Ujian hidup yang di alami Erina Derranica seakan tiada habisnya. Di usia 19 tahun ia dituntut kedua orang tuanya memenuhi wasiat mendiang kakeknya untuk menikah dengan cucu temannya yang menetap di Singapura.
Pernikahan pun telah sepakati untuk dilaksanakan. Mempelai pria bernama Theodoriq Widjanarko, 34 tahun. Seorang pebisnis di bidang real estate. Theo panggilan pria itu tentu saja menolak permintaan orangtuanya meskipun sudah melihat langsung surat wasiat kakeknya.
Pada akhirnya Theo menerima putusan orangtuanya tersebut, setelah sang ayah Widjanarko mengancam akan menghapus namanya dari penerima warisan sang ayah.
Namun ternyata Theo memiliki rencana terselubung di balik kepatuhannya terhadap wasiat mendiang kakeknya tersebut.
"Apa rencana terselubung Theodoriq? Mampukah Erina bertahan dalam rumah tangga bak neraka setelah Theo tidak menganggapnya sebagai istri yang sebenarnya?
Ikuti kelanjutan kisah ini. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian setelah membaca ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SATU KAMAR
Mobil yang di kendarai Adam berhenti di carport apartemen Edelweiss yang berdiri menjulang di pusat kota.
Adam membuka pintu belakang bagian Widya, begitupun Theo membukakan pintu untuk Erina. Sepintas Erina menatap Theo yang juga menatapnya. Erina tahu sikap baik laki-laki itu hanya sandiwara saja. Bahkan Theo yang menuntut Erin menutup rapat-rapat rahasia pernikahan mereka dari siapapun termasuk Zenab, justru menceritakannya pada Nella.
Saat di perjalanan pulang tadi, Erin lebih banyak diam, mengalihkan pandangannya keluar kaca mobil. Sesekali saja gadis itu menjawab pertanyaan Widya. Begitu pula dengan Theo yang lebih fokus ke handphone miliknya.
"Kamu harus memikirkan rumah Theo. Sekarang kamu sudah menikah. Apartemen tidak cocok untuk orang berkeluarga", ujar Widya mengambil minum yang sudah di tuang Erin.
Theodoriq tidak menjawab kata-kata tantenya itu. Ia membuka jaket kulit, menyematkannya di sandaran kursi.
"Apalagi kalau kalian sudah punya anak, apartemen tidak aman untuk anak kalian", lanjut Widya.
"Aku akan memikirkannya. Sekarang sudah malam, sebaiknya tante istirahat. Sayang, kamu juga sebaiknya istirahat di kamar. Aku akan menyelesaikan pekerjaan ku di ruang kerja".
Mendengar itu cepat-cepat Widya berdiri menghampiri keponakannya. Menarik tangan Theo, menyematkan pada tangan Erina. "Kalian berdua sebaiknya yang istirahat, bikin anak yang banyak. Jangan lupakan rutinitas pengantin baru", seloroh Widya tersenyum penuh arti dengan tangan tersemat di depan dada menatap keduanya bergantian.
Erina melepaskan genggaman tangan Theo kedua mata membulat sempurna. "Selamat beristirahat tante Wid", ujarnya setengah berlari menaiki tangga.
Theo hanya bisa menggelengkan kepalanya menyikapi keusilan tantenya itu. Ia menyusul Erina ke kamarnya.
*
Theo membuka pintu kamarnya, tidak terlihat Erina. Laki-laki itu langsung merebahkan tubuh di atas tempat tidur tanpa mengganti pakaiannya.
"Ceklik..
Terdengar ada yang membuka pintu kamar mandi. Theo tahu pasti Erina.
Benar saja Erina terdiam melihat Theo rebahan di atas tempat tidur.
Dengan kaki menjijit, Erin berlari mengambil bantal di atas tempat tidur berukuran luas milik Theo, beruntung mata laki-laki itu terpejam tidak melihat tubuh Erin dengan pakaian tidur mini.
"Kau tidak kedinginan dengan pakaian seperti itu?".
Suara bariton Theo mengagetkan Erina yang duduk bersandar di sofa. Gadis itu mengeratkan pelukannya pada bantal yang ia taruh di depan tubuhnya.
Ternyata Theo melihat jelas tubuh bagian belakang Erina beberapa saat yang lalu ketika gadis itu berlari menuju Sofa. Tanpa Erina sadari tatapan Theo begitu pasat pada punggung putih mulus Erin yang terekspos.
"Aku lupa mengambil pakaian tidur lama ku di bawah. Waktu belanja pakaian dengan Greta tempo hari hanya ada baju tidur seperti ini di tempat itu", ujar Erina pelan namun Theo jelas mendengarnya.
Theo melempar selimut tebal yang biasanya ia pakai pada Erina yang spontan menangkapnya.
"Cuaca malam sangat dingin. Aku tidak bisa tidur kalau air conditioner tidak menyala. Kau akan mengigil kedinginan dengan pakaian tipis begitu".
