NovelToon NovelToon
Kejamnya Mertuaku

Kejamnya Mertuaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mira j

Anjani, gadis manis dari kampung, menikah dengan Adrian karena cinta. Mereka tampak serasi, tetapi setelah menikah, Anjani sadar bahwa cinta saja tidak cukup. Adrian terlalu penurut pada ibunya, Bu Rina, dan adiknya, Dita. Anjani diperlakukan seperti pembantu di rumah sendiri. Semua pekerjaan rumah ia kerjakan, tanpa bantuan, tanpa penghargaan.

Hari-harinya penuh tekanan. Namun Anjani bertahan karena cintanya pada Adrian—sampai sebuah kecelakaan merenggut janin yang dikandungnya. Dalam keadaan hancur, Anjani memilih pergi. Ia kabur, meninggalkan rumah yang tak lagi bisa disebut "rumah".

Di sinilah cerita sesungguhnya dimulai. Identitas asli Anjani mulai terungkap. Ternyata, ia bukan gadis kampung biasa. Ada darah bangsawan dan warisan besar yang tersembunyi di balik kesederhanaannya. Kini, Anjani kembali—bukan sebagai istri yang tertindas, tapi sebagai wanita kuat yang akan menampar balik mertua dan iparnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira j, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 9

Anjani melangkah mengikuti William, meskipun dalam hatinya masih berdebar setelah hinaan yang diterimanya tadi. Dia masih merasa canggung berada di lingkungan megah seperti ini, terutama setelah perlakuan kasar dari satpam di depan.

William berjalan tanpa banyak bicara, tetapi langkahnya tegas. Anjani mempercepat langkahnya agar tidak tertinggal. Saat mereka memasuki lobi gedung, beberapa karyawan melirik ke arah mereka dengan tatapan penasaran.

Di tengah perjalanan menuju lift, Wiliam tiba-tiba berhenti. Dia menoleh sekilas ke Anjani sebelum berbicara, "Kau benar-benar ingin bekerja di sini?"

Anjani menatap pria itu dengan sedikit ragu, tetapi akhirnya mengangguk. "Ya, saya ingin bekerja."

William mengamati ekspresi Anjani sejenak sebelum akhirnya berkata, "Baik. Aku ingin melihat sendiri apakah kau memang layak atau hanya sekadar nekat."

Anjani mengerutkan kening. "Apa maksud Anda?"

Wiliam tidak menjawab langsung. Ia kembali berjalan, kali ini menuju meja resepsionis. "Panggil bagian HRD. Katakan aku ingin ada wawancara mendadak untuk calon pegawai baru."

Resepsionis yang mendengar perintah itu langsung mengangguk dan segera menghubungi pihak terkait.

Anjani terkejut. "Tapi… apakah harus sekarang ?."

William menatapnya sekilas. "Kau ingin bekerja di sini, bukan? Maka buktikan kalau kau pantas. Jika tidak, sebaiknya lupakan saja."

Anjani menggenggam tangannya erat. Ia sadar bahwa ini kesempatan langka. Tidak peduli bagaimana caranya, ia harus membuktikan dirinya.

Anjani mengangguk mantap, meskipun dalam hatinya ada sedikit kegelisahan. William memperhatikannya tanpa ekspresi, mencoba menilai seberapa kuat tekad wanita ini.

Tak butuh waktu lama, seorang staf HRD datang menghampiri mereka. William memberi isyarat agar Anjani mengikutinya ke ruang wawancara.

"Silakan ikut saya, Bu," ujar staf HRD dengan sopan.

Anjani melangkah masuk ke dalam ruangan, sementara Wiliam tetap di luar, menyilangkan tangan di dadanya. Ia sengaja tidak ikut masuk, ingin melihat apakah Anjani bisa menghadapi situasi ini sendiri.

Di dalam, pewawancara menatap Anjani dari balik meja. "Baik, bisa perkenalkan diri Anda?dan mana CV anda ? 

Anjani menarik napas, berusaha tetap tenang. " Nama saya Anjani. Saya ingin melamar pekerjaan di perusahaan ini."

Pewawancara mengamati Anjani sekilas. "Anda tidak membawa surat lamaran dan CV?"

Anjani sedikit terdiam.kemudian ia memberikan berkas yang sempat dia ft kopi tadi sebelum masuk ke perusahaan.

Melihat raut wajah ragu-ragu Anjani, pewawancara melanjutkan, "Kami di Megantara Grup tidak sembarangan merekrut karyawan. Apa alasan kami harus mempertimbangkan Anda?"

Anjani menegakkan punggungnya. "Ini CV saya, tapi saya punya tekad dan kemauan untuk belajar. Saya siap bekerja keras."

Pewawancara menatapnya lama, kemudian tersenyum tipis. "Baiklah, kita lihat seberapa besar tekad Anda. Kami akan memberi Anda satu tugas kecil. Jika Anda bisa menyelesaikannya, maka kami akan mempertimbangkan Anda untuk tahap berikutnya."

Anjani menelan ludah. "Apa tugasnya?"

Di luar ruangan, William yang masih berdiri di dekat pintu mendengar percakapan itu. Sudut bibirnya sedikit terangkat. Kita lihat seberapa jauh kau bisa bertahan, Anjani.

Bagian HRD dengan profesional memberikan tes kepada Anjani. Tugasnya tampak sederhana, tetapi membutuhkan ketelitian dan pemikiran cepat.

“Silahkan isi lembar soal ini dalam waktu 30 menit,” ujar pewawancara sambil menyerahkan beberapa lembar kertas.

