NovelToon NovelToon
Revano

Revano

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Sari Rusida

"Revano! Papa minta kamu menghadap sekarang!"

Sang empu yang dipanggil namanya masih setia melangkahkan kakinya keluar dari gedung megah bak istana dengan santai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sari Rusida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20

Saat ini Risya dan Dita sudah bersiap untuk pulang kembali ke Surabaya. Mereka berdua sudah berada di bandara, menunggu seseorang yang akan pulang bersamanya malam ini.

"Revano nggak pulang malam ini, Risya. Kamu dan Dita sebaiknya masuk ke dalam pesawat sekarang. Pesawatnya udah mau take-off," ucap Putra sedikit memaksa putrinya itu.

"Dia tadi bilang mau pulang malam ini, Pa. Nggak mungkin Risya sama Dita pulang ke Surabaya berdua, 'kan? Papa tega biarin anaknya pergi nyebrang pulau cuma sama temennya?" Risya berucap kesal.

"Revano masih Papa beri tugas di sini, Risya. Lagian kalian pulang bertiga, orangnya nanti akan ke sini. Kalian masuk aja dulu," ucap Putra, berusaha sabar.

"Tugas Epan itu jagain Risya, Papa. Papa nggak bisa seenaknya merubah Epan ke tugas yang lain dong," ucap Risya kembali, masih kesal.

"Masuk aja dulu, Dek. Nanti orang yang nemenin kalian pulang ke Surabaya ada kok. Nggak usah khawatir," ucap Bagas ikut membujuk Risya.

"Orang itu bukan Epan kan, Bang? Risya nggak mau pulang kalau Epan nggak pulang malam ini," ucap Risya masih keras kepala.

Belum sempat ada yang bersuara membalas ucapan Risya, dari arah belakang terdengar langkah cepat yang berlari ke arah mereka.

"Maaf aku telat. Tadi macet di jalan," ucap Dimas sedikit ngos-ngosan dengan tangan membawa koper.

"Kok kamu?" Risya bertanya, nadanya jelas keberatan.

"Revano udah ngasih tahu kamu kan, Risya? Dimas ini orang yang Papa jodohkan sama kamu," ucap Putra menghembuskan nafas lega, akhirnya Dimas datang.

Risya membuang nafas kesal. "Risya nggak mau pulang kalau Epan nggak pulang juga. Papa nggak bisa gini dong."

"Risya, kamu pergi ke sini dengan alasan tugas kuliah. Tapi itu semua cuma akal-akalan kamu untuk main-main, 'kan? Sekarang Papa minta, kamu pulang ke Surabaya dengan Dimas!" Putra yang sedikit tidak mengontrol ucapannya, berucap tajam.

"Papa egois!" Risya berjalan dengan cepat. Tangan kanannya menarik koper dan tangan satunya lagi menarik tangan Dita.

Dia kesal, emosi. Bukan hanya dengan Papa, tapi juga dengan Revano. Kenapa mereka egois? Mereka membuat keputusan untuk Revano tinggal tanpa pendapat darinya.

Panggilan Putra, Bagas juga Nadia diabaikan oleh Risya. Dengan langkah yang tidak terlalu lebar Risya pergi memasuki pesawat, dengan wajah memerah.

"Dimas bisa bujuk Risya, Om. Om baik-baik aja di sini, Dimas pamit." Setelah berpamitan dengan Putra, Bagas, dan Nadia, Dimas pergi mengikuti langkah Risya yang masih terlihat olehnya.

Putra menghembuskan nafas kesal. "Entah apa yang terjadi dengan Risya. Anak itu, semakin hari semakin keras kepala."

"Biarkan saja. Risya butuh waktu untuk mengenal Dimas." Bukan Bagas ataupun Nadia yang menjawab, tapi seseorang yang keluar dari mobil yang berada tidak jauh dari ketiganya berdiri tadi.

"Revano benar. Sebelum mengenal Revano, Risya juga seperti itu, 'kan?" Bagas menimpali, merangkul pundak Revano, seseorang yang juga melihat wajah marah Risya saat sebelum menaiki pesawat tadi.

"Risya memang seperti itu. Revano, sebaiknya pekerjaan yang saya berikan untukmu segera diselesaikan. Saya khawatir, Risya akan berbuat nekad di Surabaya karena tidak dituruti keinginannya," ucap Putra saat sudah masuk ke dalam mobil yang dikendarai Revano.

"Papa terlalu memanjakannya. Apa-apa dituruti," ucap Bagas menutup percakapan di bandara.

