NovelToon NovelToon
PESONA TETANGGA BARU

PESONA TETANGGA BARU

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

"Bagaimana rasanya... hidup tanpa g4irah, Bu Maya?"

Pertanyaan itu melayang di udara, menusuk relung hati Maya yang sudah lama hampa. Lima tahun pernikahannya dengan Tama, seorang pemilik bengkel yang baik namun kaku di ranjang, menyisakan kekosongan yang tak terisi. Maya, dengan lekuk tubuh sempurna yang tak pernah dihargai suaminya, merindukan sentuhan yang lebih dalam dari sekadar rutinitas.

Kemudian, Arya hadir. Duda tampan dan kaya raya itu pindah tepat di sebelah rumah Maya. Saat kebutuhan finansial mendorong Maya bekerja sebagai pembantu di kediaman Arya yang megah, godaan pun dimulai. Tatapan tajam, sentuhan tak sengaja, dan bisikan-bisikan yang memprovokasi h4srat terlarang. Arya melihatnya, menghargainya, dengan cara yang tak pernah Tama lakukan.

Di tengah kilau kemewahan dan aroma melati yang memabukkan, Maya harus bergulat dengan janji kesetiaan dan gejolak g4irah yang membara. Akankah ia menyerah pada Godaan Sang Tetangga yang berbaha

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9

Maya terkesiap, napasnya tercekat di tenggorokan. Matanya membulat menatap sosok yang kini berdiri tegak di ambang pintu ruang tamu. Pria itu jangkung, mengenakan jaket kulit hitam yang tebal dan celana jins gelap. Topi baseball hitam menutupi sebagian wajahnya, tapi Maya bisa melihat rahang yang keras dan tatapan mata yang tajam, penuh perhitungan. Ini bukan Bi Sumi yang ramah, bukan pula Arya yang berwibawa. Aura yang dipancarkannya begitu asing, begitu mengintimidasi.

"Siapa Anda?" suara Maya terdengar lemah, nyaris berbisik. Jantungnya berpacu seperti drum.

Pria itu tidak menjawab. Ia hanya melangkah masuk, perlahan, matanya menyapu seluruh ruangan. Gerakannya tenang, terlalu tenang, membuat bulu kuduk Maya meremang. Ia merasa terpojok. Di mana Arya? Di mana Bi Sumi? Ia sendirian di rumah besar ini.

"Anda siapa? Mau apa?" Maya mengulang pertanyaannya, mencoba mengumpulkan sisa keberaniannya. Tangannya tanpa sadar meremas remot televisi yang ia pegang erat.

Pria itu akhirnya menoleh ke arah Maya. Senyum sinis tersungging di bibirnya. "Rumah ini... sepi sekali, ya?" Suaranya berat, serak, seperti seseorang yang jarang bicara.

Maya mundur selangkah, tanpa sadar. "Saya... saya bekerja di sini. Pembantu rumah tangga."

"Oh, pembantu," pria itu mengangguk-angguk, tatapannya menyiratkan keraguan. Matanya beralih ke televisi yang mati di tangan Maya. "Nonton apa tadi? Berita?"

Maya tidak menjawab. Ia merasa kedinginan, padahal ruangan itu ber-AC normal. Otaknya bekerja cepat. Ia harus mencari cara untuk keluar dari situasi ini.

"Mana tuanmu?" tanya pria itu, melangkah mendekat. Setiap langkahnya membuat Maya semakin gelisah.

"Tuan Arya... dia sedang kerja," jawab Maya, suaranya bergetar.

"Kerja?" Pria itu terkekeh sinis. "Saya rasa dia sedang tidak bekerja." Ia berhenti sekitar dua meter di depan Maya, tangannya dimasukkan ke dalam saku jaketnya.

"Apa... apa yang Anda inginkan?" Maya memberanikan diri.

"Tidak ada. Hanya... mampir sebentar," jawab pria itu, matanya kini menatap Maya dari ujung rambut hingga ujung kaki, sebuah tatapan yang membuat Maya merasa risih. "Anda cantik."

Pujian itu justru membuat Maya semakin takut. Ia tidak ingin pujian seperti itu dari pria asing yang masuk tanpa izin ke rumah majikannya.

"Saya akan berteriak!" ancam Maya, meskipun ia tahu suaranya mungkin tidak akan sampai ke jalan.

Pria itu tersenyum lagi. "Terus saja. Siapa yang akan dengar? Rumah ini terlalu besar." Ia melangkah satu langkah lagi.

Maya panik. Ia mundur lagi, menabrak sofa di belakangnya. Remot televisi jatuh dari tangannya. Ia harus lari. Tapi ke mana? Pintu utama jauh, dan pria itu menghalangi jalannya.

Tiba-tiba, suara pintu depan terbuka lagi.

Brak!

