Rania Kirana seorang penjual cilok berprinsip dari kontrakan sederhana, terpaksa menerima tawaran pernikahan kontrak dari Abimana Sanjaya seorang CEO S.T.G. Group yang dingin dan sangat logis.
Syarat Rania hanya satu jaminan perawatan ibunya yang sakit.
Abimana, yang ingin menghindari pernikahan yang diatur keluarganya dan ancaman bisnis, menjadikan Rania 'istri kontrak' dengan batasan ketat, terutama Pasal 7 yaitu tidak ada hubungan fisik atau emosional.
Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!!
FOLLOW ME :
IG : Lala_Syalala13
FB : Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PKCD BAB 9_Proposal Gila
Di Ruang Tunggu Dokter dan Keputusan Berat
"Saya tahu tentang kondisi Ibu Anda, Mbak Rania," potong Rendra dengan nada yang sedikit lebih lembut.
"Kami bisa membantu memindahkan ibu Anda ke rumah sakit yang lebih baik, dengan dokter spesialis yang lebih kompeten, dan kami akan menanggung biayanya. Tuan Abimana sangat serius dengan hutang budi ini. Beliau hanya butuh waktu Anda satu jam. Ini benar-benar mendesak." lanjutnya membuat penawaran kepada Rania.
Mendengar kata-kata 'dokter spesialis' dan 'menanggung biaya', mata Rania langsung berkaca-kaca.
Ia tahu, asam urat ibunya sudah parah dan membutuhkan penanganan serius yang tidak mungkin ia biayai.
"Baiklah, Tuan Rendra. Di mana kita bertemu?" tanya Rania, menyerah pada situasi.
"Saya akan menjemput Anda di depan klinik dalam 30 menit. Saya tunggu di mobil hitam. Setelah pertemuan, kami akan langsung mengantar Anda dan Ibu Anda ke Rumah Sakit Medika. Itu janji Tuan Abimana," tutup Rendra, dan panggilan terputus.
Rania menutup ponselnya. Ia menatap ibunya yang sedang diinfus dengan tatapan campur aduk.
Ia telah melanggar prinsipnya. Ia telah menyerah. Namun, ia melakukannya demi orang yang paling ia cintai.
Tiga puluh menit kemudian, Rania duduk di kursi belakang sedan hitam yang sama dengan yang ditumpangi Abimana tempo hari.
Ia merasa sangat kecil. Mobil itu melaju menuju kantor Abimana, di tengah kemacetan yang pekat.
Ketika tiba di S.T.G. Group, Rendra membawa Rania langsung ke kantor Abimana, tanpa melalui lobi.
Abimana sudah menunggu, berdiri tegak di depan jendela, membelakangi kota.
"Selamat sore, Mbak Rania," sapa Abimana, suaranya seperti biasa, dingin dan tanpa emosi.
"Selamat sore, Tuan Abimana," jawab Rania, mencoba mengontrol detak jantungnya. Ia tidak menyukai suasana ini. Keagungan kantor ini seolah menghisap semua keberaniannya.
"Saya mengundang Anda ke sini untuk langsung ke intinya. Saya tidak suka berbasa-basi, dan Anda juga orang yang menghargai waktu," Abimana berbalik, menatap Rania tajam.
Ia menunjuk sebuah kursi tunggal yang dihadapkan ke mejanya. "Duduklah."
Rania duduk, tangannya menggenggam erat tas ransel lusuhnya.
"Saya sudah tahu tentang kondisi Ibu Anda. Seperti yang disampaikan Rendra, saya akan menanggung penuh semua biaya medis Ibu Anda hingga sembuh. Biaya perawatan, obat, dan dokter spesialis terbaik. Itu adalah kompensasi atas kejujuran Anda yang tak ternilai," kata Abimana, tanpa basa-basi.
Rania menelan ludah. "Terima kasih banyak, Tuan Abimana. Saya... sangat menghargai tawaran itu. Tapi saya tidak tahu bagaimana cara membalasnya."
Abimana tersenyum kecil, senyum sinis yang hanya melibatkan sudut bibirnya. "Tentu saja ada cara membalasnya. Saya tidak akan memberikan ini gratis, Mbak Rania. Ini adalah bagian dari sebuah perjanjian bisnis yang saling menguntungkan."
Ia mengambil sebuah map merah dari mejanya dan meletakkannya di hadapan Rania. "Saya punya proposal. Sebuah proposal yang mungkin terdengar gila, tapi sangat serius."
Rania menatap map itu, lalu menatap Abimana, bingung dan takut.
"Saya membutuhkan seorang istri. Segera," ucap Abimana lugas, tanpa ekspresi.
Rania terdiam, benar-benar speechless. Ia berpikir ia salah dengar.
"Maaf, Tuan?"
