NovelToon NovelToon
MY FORBIDDEN EX-BOYFRIEND

MY FORBIDDEN EX-BOYFRIEND

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah dengan Musuhku / Cinta Terlarang / Murid Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: NonaLebah

Jessy Sadewo memiliki segalanya: kecantikan mematikan, kekayaan berlimpah, dan nama yang ditakuti di kampus. Tapi satu hal yang tak bisa dia beli: Rayyan Albar. Pria jenius berotak encer dan berwajah sempurna itu membencinya. Bagi Rayyan, Jessy hanyalah perempuan sombong.

Namun, penolakan Rayyan justru menjadi bahan bakar obsesi Jessy. Dia mengejarnya tanpa malu, menggunakan kekuasaan, uang, dan segala daya pesonanya.

My Forbidden Ex-Boyfriend adalah kisah tentang cinta yang lahir dari kebencian, gairah yang tumbuh di tengah luka, dan pengorbanan yang harus dibayar mahal. Sebuah roman panas antara dua dunia yang bertolak belakang, di mana sentuhan bisa menyakitkan, ciuman bisa menjadi racun, dan cinta yang terlarang mungkin adalah satu-satunya hal yang mampu menyembuhkan — atau justru menghancurkan — mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaLebah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 12

Jessy kembali muncul dari balik pintu, dan kali ini, Rayyan merasa napasnya benar-benar tercekik.

Baju yang dikenakan Jessy bukan lagi baju renang, tapi hampir sama mempermalukannya. Dia mengenakan sebuah babydoll kain lembut berwarna blush pink yang nyaris transparan. Bahan tipis itu menerawang, membayangkan silhouette tubuhnya yang sempurna di baliknya. Potongannya sangat minim—tali tipis di bahu, neckline yang rendah dan menggoda, serta hemline yang pendek hingga di paha atas, memperlihatkan kaki jenjangnya yang mulus. Pakaian itu tidak meninggalkan banyak hal untuk imajinasi, dan dibuat dari bahan yang begitu lembut dan ketat sehingga seolah-olah dicetak khusus untuk setiap lekuk tubuhnya yang sensual.

Rayyan yang melihatnya langsung tercekat. Pikirannya, yang biasanya teratur dan logis, tiba-tara kacau. Darah berdesir panas di bawah kulitnya. Dia memaksakan diri untuk mengalihkan pandangan, tapi bayangan itu sudah terpateri di benaknya.

"Kamu nggak ada pakaian yang lain?" tanyanya, suaranya lebih serak dari yang dia inginkan, mencoba menyembunyikan gejolak di dalamnya.

"Ini pakaian aku kalau di rumah," jawab Jessy dengan mudah, sebuah kebohongan yang begitu jelas. Senyum kecil yang licik bermain di bibirnya. "Kenapa? Kamu tergoda?" godanya, sengaja berputar perlahan, membuat kain lembut itu berkibar dan semakin menegaskan bentuk tubuhnya.

"Biasa aja," jawab Rayyan, berusaha keras untuk terdengar datar dan acuh, meski detak jantungnya berdebar kencang seperti drum perang.

"Yaudah, kita mulai aja," ujar Jessy, lalu langsung menduduki kursi tepat di samping Rayyan. Dia duduk begitu dekat hingga paha mereka hampir bersentuhan, dan aroma tubuhnya yang dicampur parfum mahal memenuhi ruang personal Rayyan.

Hari itu mereka seharusnya belajar statistik dasar. Rayyan mencoba membuka laptop dan file presentasinya dengan tangan yang sedikit gemetar. Dia mulai menjelaskan tentang mean, median, dan modus, suaranya berusaha tetap fokus dan profesional.

Tapi konsentrasinya terusik.

Tanpa disadarinya, matanya sesekali melirik ke arah Jessy. Pandangannya tertarik pada belahan dada yang terlihat dari neckline yang rendah, pada bayangan payudara yang bentuknya sempurna di balik kain lembut tipis, pada lekuk pinggangnya yang ramping, dan pada paha mulusnya yang bersila. Setiap kali dia melirik, rasanya seperti pengkhianatan terhadap dirinya sendiri.