Revano menjalankan mobil dengan kecepatan rata-rata, meninggalkan bandara. Pesawat yang ditumpangi Risya lepas landas saat mobil Revano keluar dari bandara.

***

"Siang ini kita akan bertemu pimpinan perusahaan di Jakarta." Putra memulai sarapan dengan pembahasan pekerjaan.

Pagi ini adalah pagi pertama Risya tidak ikut sarapan di sana, hanya Revano. Pagi ini pula Revano akan membantu Putra dalam menyelesaikan misi dengan perusahaan yang sempat mereka bahas beberapa hari lalu, perusahaan milik Pratama.

"Revano, saya butuh bantuan kamu untuk membuat perusahaan itu membantu perusahaan kita. Pastikan perusahaan itu bersedia memberikan modal untuk kita, agar kita bisa balas dendam dengan perusahaan Pratama," ucap Putra dengan suara yang menggebu-gebu.

Mendengar nama itu membuat Revano tidak konsentrasi. Ia takut, Pratama yang mereka maksud adalah Papanya. Ia takut, kalau benar itu Papanya, ia akan dipaksa ikut pulang bersamanya.

Revano mengangguk, berucap pendek, "Saya akan berusaha."

***

Di waktu yang sama, kota yang sama, tempat yang berjarak hitungan kilometer, tengah berdiskusi beberapa orang di ruangan khusus.

"Kita butuh tanda tangan ahli waris untuk rencana ini, Tuan," laki-laki berjas formal itu bersuara, mengeluarkan pendapat.

"Biar saya tanda tangani, saya adalah ahli waris sesungguhnya," ucap lelaki lain dengan suara berwibawa, tegas.

"Di sini dituliskan, ahli waris yang sah adalah Tuan Muda Revano Adi Pratama. Kita membutuhkan tanda tangan beliau," ucap lelaki tadi.

Dua laki-laki lainnya saling bertatapan, bingung.

"Bang Revano ahli waris perusahaan Kakek, Pa? Bukannya Papa?" Reno, lelaki itu bertanya pada seseorang yang tengah bersitatap dengannya, Tama.

Tama menghembuskan nafas kesal, dia tidak tahu untuk itu. Dia kira, orangtuanya mewariskan perusahaan itu untuknya, bukan anaknya.

"Kenapa harus membutuhkan tanda tangan ahli waris segala? Hanya mengeluarkan uang perusahaan, apa itu susah?" Tama bertanya, kesal. Namun, masih terlihat berwibawa.

"Perusahaan ini membutuhkan tanda tangan pemilik sah untuk mengeluarkan uang sebesar ini, Tuan. Apalagi dengan bunga yang sebelumnya belum pernah diberlakukan di perusahaan ini dulunya," orang berjas formal itu kembali bersuara tegas.

"Aku percayakan perusahaan Papaku padamu, orang kepercayaan beliau. Kau tidak pernah mengeluarkan uang sebesar ini sebelumnya?" Tama kembali bersuara.

Orang itu menggeleng. "Setelah Tuan Riswan meninggal, perusahaan tidak pernah mengeluarkan bunga sebesar ini, Tuan. Bahkan, kami akan dengan senang hati membantu tanpa melibatkan bunga."

Pembicaraan berakhir, tanpa kesimpulan yang jelas.

"Rencana ini bisa gagal!"

***

Di siang yang terik di sebuah restoran mewah, Revano baru saja menyelesaikan tugas yang diberikan Putra. Setelah menjabat tangan seseorang yang akhirnya ingin membantu perusahaan Putra, Revano kembali duduk.

Dia mengirimkan pesan pada Putra, bahwa ia sudah berhasil. Setelah ini ia akan kembali ke Surabaya, menjalankan tugasnya yang sesungguhnya.

"Selamat siang, Bang Van."

Suara itu, tidak asing bagi Revano. Bang Van adalah panggilan untuk Revano dari adik-adiknya.

Revano mendongak, melihat seseorang yang memanggilnya tadi. Lidah Revano terasa tercekat. Dia hampir terjatuh dari kursinya andai kata tidak mampu menyeimbangkan duduknga.

Dua orang di depan Revano tersenyum lebar, bangga karena sudah mengejutkan Revano.

"Tiga minggu tidak bertemu, Papa rindu denganmu, Revano."

•••

Bersambung

1
Roxanne MA
keren thor aku suka
Roxanne MA
lucu banget jadi cemburuan gini
Roxanne MA
bagus banget ceritanya ka
Nami/Namiko
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
Gohan
Bikin baper, deh!
Pacar_piliks
iihh suka sama narasi yang diselipin humor kayak gini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!