"Jika kamu tidak mau menikah dengan Louis secara suka rela, anggap saja ini sebagai tanda balas budimu karena aku telah membiayai seluruh pengobatan ibumu."
Perkataan Fradella membuat dunia Irene runtuh. Baru saja dia bahagia melihat ibunya bisa berjalan kembali, tapi kini Irene harus ditimpa cobaan lagi.
Menikah bukanlah sesuatu yang mudah. Menyatukan dua insan yang berbeda, dua kepribadian menjadi satu dan saling melengkapi kekurangan masing-masing itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Bagaimana dengan nasib Irene setelah pernikahannya dengan Louis. Pernikahan antara pelayan dan sang presdir, akankah berjalan layaknya pernikahan pada umumnya?
Lalu akankah Louis membukakan hatinya untuk Irene setelah mereka menikah? Ikuti kisah Irene dan Louis disini ya🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon risna afrianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KESIANGAN
Jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi, tapi mata Irene masih juga terjaga. Irene memang akan mengalami insomnia ketika memikirkan hal yang berat, dan kini otaknya bergelut dengan tawaran dari Nyonya Fradella.
"Haruskah aku menerimanya? Atau aku harus mengundurkan diri dari rumah itu?" Irene berfikir dengan keras.
Setelah kata kata itu keluar dari mulutnya dengan lirih, secara tidak sadar mata Irene mulai terpejam. Dia terlelap di sela sela kokokan ayam yang saling bersautan.
"Irene.. Irene," panggil Jing Mi entah untuk yang berapa kali.
"Ya ampun kemana Irene, udah jam 7 belum juga bangun." Jing Mi yang terus berteriak memanggil Irene namun tidak mendapatkan jawaban apapun.
Karena kakinya terasa kaku akhirnya Jing Mi dibantu dengan kaki tiganya menghampiri Irene dikamarnya.
"Ya ampun Irene, kamu belun bangun. Ini sudah jam 7 Irene, cepat bangun." Jing Mi menggoyang goyangkan tubuh Irene agar putrinya itu bangun.
"Kenapa si Bu," ucapnya dengan suara parau khas bangun tidur.
"Kamu tanya kenapa, kamu ngak masuk kerja ini sudah jam 7 Irene." mendengar ucapan sang ibu membuat Irene terkejut dan langsung bangun dari tidurnya.
"Yang benar Bu, sudah jam 7 sekarang?" Tanya Irene yang belum percaya dengan ucapan ibunya.
Tanpa menunggu jawaban dari ibunya, tangan Irene kini sudah sibuk mencari ponselnya.
"Ya Tuhan ini benar jam 7 pagi." tutur Irene saat melihat jam di layar ponselnya.
Dengan cepat Irene turun dari ranjangnya dan berlari ke dalam kamar mandi. Dengan gerakan kilat dia mencuci muka dan menggosok gigi.
"Ibu tunggu di meja makan ya." suara Jing Mi dari luar yang tidak terdengar oleh Irene.
Dengan secepat kilat Irene sudah keluar dari kamar mandi. Diambilnya baju dari lemari dan langsung memakainya. Tanpa memakai make up sedikitpun Irene langsung menuju meja makan dan Jing Mi juga sudah menunggunya disana.
"Makanlah dengan benar jangan seperti itu Irene." tutur sang ibu melihat kelakuan putrinya.
"Ini udah siang Bu, aku ngak mau sampai terlambat nanti." Irene kembali meneguk air minumnya dengan cepat hingga membuat Jing Mi menggelengkan kepala.
"Kemarin kamu berangkat jam 8 ngak apa apa," ucap Jing Mi
"Kemarin akhir pekan Bu, mereka pada dirumah ngak pergi kekantor." jawab Irene.
"Aku berangkat dulu ya Bu." Pamit Irene setelah mencium tangan sang ibu.
"Hati - hati jangan terburu buru." Ucapan Jing Mi yang tidak terdengar oleh Irene karena dia berjalan setengah berlari.
Irene akan berangkat jam 8 pada akhir pekan, dan untuk hari hari biasa dia berangkat jam 7. Karena pada akhir pekan pemilik rumah akan sarapan lebih lambat dari hari biasanya. Dan mereka tak jarang pula akan sarapan diluar terutama Antoni dan istrinya.
Nona Else cenderung lebih suka makan diluar dari pada makan dirumah. Irene tau jika Else memang tidak menyukainya dari awal kedatangannya. Tapi Irene berusaha bersikap acuh karena dia berfikir Nyonyalah yang memperkerjakannya bukan Else.
"Kamu kesiangan Rin?" tanya Sinta saat Irene tiba di dapur.
"Iya tadi malam aku susah banget buat tidur, pas udah mau fajar eh malah ketiduran," jawabnya.
"Emang kamu mikiran apa sampai insom gitu?" tanya Sinta lagi.
"Adalah sesuatu. Udah dulu ya mau masak nih." Tidak mau Sinta menanyainya lagi Irene menuju ke lemari es untuk mengambil bahan bahan yang akan dimasaknya. Sinta yang sedang menyapu terlihat mengamati Irene dengan tatapan sinisnya.
Apa si istimewanya dia sampai mau dinikahin sama Tuan Muda. Batin Sinta yang masih memandangi Irene dengan tatapan tak suka.
Kemarin saat Irene menemui Nyonya Fradella dengan sengaja Sinta mengikutinya. Sinta mendengar seluruh percakapan mereka dari luar ruangan itu.
