah sakit?" timpal Rena memblasa sapaan penjaga keamanan di rumahnya itu.
"Ouh.. kalau Nyonya dirawat disini, Non Rena sudah ditunggu di kamar beliau, ranselnya biar saya bawa saja,"balas sang security dengan penuh sopan.
"Oke, terimakasih pak, tidak apa-apa, gak berat ini kok, saya ke dalam dulu ya," seru Rena penuh ramah, dan dia pun bergegas masuk ke rumah yang begitu mewah, bahkan jarak dari gerbang dan depan rumahnya hampir 100 meter.
"Eh Non Rena, Selamat siang Non, baru dateng ya?" sapa beberapa pekerja yang bertugas merawat kebun tersebut.
"Siang juga Bang Jupri, iya baru saja sampe, semangat kerjanya Bang?" seru Rena tersenyum menjawab sapaan pegawainya sambil mengepalkan tangannya ke atas.
"Siapa Nona cantik itu bang?" tanya rekan kerja Bang Jupri setelah Rena memasuki rumah besarnya.
"Ouh... Itu adalah anak bungsu dari Tuan Juragan Wijaya," jawab singkat Bang Jupri,karena dia orang baru jadi tidak tau bahwa itu adalah anak dari Pak Wijaya.
Setelah sampai di dalam rumah Rena pun bergegas menuju kamar ibunya, untuk melihat keadaan sang mama tercintanya itu.
"Permisi, selamat siang mama," Sapa Rena ketika memasuki kamar yang sangat luas, terlihat seorang perempuan paruh baya tapi gurat kecantikannya tidak luntur meski usia yang menginjak kepala enam tersebut.
"Selamat siang juga nak, ku kira kau tidak akan ingat jalan pulang, karena terlanjur betah di kampung tempat kau tugas, bagaimana kabar anak mama yang cantik ini?" timpal ibunya Rena dan langsung menanyakan kabar anak bungsunya itu.
"Hehe.. Alhamdulillah kabar Rena baik mam, Masa lupa jalan pulang mam, ya meski tidak dipungkiri bahwa Rena terasa betah di tempat tugas yang baru pertama kalinya itu," jawab Rena lantas mencium tangan ibunya.
Memang dalam batinnya dia lebih merasa betah di tempat dia bekerja, karena disana dia tidak pernah kesepian, tidak seperti disini, meski Mewah tapi terasa sepi bahkan itu sudah dia rasakan semenjak usia masih dibawah umur sepuluh tahun.
haloo kak aku nyicil bacanya yaa
jangan lupa mampir di karya terbaruku 'save you'
thankyouuu ❤
sukses selalu buat kakak 🤗🤗