Jessy, yang menyadari sepenuhnya efek yang ditimbulkannya, justru semakin menggoda. Dia dengan sengaja membungkuk saat mengambil pulpen, membuat neckline-nya semakin terbuka. Dia memepetkan tubuhnya ke sisi Rayyan, seolah-olah ingin melihat layar laptop, membiarkan lengan dan dadanya yang lembut menyentuh lengan Rayyan.

Rayyan mulai tampak kesulitan. Napasnya agak tersengal, suaranya kadang terputus di tengah penjelasan. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Dia berusaha mati-matian menutupi kegugupannya, memperdalam suaranya, dan menatap layar laptop seolah-olah itu adalah penyelamatnya. Tapi kehadiran Jessy yang begitu fisik dan menggoda adalah sebuah badai yang tak bisa diabaikan.

"Aku mau ke toilet," ujar Rayyan tiba-tiba, memotong penjelasannya sendiri tentang standar deviasi. Suaranya terdengar terburu-buru dan tegang.

"Di situ," tunjuk Jessy ke arah toilet tamu di sudut paviliun, matanya berbinar penuh kemenangan dan tawa yang tertahan.

Rayyan buru-buru berdiri dan berjalan meninggalkannya, langkahnya cepat dan kaku, seperti orang yang melarikan diri dari medan perang.

Jessy menyaksikan punggungnya yang tegang menghilang di balik pintu toilet. Barulah kemudian dia membiarkan senyum lebar dan puas merekah di bibirnya. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi, merasa sangat berhasil. Untuk pertama kalinya, dia berhasil menerobos pertahanan dingin Rayyan dan melihat sisi lain dari pria itu—sisi yang rentan, tergoda, dan manusiawi.

Dia tahu permainan ini berbahaya, tapi justru itulah yang membuatnya semakin tertantang. Rayyan Albar akhirnya menunjukkan celah, dan Jessy Sadewo tidak akan menyia-nyiakannya.

***

Jessy masih duduk di gazebo, sesekali terkekeh kecil melihat pintu toilet yang tertutup. Kemenangan kecil itu terasa manis—dia berhasil membuat Rayyan, pria yang selalu dingin itu, kehilangan sedikit kendali.

Tapi tawa itu perlahan mereda saat matanya jatuh pada laptop Rayyan yang masih terbuka di meja. Perangkat itu terlihat tua dan usang. Casing-nya penuh dengan goresan, dan kipasnya sering berisik seperti motor tua. Bahkan tadi, membuka satu file presentasi sederhana saja membutuhkan waktu yang memalukan.

Pandangannya beralih ke ponsel Rayyan yang tergeletak di samping laptop. Itu adalah model lawas dengan layar kecil yang retak di sudutnya—sebuah retakan yang mungkin terlalu mahal baginya untuk diperbaiki. Sangat kontras dengan ponsel terbaru yang ada di genggamannya sendiri.

"Kalau aku beliin baru, pasti dia nolak," gumam Jessy, mengenali betul sifat keras kepala dan harga diri Rayyan. Memberinya hadiah mewah hanya akan dianggap sebagai belas kasihan, dan itu adalah penghinaan terbesar baginya.

Pikirannya bekerja cepat, mencari celah. Lalu, sebuah ide yang ceroboh dan nekat muncul.

"Ya udah, gini aja."

Dengan gerakan cepat sebelum dia berubah pikiran, Jessy mengambil gelas jus jeruknya yang masih setengah penuh dan dengan sengaja menuangkannya ke keyboard laptop Rayyan. Cairan jeruk yang lengket menyebar, meresap ke antara celah-celah tombol. Baru saja dia hendak meraih ponsel Rayyan, suara langkah kaki dari arah toilet membuatnya kaget.

"Astaga!" ujarnya, berpura-pura panik saat Rayyan muncul. "Rayyan, maaf! Aku nggak sengaja numpahin jus aku ke laptop kamu!" Wajahnya dibuat semirip mungkin dengan ekspresi penyesalan.