Suara benturan keras. Maya dan pria asing itu sama-sama menoleh ke arah pintu.

"Apa yang terjadi di sini?!" Suara berat Arya memenuhi ruangan.

Arya berdiri di ambang pintu, napasnya memburu.

Wajahnya mengeras, matanya memancarkan kemarahan yang jelas terlihat. Ia mengenakan kemeja yang sama dengan yang ia pakai pagi tadi, tapi kini kerahnya sudah terbuka dan lengannya digulung hingga siku. Di belakangnya, Bi Sumi berdiri, wajahnya pucat pasi.

"Arya," kata pria berjaket hitam itu, nadanya santai, seolah tak terpengaruh kemarahan Arya.

"Keluar dari rumah saya, sekarang, Brama!" Arya membentak, langkahnya mantap menuju ruang tamu. Aura kemarahan Arya begitu kuat, membuat udara di ruangan itu terasa bergetar.

Pria bernama Brama itu terkekeh. "Santai saja, Kawan. Aku cuma berkunjung."

"Berkunjung dengan mendobrak pintu dan menakut-nakuti karyawan saya?" Arya melangkah di antara Maya dan Brama, memunggungi Maya, seolah melindunginya.

"Keluar sebelum aku panggil polisi."

Brama mengangkat bahu. "Polisi? Kau lupa siapa aku, Arya?"

"Aku tidak peduli siapa kamu. Kalau kamu berani mengganggu orang-orang di rumah ini, aku tidak akan segan-segan," Arya menatap Brama dengan tatapan membunuh.

Brama hanya tersenyum sinis. "Baiklah, baiklah. Kau menang kali ini. Tapi kita belum selesai, Arya." Ia melirik ke arah Maya yang masih gemetar di belakang Arya.

"Sampai jumpa lagi, Nona cantik."

Mendengar itu, rahang Arya mengeras. Ia mengepalkan tangan. Brama terkekeh lagi, lalu berbalik dan melangkah keluar dari rumah, menghilang di balik pintu utama.

Suara pintu tertutup, meninggalkan keheningan yang mencekam. Arya segera berbalik, menatap Maya. Matanya kini dipenuhi kekhawatiran.

"Mbak Maya, kamu baik-baik saja?" tanyanya, suaranya jauh lebih lembut. Ia mendekat, meneliti wajah Maya.

Maya mengangguk pelan, air mata tanpa sadar menetes. Ketegangan yang ia tahan akhirnya pecah. "Aku.. . aku takut sekali, Tuan."

"Maafkan saya. Seharusnya ini tidak terjadi," Arya meraih lengan Maya, menuntunnya ke sofa. "Duduk dulu. Tenangkan diri."

Bi Sumi ikut mendekat, wajahnya masih pucat. "Ya Tuhan, Mbak Maya. Bibi minta maaf. Bibi tidak menyangka ada orang seberani itu masuk ke sini."

"Siapa pria itu, Tuan?" tanya Maya, suaranya masih bergetar.

Arya menghela napas. "Dia... kenalan lama. Saya akan urus dia. Kamu tidak perlu khawatir."

"Tapi dia... dia terlihat sangat berbahaya," Maya menatap Arya.

"Memang. Tapi dia tidak akan berani macam-macam lagi," Arya meyakinkan. Ia duduk di samping Maya, tapi tidak terlalu dekat. "Kamu butuh minum? Bi Sumi, tolong ambilkan air putih dingin."

Bi Sumi segera bergegas ke dapur. Maya memandangi Arya. Wajahnya yang tadi tegang kini kembali tenang, namun masih ada jejak kemarahan di matanya. Pria ini melindungi dirinya. Rasanya aneh, tapi juga... menenangkan.

"Saya tidak apa-apa, Tuan. Hanya terkejut," kata Maya. Ia mencoba menenangkan diri.

"Saya sudah bilang pada Bi Sumi untuk pasang alarm dan CCTV lebih banyak. Dan gerbang akan selalu terkunci dari dalam setelah ini," kata Arya, suaranya tegas. "Kamu tidak perlu takut. Keamanan di sini akan ditingkatkan."

Bi Sumi kembali dengan segelas air dingin. Maya mengambilnya, meneguknya pelan. Dinginnya air membantu menenangkan sarafnya.

"Terima kasih, Bi," kata Maya.

"Istirahat saja dulu, Mbak. Jangan paksa diri," kata Bi Sumi, mengelus pundak Maya.

"Tidak, Bi. Saya harus lanjutkan pekerjaan saya," Maya

menggeleng. Ia tidak mau terlihat lemah. Apalagi di depan Arya.

"Jangan. Kamu istirahat saja dulu. Saya tidak mau kamu pingsan di rumah saya," kata Arya, nadanya memerintah namun lembut. Ia menatap Maya lekat. "Bagaimana kalau kamu pulang saja dulu? Hari ini tidak perlu bekerja lagi."

