bagaimana jadinya kalau anak bungsu disisihkan demi anak angkat..itulah yang di alami Miranda..ketiga kaka kandungnya membencinya
ayahnya acuh pada dirinya
ibu tirinya selalu baik hanya di depan orang banyak
semua kasih sayang tumpah pada Lena seorang anak angkat yang diadopsi karena ayah Miranda menabrak dirinya.
bagaimana Miranda menjalani hidupnya?
simak aja guys
karya ke empat saya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
upaya bunuh diri
Tatapan Nyonya Kirana meruncing ketika memandang Rian, kemudian beralih pada Reza, dan terakhir berhenti pada Miranda. Miranda menunduk dalam. Ia tidak terbiasa berbohong sehingga hanya dengan sekali bentakan saja seluruh kejujurannya langsung keluar.
“Miranda,” ujar Kirana dengan suara tegas yang membuat udara seolah menegang.
Miranda terpaku. Mulutnya seperti terkunci. Rian ikut terdiam, rasa kesal memenuhi dadanya karena ia sadar telah mengabaikan sesuatu yang sangat penting.
“Miranda,” panggil Kirana sekali lagi.
“Iya, Nyonya,” balas Miranda lirih. Suaranya bergetar.
“Kemarilah,” ucap Kirana.
Jantung Miranda serasa berhenti. Bayangan mengerikan muncul dalam benaknya. Ia membayangkan dirinya dicekik, diseret, bahkan direbus hidup-hidup. Membayangkannya saja membuat bulu kuduknya berdiri.
“Kemarilah cepat,” ulang Kirana, kali ini nadanya lebih kuat.
Dengan tubuh gemetar Miranda bangkit. Langkahnya terasa berat namun ia tetap maju menuju Kirana. Ketika jaraknya tinggal beberapa langkah, perasaan Miranda semakin tidak karuan. Bayangan penyiksaan seakan menari-nari di kepalanya.
“Mungkin inilah akhir hidupku,” batinnya pasrah.
“Duduklah,” perintah Kirana.
Miranda menuruti. Ia duduk di samping Kirana, tubuhnya kaku seperti batu. Namun kejadian yang sama sekali tidak diduga terjadi.
Kirana tiba-tiba memeluk Miranda erat.
Miranda membeku. Ia tidak langsung membalas pelukan itu karena masih tercengang dengan apa yang dialaminya. Rian dan Reza sama terkejutnya. Tidak ada yang menduga reaksi Kirana akan seperti ini.
“Tenang, Nak. Jangan pernah merasa kamu dijual,” ucap Kirana lembut sambil menepuk-nepuk punggung Miranda.
Miranda yang awalnya heran kini malah menangis. Air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan.
“Ternyata ini pelukan kasih sayang,” gumamnya dalam hati.
Selama delapan tahun terakhir, satu-satunya orang yang memeluknya ketika ia sedih hanyalah Bi Mirna. Kini, orang yang ia kira akan menyiksanya justru memeluknya hangat, sehangat pelukan ibunya dulu.
“Terima kasih, Nyonya,” ucap Miranda masih terisak.
Kirana membelai pipi Miranda. Ia kemudian mengambil tisu, menyeka air mata yang mengalir di pipi Miranda, lalu membetulkan helai rambut yang jatuh ke wajah gadis itu.
“Kamu cantik sekali, Nak,” ujar Kirana lembut. “Baru kali ini Reza bekerja dengan benar.”
“Terima kasih, Nyonya,” bisik Miranda lirih.
“Jangan panggil aku Nyonya. Panggil aku Mamah, ok.”
“B… baik, Mah,” balas Miranda pelan. Suaranya masih bergetar.
“Jangan menangis lagi,” kata Kirana sambil menepuk lembut bahu Miranda. “Kalau keluargamu mengabaikan kamu maka merekalah yang paling menyesal. Kamu itu mutiara, Nak. Kamu berlian dan akan tetap menjadi berlian.”
Reza mengembuskan napas lega. Misinya berjalan sempurna. Walaupun ia tahu suatu saat nanti ia akan menghadapi dilema besar karena Rian hanya menginginkan durasi enam bulan, namun untuk saat ini ia merasa puas.
Sementara itu Rian menegakkan punggungnya. Pikirannya kacau. Ia melihat betapa antusias ibunya menerima Miranda.
“Bagaimana aku memisahkan mereka nanti,” keluhnya dalam hati. “Ini akan jadi masalah besar.”
“Rian,” ucap Kirana dengan nada datar.
“Jangan anggap dia barang. Dia adalah calon istri kamu. Perlakukan dia dengan baik.”
“Tapi, Mah.”
“Apa kamu masih menunggu Audy ha.” Kirana menatapnya kesal. “Aku mau operasi jantung kalau istri kamu dia. Kalau yang lain aku tidak mau.”
Rian terdiam. Ia seperti terjebak oleh rencananya sendiri. Ia memang terpaksa mencari istri karena ibunya menolak menjalani pengobatan jantung selama ia belum menikah. Padahal hatinya masih terpaut pada Audy, seorang model yang sangat ia cintai. Namun Audy memilih putus karena ingin mengejar karier di luar negeri.
“Baiklah, Mah,” ucap Rian akhirnya. Ia tidak berani bermain-main dengan kesehatan ibunya.