Rayyan yang mendengarnya langsung terpaku di tempatnya. Wajahnya yang baru saja kembali tenang, kembali berkerut. Laptop itu adalah satu-satunya yang dia punya, dibeli dengan susah payah dari hasil tabungan dan kerja paruh waktunya. Meski bekas, itu adalah nyawanya untuk kuliah dan pekerjaannya.

Dia buru-buru mendekat dan memeriksa laptopnya. Layar masih menyala, tapi beberapa tombol keyboard sudah tidak merespons, meninggalkan noda lengket di atasnya.

"Rayyan, aku minta maaf. Nanti aku ganti," ujar Jessy, terus memainkan perannya.

"Nggak perlu!" jawab Rayyan singkat, suaranya berat menahan amarah dan kecewa. Dia mencoba menekan-nekan beberapa tombol dengan sia-sia.

"Aku pesanin laptop baru ya. Aku beli sekarang," ujar Jessy, pura-pura sibuk membuka aplikasi belanja online di ponselnya. Jarinya dengan cepat memilih laptop gaming terbaru dan paling mahal yang bisa dia temukan. "Ini, yang speknya tinggi, biar nggak lemot lagi."

"Aku bilang nggak usah!" desis Rayyan, mencoba membersihkan laptopnya dengan ujung bajunya.

"Aku bilang aku mau ganti!" balas Jessy, matanya masih tertancap di layar ponsel.

"Aku bisa beli sendiri," jawab Rayyan, berusaha menjaga nada tetap tenang, meski urat di lehernya sudah menegang.

"Kamu mana punya uang buat beli laptop bagus?" ceplos Jessy tanpa berpikir.

Kalimat itu menggantung di udara, tajam dan menusuk. Rayyan menatapnya, matanya menyiratkan luka yang dalam. "Aku tau aku miskin. Tapi aku masih mampu untuk sekedar beli laptop."

Jessy mengabaikannya. Jarinya menekan tombol 'Beli Sekarang' dan 'Bayar'. "Aku udah beli. Tunggu aja bentar lagi sampai," ujarnya santai, seolah masalah sudah selesai.

"Kamu nggak denger omongan aku? Lagian aku masih bisa perbaiki laptopnya!" ujar Rayyan, kesabaran habis.

"Kamu nggak denger omongan aku? Aku udah beli laptop barunya!" seru Jessy, ikut kesal karena Rayyan tidak bisa menerima 'kebaikannya'.

Merasa tidak didengar dan harga dirinya diinjak-injak, Rayyan memutuskan untuk pergi. Dia mulai membereskan buku-buku dan laptop rusaknya ke dalam tas ransel usangnya.

Jessy yang kesal melihatnya akan kabur, langsung bereaksi. Dia menarik lengan Rayyan. "Jangan pergi!"

"Lepas, Jes!" seru Rayyan, mencoba melepaskan diri.

"Nggak mau!" balas Jessy, berusaha merebut tas dari genggamannya.

"Lepas, aku bilang!"

"Enggak!"

Tarik-menarik yang emosional itu berakhir dengan tidak terduga. Kaki Jessy tersandung kaki kursi, dan mereka berdua terjatuh. Jessy jatuh persis menindih tubuh Rayyan, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.

Untuk sesaat, waktu seolah berhenti. Jessy menatap Rayyan dari atas. Dalam jarak sedekat ini, dia bisa melihat setiap detail wajahnya—alisnya yang tebal, hidungnya yang mancung, dan mata gelapnya yang dalam, yang saat ini dipenuhi kejutan dan sesuatu yang lain... sesuatu yang membuat jantung Jessy berdebar kencang.

"Jes. Minggir," ujar Rayyan, suaranya terdengar parau dan pelan, hampir seperti bisikan.