Maya menatap Arya. Pulang? Ia baru saja mulai bekerja. Ia tidak ingin memberikan kesan buruk. "Tidak, Tuan. Saya tidak apa-apa. Saya bisa melanjutkan."

"Saya menghargai semangat kerjamu, Mbak Maya," Arya tersenyum tipis. "Tapi saya tidak mau mempekerjakan orang dalam kondisi tertekan. Pulanglah. Besok pagi baru kembali. Gaji hari ini akan tetap saya hitung penuh."

Mata Maya membulat. Tetap dibayar penuh? Ia baru bekerja beberapa jam, dan sudah ada insiden. "Tapi, Tuan..."

"Sudah. Ini perintah," kata Arya, suaranya tak terbantahkan. Ia berdiri. "Bi Sumi, tolong antar Mbak Maya sampai ke rumahnya."

Bi Sumi mengangguk. "Mari, Mbak Maya."

Maya tak bisa membantah lagi. Ia bangkit dari sofa, masih sedikit gemetar. Sebelum melangkah pergi, ia melirik Arya. Pria itu masih menatapnya, ada sesuatu di matanya yang tak bisa Maya baca. Sebuah perhatian yang tulus? Atau sesuatu yang lain?

Ia berjalan keluar dari rumah Arya diantar Bi Sumi. Pintu utama yang tadi didobrak kini sudah tertutup rapat, mungkin sudah diperbaiki sementara.

"Mbak Maya hati-hati ya," kata Bi Sumi saat mereka tiba di gerbang. "Maaf sekali insiden tadi."

"Tidak apa-apa, Bi. Bibi juga hati-hati di sini," balas Maya.

Maya berjalan kembali ke rumahnya. Setiap langkah terasa berat. Insiden tadi benar-benar membuatnya syok. Tapi di balik ketakutan itu, ada perasaan aneh yang berkelebat. Arya melindunginya. Arya khawatir padanya. Pria itu tidak hanya melihatnya sebagai pembantu. Ada perhatian tulus di sana.

Setibanya di rumah, Maya langsung merebahkan diri di sofa. Ia memejamkan mata, bayangan pria berjaket hitam itu masih menari di benaknya. Siapa dia? Dan apa hubungannya dengan Arya?

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Tama.

"Halo, Mas?"

"Yank, kamu baik-baik saja? Tadi Bi Sumi telepon Mas, katanya ada masalah di rumah Tuan Arya," suara Tama terdengar panik.

"Aku baik-baik saja, Mas. Cuma kaget saja," jawab Maya. Ia memutuskan untuk tidak menceritakan detail ancaman dari Brama atau bagaimana Arya melindunginya. Cukup dengan insiden kecil. "Tadi ada tamu Tuan Arya yang datang, terus sedikit ribut. Tapi sudah beres kok."

"Terus kamu disuruh pulang? Gaji tetap dibayar penuh?" Tama bertanya, nadanya sedikit lega.

"Iya, Mas. Tuan Arya baik sekali," kata Maya. "Dia

bilang aku disuruh istirahat saja hari ini. Besok baru masuk lagi."

"Syukurlah kalau begitu. Pokoknya kalau ada apa-apa, langsung telepon aku ya, Yank. Jangan diam saja," pesan Tama.

"Iya, Mas. Aku janji."

Setelah menutup telepon, Maya merenung. Insiden tadi membuatnya melihat sisi lain Arya. Sisi yang protektif, yang peduli. Itu menambah pesona Arya di matanya. Rasa takutnya belum sepenuhnya hilang, tapi kini bercampur dengan rasa penasaran yang mendalam.

Siapa sebenarnya Arya? Kenapa ada pria berbahaya seperti Brama yang mengincarnya? Dan mengapa Arya menunjukkan perhatian yang tidak biasa pada dirinya, seorang pembantu rumah tangga?

Maya tahu besok ia akan kembali ke rumah itu. Ke rumah besar yang penuh misteri, dan ke hadapan Arya, pria yang semakin hari semakin mengusik pikirannya. Rasa penasaran itu kini lebih kuat daripada rasa takut. Ia ingin tahu lebih banyak. Ia ingin melihat lebih banyak sisi dari Arya. Dan ia ingin tahu, apa arti dari tatapan dan perhatian pria itu padanya.

1
Mar lina
kalau sudah ketagihan
gak bakal bisa udahan Maya..
kamu yg mengkhianati Tama...
walaupun kamu berhak bahagia...
lanjut Thor ceritanya
lestari saja💕
klo sdh kondisi gtu setan gampang bgt masuk menghasut
lestari saja💕
ya pasti membosan kan bgt.bahaya itu
lestari saja💕
mampir,penulisannya bagus,semoga ga berbelit2
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!