FLASH BACK ON
"Irene kemana Sin?" tanya Nara.
"Ngak tau tuh. Eh Nar, tolong selesaikan ya aku mau ke toilet nih udah kebelet." Tanpa menunggu jawaban dari Nara, Sinta segera pergi untuk membuntuti Irene.
Sinta menempelkan telinganya ke dinding yang terbuat dari kaca tersebut. Dia beruntung karena seluruh tirai di ruangan tersebut ditutup, jika tidak Sinta tidak akan bisa menjalankan misinya.
Setelah beberapa menit mendengarkan percapakan mereka, pintupun terbuka. Dengan segera Sinta bersembunyi di balik guci besar yang ada di depan ruangan itu.
"Kalau dia tidak ingin penolakan kenapa memberi pilihan." suara Irene yang terdengar samar oleh Sinta.
"Huhft untung ngak ketahuan," guman Sinta saat melihat Irene sudah pergi.
Saat sinta hendak pergi dari sana, pintu akhirnya terbuka lagi dan menampakkan Fradella.
"Loh kamu ngapain disini Sin?" tanya Fradella melihat sinta ada di depan ruang kerjanya.
"Eh itu anu Nyonya makan siangnya sudah siap," jawabnya dengan sangat gugup.
"Iya sebentar lagi saya turun." Jawab Fradella dengan tatapan heran.
"Baik Nyonya permisi." Dengan cepat Sinta menuruni tangga dan membuat Nara yang melihatnya keheranan.
"Sin, katanya tadi ke toilet?" Nara terlihat bingung.
"Iya," jawab Sinta singkat dan langsung menuju ke kamar pelayan.
Sinta sangat marah mendengar percakapan tadi, rasanya dia ingin sekali menyingkirkan Irene dari rumah ini. Dia selama ini berusaha dengan sangat untuk mendapatkan hati Louis. Tapi Irene yang tidak menginginkan laki laki itu justru dijodohkan dengannya oleh Nyonya besar.
"Aku sangat tidak suka dengan dia." gerutu Sinta.
FLASH BACK OFF
Rin, katanya Nyonya minta dibuatkan bubur sama kamu, ucap Cassie kepada Irene.
Oh iya Bi, nanti setelah selesai masak akan aku buatkan. Irene mengiyakan tugas yang disampaikan oleh bi Casie.
Eh Rin, biar aku aja yang bikin buburnya. Nanti kasian Nyonya kelamaan nunggu. Tanpa menunggu persetujuan dari Irene, Sinta menyiapkan bahan bahan yang dibituhkan untuk membuat bubur kesukaan Fradella.
Sin, Nyonya sukanya dikasi brokoli cincang kecil ke buburnya, ucap Irene yang melihat Sinta memasukkan potogan wortel yang dia masukkan ke dalam bubur.
Iya Rin, ini juga mau aku ambil brokolinya. Terlihat di wajah Sinta dia tidak suka dengan saran yang Irene berikan.
Tidak perlu kamu kasih tau, aku lebih berpengalaman disini. Aku lebih mengenal Nyonya, dan aku tidak akan tinggal diam melihatmu lebih disayang oleh Nyonya. Batin Sinta.
Mereka sibuk dengan kompor masing masing. Irene sibuk dengan sopnya dan Sinta sibuk dengan buburnya. Tak beberapa lama, bubur yang Sinta buat sudah mendidih. Dia mengambil bubur itu ke dalam mangkuk dan ia berikan kepada Fradella.
Nyonya, ini saya Sinta, ucap Sinta sebelum masuk ke dalam kamar Fradella.
Iya masuk, jawab Fradella dari dalam.
Ini buburnya Nyonya. Sinta memberikan bubur dia bawa kepada Fradella.
Loh ko kamu yang bawa, kemana Irene? pertanyaan yang dilontarkan Fradella benar benar melukai perasaan Sinta.
Irene sedang sibuk memasak Nyonya, jadi saya yang membuatkan buburnya. Sinta berusaha menahan emosinya.
Oh gitu, yaudah sini biar aku makan selagi hangat. Fradella meraih sendok dari tangan Sinta, dan mulai menyuapkan bubur itu ke dalam mulutnya dengan perlahan.
Saat bubur itu telah masuk ke dalam mulut Fradella, ekspresinya berubah. Matanya memandang Sinta tanpa berkedip, membuat Sinta tersipu malu.
Aku bilang juga apa, aku pasti lebih baik dari Irene. Buktinya Nyonya tercengang bukan dengan rasa bubur buatanku. Pikir Sinta.
Kamu apakan buburnya Sinta? Kenapa bisa pahit begini, dan berapa banyak garam yang kamu masukkan hingga buburnya so salty seperti ini, ucap Fradella setelah dengan susah payah dia menelan bubur yang rasanya tidak karuan itu.
Sinta masih saja diam tak bergeming, dia merasa sangat kesal hingga ingin rasanya dia menumpahkan bubur itu ke wajah Fradella.
Ambilah, coba saja rasakan saja kalau kamu tidak percaya. Dan buang saja bubur ini, mintalah Irene untuk membuatkannya. Fradella kembali merebahkan dirinya di atas tempat tidur.
Dengan perasaan marah, Sinta keluar membawa bubur itu. Benar yang Fradella katakan, buburnya sangat asin dan juga pahit.
Sial, aku gagal mencari perhatiannya justru aku kena marah sama Nyonya. Gerutu Sinta dalam hati.
suka dg kisahnya yg tdk memperdulikan kasta