Erina tersenyum mendengar perkataan Theo. "Terimakasih", ucapnya sambil merebahkan tubuh mungilnya di atas sofa berukuran besar yang bisa menampung dua atau tiga orang diatasnya. Bagi Erina sangat nyaman tidur di sofa itu.
Sesaat suasana hening. Erin merubah posisi tidurnya menghadap Theo yang tidur terlentang di atas tempat tidurnya.
"Ternyata Delicious Restaurant itu milik mu, kak? Aku pikir milik Nella Stefany, kekasih mu".
Tidak ada sahutan Theo. Erina melihat Theo sedikit pun tidak bergerak, namun kini lengan Theo telah berada di atas keningnya.
Posisi keduanya begitu berjarak. Sofa tempat Erina menempel di dinding, sementara tempat tidur Theo berada di tengah kamar berukuran luas itu.
"Kalian pasangan serasi. Nella sangat seksi. Kekasih mu juga sangat terkenal selain chef handal ia sangat cantik banyak yang mengidolakan nya. Kenapa kakak tidak menikah dengannya saja. Kalian saling mencintai, bisa memiliki banyak anak. Pasti hidup mu dan Nella semakin sempurna dan sangat bahagia".
"Kau ini terlalu banyak bicara, Erina. Sekarang sudah malam, sebaiknya kau tidur!".
Theodoriq langsung berdiri dan keluar kamar meninggalkan Erina sendirian yang langsung menutup mulut dengan tangannya sendiri. "Ups..aku salah, terlalu banyak bicara".
"Kak Theo benar sebaiknya aku tidur. Besok harus bangun pagi-pagi sekali, aku harus membuat sarapan", gumam Erina yang sudah mulai mendapatkan rasa kantuknya.
*
Tok...
Tok..
Ketukan di pintu, mengejutkan Theo yang tengah tertidur pulas.
"Sayang, apa tante boleh masuk?"
Suara Widya di pintu jelas saja mengangetkan Theo. Laki-laki itu melempar Erina dengan bantalnya.
Erina kaget, melonjak bangun. Melotot pada Theo yang memintanya bergabung dengannya di tempat tidur. "Ada tante Widya", ucap Theo pelan sambil menunjuk ke arah pintu.
Erina langsung paham. Langsung melompat ke tempat tidur. Menindih tubuh Theo yang ternyata bertelanjang dada. Kedua netra gadis itu melotot.
"Tidak ada waktu berdebat", bisik Theo yang kini memeluk Erina dengan intim.
"Sayang, tante masuk sekarang.."
"Iya tante–"
"Ceklik...
Saat pintu kamar terbuka Widya tersenyum penuh arti melihat kondisi kamar Theo yang sangat berantakan. Ternyata ia tidak datang Sendirian tapi bersama Zenab yang membawa tatakan berisi makanan.
"Owhhh, pantas saja kalian lama menyahut ternyata sedang membuat cucu untuk ku?". Widya tertawa lepas menggoda Theo dan Erina yang tersipu malu.
Theo tidak mau membantah Widya karena ia sangat tahu seperti apa ocehan tantenya tersebut, bisa sampai berhari-hari.
Semburat merah nampak jelas di wajah Erina. Ia sangat malu pada Widya dan Zenab harus melihat ia dan Theo seperti ini.
Erina hendak melepaskan diri dari pelukan Theo tapi laki-laki itu semakin mencengkram kuat tubuh Erina agar tetap seperti itu.
Zenab membuka tirai yang menampakkan matahari telah bersinar terang.
"Bibi Zenab, maafkan aku tidak membantu membuat sarapan. Aku bangun kesiangan", ucap Erina menyesal.
"Tidak apa-apa sayang. Justru bibi yang harus berterimakasih pada mu beberapa hari ini sudah mengerjakan tugas bibi", jawab Zenab.
"Mulai sekarang tugas mu melayani suamimu saja membuat anak. Dan kamu Theo segera buat istri mu hamil", seloroh Widya tertawa lepas sambil menarik tangan Zenab agar mengikutinya keluar kamar keponakannya.
Baik Erina dan Theo sama-sama bernafas lega setelah pintu tertutup rapat. Namun keduanya masih pada posisi yang sama. Theo memeluk erat tubuh Erina.
"Huhhh... jantungku rasanya mau copot", ujar Erina memejamkan matanya.
"Kau gugup di dekat ku atau gugup karena tante Widya melihat kita seperti ini, hem?".
Suara bariton Theo, Erina rasakan begitu dekat dengannya. Menyadarkan gadis itu. Spontan Erin melepaskan diri dari pelukan Theo, menarik selimut menutupi tubuhnya menuju kamar mandi.
Erina mendengar tawa Theo. "Kenapa akhir-akhir ini dia suka sekali mengganggu ku..."
...***...
Bersambung..
Tinggalkan jejak kalian, komentar yang banyakkkkk 😊