"Anda tidak salah dengar. Saya membutuhkan seorang istri, Mbak Rania. Kontrak selama dua tahun. Anda akan menjadi Nyonya Abimana Sanjaya, istri sah saya di mata hukum, di mata keluarga, dan di mata masyarakat. Sebagai imbalannya, saya akan menjamin masa depan finansial dan kesehatan Anda dan Ibu Anda. Tidak hanya biaya pengobatan, tetapi juga rumah yang layak dan modal usaha yang besar untuk Anda setelah kontrak berakhir."
Rania bangkit dari kursinya, rasa takutnya berubah menjadi amarah. "Tuan Abimana! Anda pikir saya ini apa? Anda pikir karena saya miskin, Anda bisa membeli saya dan menjadikan saya properti Anda?"
Suara Rania meninggi, tidak peduli ia sedang berada di kantor konglomerat besar. Prinsipnya kembali menjerit.
Abimana tetap tenang. Ia berjalan mendekat ke kursi Rania, tatapannya tidak goyah. "Dengarkan saya, Mbak Rania. Saya tidak membeli Anda. Saya melakukan transaksi. Anda adalah wanita yang paling jujur yang pernah saya temui, yang menolak uang ketika sangat membutuhkannya. Itu adalah kualitas yang saya butuhkan dari seorang istri."
"Kualitas? Apa hubungannya kejujuran saya dengan pernikahan, Tuan?"
"Pernikahan ini adalah perisai bagi saya dari tekanan keluarga. Keluarga saya mendesak saya menikahi seseorang yang sudah mereka pilih demi kepentingan bisnis. Saya tidak mau. Saya butuh istri yang tidak bisa dibeli dengan kekayaan keluarga saya. Istri yang akan saya nikahi adalah bukti bahwa saya punya kendali atas hidup saya."
Abimana menyentuh map merah itu. "Anda adalah gadis yang tidak tergoyahkan oleh kekayaan. Anda tidak akan pernah menjual informasi keluarga saya kepada media, dan Anda tidak akan pernah mencoba merebut harta saya, karena Anda memiliki prinsip. Saya tidak mencintai Anda, dan saya tidak mengharapkan cinta dari Anda. Anda hanya perlu memainkan peran Anda dengan sempurna di depan keluarga saya. Setelah dua tahun, kita bercerai. Tidak ada yang dirugikan."
Rania melihat ke lantai, mencoba memproses proposal absurd ini. Menjadi Nyonya Abimana Sanjaya.
Hidup dalam kemewahan, tanpa harus menjual cilok lagi. Ibunya akan sembuh. Semua masalahnya akan hilang.
Namun, harganya adalah pernikahan palsu.
"Apa syarat utamanya, Tuan?" tanya Rania, suaranya kini kembali pelan, tetapi serius.
"Sederhana. Di depan publik dan keluarga, kita adalah pasangan yang sempurna. Di balik pintu tertutup, Anda adalah mitra bisnis saya. Tidak akan ada hubungan fisik di antara kita. Saya menghargai batasan Anda. Anda bebas melanjutkan hidup Anda di dalam batas-batas penthouse saya. Anda bebas melakukan apa pun yang Anda inginkan, selama tidak merusak citra S.T.G. dan menodai kesepakatan ini," jelas Abimana.
Rania menatap Abimana, matanya dipenuhi keraguan. "Dan jika saya menolak?"
"Jika Anda menolak," Abimana mengambil napas.
"Saya akan tetap menanggung biaya pengobatan Ibu Anda karena janji saya adalah hutang budi. Tetapi, itu hanya untuk perawatan awal. Setelah itu, Anda harus berjuang lagi sendiri, dan Ibu Anda mungkin tidak mendapatkan dokter spesialis yang terbaik. Keputusan ada di tangan Anda, Mbak Rania. Prinsip Anda, atau masa depan Ibu Anda." lanjutnya dengan sebuah peringatan tentang kondisi ibu nya dimasa depan.
Abimana telah memainkan kartu terbesar dan terkejamnya. Ia memaksa Rania memilih antara nilai-nilai luhurnya dan kesehatan ibunya.
Ia tahu, bagi wanita setegar Rania, keluarga adalah kelemahan terbesar.
Rania berdiri lama. Ia melihat map merah itu, lalu melihat kartu nama hitam di saku bajunya.
Ia mengkhianati prinsipnya saat menelepon Rendra. Sekarang, ia dihadapkan pada pengkhianatan yang lebih besar.
"Berikan saya waktu, Tuan Abimana. Saya harus memikirkannya," pinta Rania, suaranya serak.
.
.
Cerita Belum Selesai.....
dia guru terbaik dalam kehidupan.
ayak ayak wae...
di tunggu updatenya