Tapi Jessy tidak bergerak. Terbuai oleh momen dan kedekatan ini, tangannya dengan lembut meraih pipi Rayyan. Jari-jarinya yang halus menyentuh kulitnya yang hangat. Bibir Jessy tanpa sadar mendekat, tarikan magnetis yang hampir tak tertahankan.

Namun, tepat sebelum bibir mereka menyentuh, Rayyan dengan tegas mendorong bahu Jessy dan membalikkan posisi mereka, berdiri dengan cepat. Dadanya naik turun, wajahnya yang biasanya dingin kini memancarkan gejolak emosi yang tak terbaca.

"Yan...?" Jessy terduduk di lantai, tertegun, terluka sekali lagi oleh penolakan yang begitu jelas.

Rayyan tidak menjawab. Dia membalikkan badan, mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, lalu kembali membereskan tasnya dengan gerakan kasar.

"Duduk, Jes," ujarnya akhirnya, suaranya kembali datar dan dingin, memotong ketegangan di udara. "Kita fokus aja sama tugas statistik kamu."

Tapi kata-kata itu hanyalah perisai. Di balik nada dinginnya, kedua hati mereka sama-sama bergejolak—satu terluka oleh penolakan, yang lainnya berjuang mati-matian melawan tarikan yang mulai tak tertahankan. Paviliun mewah itu sekali lagi menjadi saksi bisu perang batin antara dua dunia yang tak pernah seharusnya bertemu.

***

Sisa sesi belajar mereka diisi oleh kesunyian yang berbeda. Rayyan melanjutkan penjelasan tentang standar deviasi dan distribusi data, namun kali ini tanpa gangguan godaan atau ocehan. Suaranya, yang biasanya penuh wibawa, kini terdengar datar dan hampir mekanis, seolah berusaha menutupi sesuatu yang mengganjal di benaknya.

Jessy duduk menjauh, tidak lagi mendekatkan diri seperti sebelumnya. Dia menyenderkan dagu di telapak tangan, matanya kosong menatap deretan angka di buku. Setiap penolakan Rayyan tadi seperti pisau tajam yang mengukir luka baru di hati gadis yang tak terbiasa ditolak itu. Ekspresinya yang biasanya cerah dan penuh keyakinan kini digantikan oleh kesedihan yang tertutup rapat. Dia hanya mengangguk singkat atau menggeleng saat Rayyan bertanya apakah dia paham, tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya yang biasanya begitu cerewet.

Rayyan menyadari perubahan drastis ini. Dari sudut matanya, ia melihat bahu Jessy yang sedikit membungkuk dan cara dia menghindari kontak mata. Ada perasaan tidak enak yang menggerogoti dirinya—campuran antara rasa bersalah, kebingungan, dan mungkin, sedikit penyesalan. Tapi prinsipnya dan kenangan akan penghinaan di kedai roti ibunya menjadi tembok yang kokoh.

Ketegangan yang hening itu akhirnya pecah ketika seorang pembantu muncul membawa sebuah kardus yang dibungkus rapat dengan bubble wrap.

"Mbak Jessy, ada paket," ujar pembantu itu, suaranya berhati-hati menembus keheningan.

"Bawa sini, Mbok," pinta Jessy dengan suara datar, tanpa antusiasme.

Dia menerima kardus itu dan membukanya dengan lambat. Di dalamnya, tersembul sebuah laptop gaming terbaru dengan spesifikasi tertinggi, benda yang mungkin setara dengan gaji beberapa bulan ibunya. Jessy mendorong kardus itu ke arah Rayyan.

"Ini buat kamu," ucapnya, suaranya pelan dan hampir seperti bisikan, namun terdengar jelas dalam kesunyian paviliun. "Sebagai permintaan maaf aku karena udah ngerusakin laptop kamu." Dia menatap lurus ke depan, menghindari pandangan Rayyan. "Jangan ditolak lagi."

Rayyan terdiam. Matanya beralih dari wajah Jessy yang tak terbaca ke laptop mewah di dalam kardus. Dia bisa membayangkan betapa mahalnya benda itu. Harga dirinya berteriak untuk menolak, tetapi melihat Jessy yang begitu rapuh saat ini membuatnya ragu.

