(Gak jamin kalau kamu bakalan nangis bombay)
Audrey, seorang wanita pekerja keras yang mengabdikan hidupnya untuk karier. Dia tidak tampak tertarik dengan hubungan percintaan apalagi pernikahan. Di usia 28 tahun, ia bahkan tidak memiliki seorang kekasih ataupun teman dekat. Tidak ada yang tahu kalau Audrey menyimpan beban penyesalan masa lalu . Namun, kehidupannya yang tenang dan monoton mendadak berubah drastis ketika ia bertemu kembali dengan sahabat masa kecilnya, Sofia. Audrey tidak pernah menyangka kalau Sofia memintanya menikahi calon suaminya sendiri. Akankah pernikahan Audrey menjadi mimpi buruk atau justru kisah cinta terindah untuk seumur hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ICHA Lauren, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09 Haruskah Mengatakan Iya
Audrey menyelesaikan kisahnya dengan menghela nafas panjang. Tidak ada air mata lagi yang tersisa. Bagi Audrey semua air mata sudah mengering beberapa tahun yang lalu. Hanya Sofia yang terisak memeluk Audrey. Sofia tidak pernah menyangka, kisah cinta Audrey begitu tragis dan menyisakan luka yang dalam. Pantas saja sahabat masa kecilnya itu menutup rapat-rapat pintu hatinya untuk cinta. Kini, Sofia bertambah yakin bahwa keputusan yang diambilnya sudah tepat. Inilah saatnya, Sofia mengakui kondisinya dan mengatakan segala rencana yang dipersiapkannya bagi Audrey. Penderitaan Audrey harus segera diakhiri dengan awal yang baru.
"Drey, terimakasih karena sudah mempercayakan lukamu padaku. Maaf kalau aku membuatmu harus ingat lagi masa-masa buruk itu. Aku percaya kematian seseorang adalah takdir. Kamu tidak bersalah sama sekali dalam hal ini. Justru kamu yang paling banyak menderita."
"Makasih juga, Sof, kamu mau mendengarkan ceritaku. Hatiku terasa lebih ringan sekarang."
Sofia menggenggam tangan Audrey dengan erat.
"Sof, tanganmu dingin sekali. Kamu harus istirahat sekarang. Sebaiknya aku panggil dokter saja untuk memeriksamu," ucap Audrey cemas.
Sofia menatap Audrey dengan sorot mata sendu.
"Jangan, Drey, gak perlu panggil dokter. Aku sudah tau apa penyakitku. Aku mewarisi penyakit yang sama dengan mama, kanker darah..."
"Kan...ker darah." Bibir Audrey gemetaran mengulangi kata-kata Sofia. Audrey ingin memastikan pendengarannya tidak salah. Mustahil sahabatnya yang cantik dan periang itu mengidap penyakit mematikan.
Sofia mengulangi perkataannya seolah-olah mengetahui apa isi pikiran Audrey.
"Aku menderita penyakit kanker darah stadium akhir. Rein sudah mengetahuinya, tapi dia malah bersikeras menikahiku. Sebenarnya dokter mengharuskan aku menjalani kemoterapi, tapi aku menolak. Kemo itu sangat menyakitkan. Aku menyaksikan sendiri gimana menderitanya mama selama menjalani kemo. Aku gak mau mengalami kesakitan yang sama. Tanpa kemo, dokter mengatakan aku kemungkinan hanya bisa bertahan satu bulan, Drey."
Suara Audrey tercekat di tenggorokan. Audrey tidak mampu mengatakan apa-apa, walaupun sesungguhnya batinnya ingin sekali berteriak. Kenapa baru sebentar, kebahagiaan yang dirasakannya lenyap begitu saja. Belum sehari bertemu dengan sahabat terbaiknya, Audrey harus menerima kenyataan pahit bahwa mungkin ia harus berpisah selamanya dari Sofia.
"Rein mengajakku ke luar negri agar aku ditangani dokter terbaik. Aku harus menjalani transplantasi sumsum tulang belakang secepatnya. Tapi, aku tolak. Aku ingin menemukanmu dulu, Drey. Dan lihat sekarang, usahaku berhasil."
Secercah harapan muncul di benak Audrey. Operasi sumsum tulang belakang bisa menjadi jalan terbaik untuk menyelamatkan Sofia.
"Kita sudah bertemu, Sof. Jadi secepatnya kamu bisa pergi bersama Rein ke luar negri. Aku yakin kamu akan sembuh setelah menjalani operasi."
"Rein baru kembali dua hari lagi dari kunjungan bisnisnya. Aku akan berangkat kalau sudah memastikan pernikahanmu dan Rein berjalan lancar."