“Tapi sesuai kesepakatan kita kan, Mah,” lanjut Rian.
“Apa itu. Sepertinya Mamah lupa.”
“Aku ingin pernikahan secara tertutup, Mah. Aku dan Miranda juga belum lama kenal. Aku takut tidak cocok, Mah,” ucap Rian hati-hati.
Kirana menghela napas berat lalu menghembuskannya perlahan.
“Ok baiklah, kita adakan pernikahan secara tertutup saja. Lagian Miranda juga masih sangat belia. Biarkan dia menikmati masa remajanya dulu. Nanti kalau kalian sudah siap aku akan mengadakan pesta besar-besaran,” ujar Kirana.
Rian merasa lega. Setidaknya statusnya di depan publik masih single dan ia masih punya kesempatan mengejar Audy. Setelah kondisi jantung ibunya stabil, ia bisa menceraikan Miranda.
“Untuk sementara Miranda akan tinggal di sini. Tidak baik anak perawan satu atap dengan bujangan lapuk seperti kamu,” ucap Kirana.
Reza, Mila, dan Mili hampir saja meledak tawa. Bos besar mereka disebut bujangan lapuk.
“Baik, Mah,” ucap Rian singkat.
“Pernikahan kalian akan dilaksanakan tiga hari lagi. Walau tertutup, aku mau sah secara negara agar hak-hak Miranda terlindungi. Jangan coba-coba menyakiti wanita. Apalagi wanita yang diabaikan, bisa bahaya hidup kita nanti,” ucap Kirana.
“Baik, Nyonya. Sudah saya urus,” ucap Reza.
Rian menatap Reza tajam, sedangkan Reza tetap bermuka datar seolah tidak merasa bersalah.
“Baiklah, kalau kamu ada kegiatan, pergilah,” ucap Kirana dengan nada halus namun jelas mengusir.
“Baiklah, Mah,” ucap Rian.
Rian berdiri, diikuti Reza, sedangkan tangan Miranda masih digenggam erat oleh Kirana. Mereka berdua tetap duduk, seolah Miranda sudah menjadi bagian dari keluarga itu sejak lama
..
..
Sementara itu, Lena tak kunjung keluar kamar. Ia marah, membuat Miranti panik.
“Nak, keluar, Nak. Dari kemarin sore kamu belum makan,” ucap Miranti cemas. Tidak ada sahutan dari Lena.
“Kenapa, Mah?” tanya Amar.
“Itu, Lena belum keluar kamar juga dari kemarin. Kenapa sih dia? Belum makan pula.”
Amar tampak khawatir. Ia mengetuk keras pintu kamar Lena, tetapi tetap tidak ada jawaban.
“Ada apa ini, Mar?” tanya Amir yang baru menghampiri.
“Ini si Lena tidak menyahut-nyahut dipanggil.”
“Ya sudah, dobrak saja,” ucap Amar.
Amar dan Amir saling pandang, lalu mengambil ancang-ancang. “Satu, dua, tiga!” Amar menghantam pintu dengan bahunya. Pintu bergoyang tapi belum terbuka. Mereka mencoba lagi, lebih keras. Pada hantaman ketiga, pintu terhempas terbuka, membuat Miranti menjerit kaget.
Setelah pintu berhasil terbuka, Miranti langsung menjerit sekuat tenaga. “Lena!”
Amar dan Amir spontan terperanjat melihat keadaan Lena. Tubuh gadis itu terkulai lemah di lantai, mulutnya berbusa, dan di sampingnya tergeletak botol obat pembasmi serangga yang sudah terbuka. Dan sebuah tulisa “maafkan aku ayah…aku lebih baik mati daripada dibenci ayah”
“Lena, bangun, Nak,” ujar Amir panik sambil menggoyang-goyangkan tubuh adiknya, namun Lena tak menunjukkan respons.
“Kita bawa ke rumah sakit sekarang,” kata Amar tegas. Ia segera mengangkat tubuh Lena dengan hati-hati, sementara Miranti hanya mampu menangis keras, mengikuti mereka dengan langkah gemetar.
Mobil Amar melaju kencang membelah jalanan, klakson sesekali terdengar saat ia memaksa ruang di antara kendaraan lain. Di bangku belakang, Lena terbaring di pangkuan Miranti. Wajah Miranti pucat, kedua tangannya gemetar memegangi tubuh putrinya yang hampir tak bergerak.
“Lena, bertahan, Nak,” lirih Miranti sambil menepuk-nepuk pipinya.
Amir duduk di samping Amar, terus memantau napas Lena yang terengah tak beraturan. “Cepat, Mar, napasnya makin lemah,” ujar Amir cemas.
Begitu mobil berhenti di depan IGD, Amar langsung turun dan mengangkat Lena tanpa menunggu bantuan. “Tolong, darurat!” teriaknya.
Perawat dan dokter bergegas membawa brankar, memindahkan Lena dengan sigap, lalu mendorongnya masuk ke ruang tindakan. Miranti hampir jatuh karena lututnya melemah, namun Amir menahannya. Mereka hanya bisa berdiri terpaku, menunggu dengan hati yang dilanda ketakutan
Kakak ga punya akhlak
mma Karin be smart dong selangkah di depan dari anak CEO 1/2ons yg masih cinta masalalu nya