"Aku masih bisa benerin laptop aku," ujarnya akhirnya, mencoba mencari jalan tengah yang tidak menyakiti perasaan Jessy lebih dalam.

Namun, kata-kata itu justru menjadi percikan terakhir. Mata Jessy yang tadi sayu tiba-tara menyala oleh api kemarahan dan kekecewaan. Dia bangkit dengan kasar, kursinya berdecit keras di lantai.

"Jadi kamu mau nolak laptop ini juga, kayak kamu nolak aku?!" sergahnya, suaranya meninggi dan pecah oleh emosi yang tertahan. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, meski dia berusaha keras untuk tidak menangis.

Tanpa menunggu jawaban, dia mengambil kardus itu dan mendorongnya dengan kasar ke dada Rayyan. "Ambil laptop ini, terus kamu pulang!"

Rayyan terpana, tangannya dengan reflek menangkap kardus yang berat itu. "Jes..." gumannya, terperangah oleh ledakan emosi yang tiba-tiba dan intensitas luka di mata Jessy.

Tapi Jessy sudah tidak ingin mendengarnya lagi. Rasa malu, sakit hati, dan penolakan bertubi-tubi akhirnya mencapai puncaknya.

"Dan kamu nggak perlu ngajar aku private lagi," ucapnya, suaranya tiba-tara kecil namun penuh ketegasan. Lalu, tanpa menengok ke belakang, dia berbalik dan berjalan cepat meninggalkan paviliun, meninggalkan Rayyan sendirian dengan kardus laptop mewah di tangannya dan rasa bersalah yang tiba-tara terasa sangat berat.

Dia berdiri di sana, memperhatikan sosok Jessy yang menghilang di balik pintu kaca, menyadari bahwa sesuatu mungkin telah rusak di antara mereka—sesuatu yang mungkin tidak bisa diperbaiki oleh laptop mewah mana pun.

1
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
gemes bgt sama Rayyan...kpn berjuang nya yaa...😄
IndahMulya
thor dikit banget, ga puas bacanya
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
Rayyan berjuang dongggg
IndahMulya
gedeg banget sama ibunya rayyan
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
Arsya mundur Alon Alon aja yaaa...udah tau kan Rayyan cinta nya sama Jessy...
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
mengsedih.begini yaa...
kudu di pites ini si ibu Maryam
Naura Salsabila
lemah amat si rayyan
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
kak..disini usia Rayyan brp THN ?Jessy nya brp THN ??aku udah follow IG nya siapa tau ada spill visual RayyannJessy🤭🤭😄
Nona Lebah: Rayyan itu saat ini udah 23 tahun dan jessy 20 tahun.
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
sabarr Rayyann....
Nona Lebah: Jangn lupa mampir di novelku lainnya ya kak. Terimakasih
total 1 replies
IndahMulya
bagussss ayo dibaca...
IndahMulya
lanjut thor.. ceritamu ini emg bikin candu banget 😍
A Qu: ter rayyan rayyan pokoknya thor... ayo kejar cinta jessy
total 1 replies
IndahMulya
makanya rayyan jgn cuma tinggal diam aja, kalau msh syg tuh ayo kejar lagi jessynya, ga usah mikir yg lain, ingat kebahagiaanmu aja kedepan...
Nona Lebah: Hay kak. Bantu aku beri ulasan berbintang ⭐⭐⭐⭐⭐ yaa untuk novel ini. Terimakasih
total 1 replies
IndahMulya
ayo rayyan.. semangattt
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊: semangat Rayyan
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
langsung kesini kak
Nona Lebah: Terimakasih kak. Bantu aku dengan beri ulasan berbintang ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ya kak untuk novel ini.
total 1 replies
IndahMulya
lanjut thor.. aku dari paijo pindah ke sini cuma buat nyari rayyan sama jessy
Nona Lebah: Makasih kak. Kamu the best 💪
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
akhirnya ketemu juga sama cerita ini...keren dan recommend
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!