Audrey memegang dahinya sendiri untuk memastikan ia tidak sedang bermimpi.
"Aku menikah dengan Rein? Kamu pasti bercanda atau telingaku yang salah mendengar."
"Drey, mana mungkin aku bercanda di situasi seperti ini." Mata Sofia menerawang jauh.
"Kemarin aku mengajakmu ke butik untuk mencoba gaun pengantin. Gaun cantik itu untukmu, Audrey. Kamu yang akan menikah dengan Rein menggantikan aku sebagai pengantin wanita. Besok aku akan mengajakmu memilih kue tart dan souvenir untuk pernikahan. Kalian akan menikah minggu depan."
"Sof, kenapa kamu melakukan semua ini? Kamu yang harus menikah karena kamu dan Rein saling mencintai. Aku yakin kamu akan sembuh. Kamu gak perlu menyuruhku sampai menikah dengan calon suamimu. Rein juga pasti menolak. Bahkan kami belum pernah bertemu."
"Drey, Rein sudah janji padaku untuk menikah denganmu kalau aku bisa menemukan keberadaanmu. Rein sangat mencintaiku. Dia mau melakukan apa saja asal aku bersedia menjalani operasi di luar negri. Aku tau kecil kemungkinan operasi sumsum tulang belakang bisa menyembuhkan penyakitku. Mamaku meninggal gak lama setelah menjalani operasi itu. Sulit bagiku untuk bisa bertahan dengan kondisiku yang lemah. Kamu satu-satunya wanita yang aku percayai bisa membahagiakan Rein. Kamu juga akan menemukan kebahagiaan lagi bersama Rein. Tolong penuhi permintaan terakhirku ini, Drey," ucap Sofia seraya memegang kedua tangan Audrey.
Audrey terdiam. Ia tidak mengerti mengapa kejutan tak terduga selalu datang dalam kehidupannya. Menikahi seorang pria yang bahkan tak dikenalnya. Ia tidak ingin mengambil resiko sebesar itu. Apalagi, ia sudah berjanji di hadapan pusara Dave sekaligus berjanji pada dirinya sendiri untuk hidup sendiri tanpa cinta. Namun, apa dia sanggup menolak permintaan Sofia yang tengah berjuang menghadapi penyakit mematikan?
Audrey menatap lekat sahabatnya. "Aku benar-benar gak bisa, Sof. Kamu boleh minta yang lain tapi jangan menyuruhku menikah. Maaf, aku gak bisa melanggar janji yang kubuat di pusara Dave."
"Bukankah kamu menyesal pernah gagal mencegah kematian Dave? Justru sekarang waktunya kamu menebusnya, Drey. Kamu ingin aku segera dioperasi supaya aku tetap hidup, khan?"
Audrey mengangguk, "Iya, Sof, kamu harus sembuh,"
"Bagus, kalau begitu menikahlah dengan Rein. Setelah upacara pernikahan selesai, aku janji langsung berangkat untuk operasi dengan pesawat milik Rein. Tapi jika kamu menolak permintaanku, aku gak akan pernah berangkat. Aku akan terus berada disini sampai kematian datang menjemputku. Jadi keputusan ada di tanganmu. Kamu ingin melihatku sembuh atau tiada dengan cepat."
Kalimat Sofia bagai pedang tajam yang menancap di hati Audrey.
Tuhan mengapa aku harus mengalami situasi yang hampir sama? Kenapa lagi-lagi aku harus bertanggung-jawab atas hidup atau matinya seseorang? Aku tidak bisa menanggung beban ini. Lebih baik aku saja yang diambil.
Audrey menahan air matanya agar tidak mengalir deras di depan Sofia. Apa yang diucapkan Sofia memang benar. Karena terlalu egois, ia dulu sengaja mengabaikan permintaan maaf dari Dave hingga pacarnya itu kehilangan nyawa. Bahkan dengan menghukum dirinya sendiri, Audrey tetap tidak bisa mengembalikan Dave ke dunia ini. Audrey tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama. Kali ini, semesta memberinya kesempatan untuk membayar dosa-dosanya dengan memenuhi permintaan Sofia. Ia pernah membiarkan satu nyawa hilang. Sekarang tiba waktunya ia harus berusaha sekuat tenaga menyelamatkan satu nyawa agar tetap hidup.
"Iya, Sofia aku setuju. Apapun yang kamu inginkan, aku akan melakukannya. Aku sayang sekali padamu, Sof. Jangan berhenti berjuang untuk kesembuhanmu."
Kedua sahabat itu berpelukan erat. Hanya satu yang dipikirkan Audrey saat ini, yaitu kebahagiaan Sofia.
aq lebih lebih & lebih padamu Reiner😍😍😍😍
emak" labil🤣🤣🤣