Anjani menatap soal-soal itu. Beberapa cukup mudah, tapi ada juga yang membuatnya berpikir lebih lama. Ia menggenggam pensil dengan erat, berusaha fokus dan menyelesaikan setiap pertanyaan dengan sebaik mungkin.

Waktu berlalu, dan saat 30 menit berakhir, ia menyerahkan kembali lembar jawabannya. HRD menatapnya sejenak sebelum mulai memeriksa.

Williampp, yang masih berada di luar, melirik ke arah ruangan melalui celah pintu yang sedikit terbuka. Ia melihat bagaimana ekspresi Anjani tetap tenang meski jelas ada sedikit ketegangan di wajahnya.

Setelah beberapa menit, staf HRD mengangguk. "Hasilnya cukup baik. Ada beberapa kesalahan, tapi secara keseluruhan, Anda menunjukkan pemahaman yang cukup baik."

Anjani menarik napas lega.

“Kami akan mempertimbangkan hasil ini dan menghubungi Anda, silahkan menunggu hasil nya di ruang tunggu ” lanjut HRD dengan nada formal.

Anjani mengangguk sopan. "Terima kasih atas kesempatannya."

Saat ia melangkah keluar ruangan, ia melihat Wiliam masih berdiri di sana. Tatapan pria itu sulit ditebak, tetapi ada sedikit ketertarikan dalam caranya menatap Anjani.

“Bagaimana?” tanya William santai.

Anjani menghembuskan napas. "Aku sudah melakukan yang terbaik."

William tersenyum tipis. "Bagus. Kita lihat apakah mereka benar-benar mempertimbangkanmu."

Anjani tidak menjawab, hanya menatap lurus ke depan. Ia tahu ini baru langkah awal, dan perjalanan mencari pekerjaan masih panjang.

Anjani sedikit terkejut dengan reaksi Wiliam. Senyum misterius pria itu membuatnya semakin penasaran.

"Jadi... Anda bekerja di sini?" tanyanya sekali lagi, kali ini dengan sedikit ragu.

William menyelipkan tangannya ke saku celana, menatapnya dengan ekspresi santai. "Menurutmu bagaimana, Nona?"

Anjani mengerutkan kening. Jawaban itu sama sekali tidak membantunya. Ia mengamati William dari ujung kepala hingga kaki—penampilannya begitu rapi dan berkelas, sangat berbeda dari karyawan biasa.

"Kalau melihat cara Anda berbicara dan sikap Anda tadi, sepertinya Anda bukan karyawan biasa," gumam Anjani pelan.

William mengangkat alis, tampak terhibur. "Menarik. Jadi, menurutmu aku siapa?"

Anjani mulai merasa malu. Kenapa pria ini malah balik bertanya padanya?

“Saya tidak tahu,” jawabnya akhirnya, menghindari tatapan William.

Pria itu terkekeh pelan. "Baiklah. Kalau begitu, anggap saja aku seseorang yang cukup berpengaruh di tempat ini."

Anjani menatapnya curiga. Jawaban Wiliam tetap saja menggantung. Namun, ia memilih untuk tidak bertanya lebih jauh.

"Kalau begitu, terima kasih atas bantuannya tadi," kata Anjani, sedikit menundukkan kepala sebagai tanda hormat.

William hanya mengangguk. "Aku ingin melihat sejauh mana kau bisa bertahan, Anjani."

Kata-kata itu terdengar aneh di telinga Anjani, tetapi sebelum ia bisa menanyakannya, William sudah melangkah pergi dengan tenang, meninggalkannya dalam kebingungan.

Di ruang tunggu, Anjani menggenggam erat dokumen yang ia bawa. Rasa cemas menyelimuti hatinya. Ia tahu dirinya tidak punya pengalaman kerja di perusahaan besar, apalagi posisi yang ia lamar cukup tinggi. Namun, ia tetap berharap ada keajaiban yang berpihak padanya.

Sementara itu, di lantai atas, Wiliam memasuki ruang kerjanya dengan langkah tenang. Ia duduk di kursinya dan segera menghubungi bagian HRD.

"Terima Anjani sebagai asisten sekretaris saya," katanya tanpa basa-basi.

Orang di seberang telepon terdengar ragu. "Tapi, Pak Wiliam... hasil tesnya belum—"

"Aku sudah melihatnya sendiri," potong William tegas. "Aku ingin dia bekerja di bawahku. Pastikan dia mulai besok."

Tak ada yang berani membantah perintah William. Dalam waktu singkat, surat keputusan pun dikeluarkan.

Di ruang tunggu, seorang staf HRD mendekati Anjani dengan membawa dokumen di tangannya.

"Selamat, Nona Anjani. Anda diterima bekerja di Megatara Group sebagai asisten sekretaris," katanya dengan senyum profesional.

Mata Anjani melebar kaget. "Saya... diterima?"

"Ya. Anda bisa mulai bekerja besok pagi."

Anjani masih sulit percaya. Ini terlalu cepat dan tidak terduga. Ia tidak menyadari bahwa seseorang diam-diam telah mengatur semuanya untuknya.

Anjani melangkah keluar dari gedung Megantara Group dengan perasaan campur aduk. Ia masih belum percaya bahwa ia diterima bekerja di perusahaan sebesar ini. Dalam hati, ia bersyukur atas kesempatan yang diberikan dan bertekad untuk membuktikan kemampuannya.

Ia menghela napas panjang, lalu melihat sekeliling. Baru ia sadar bahwa tadi ia datang ke sini dengan diantar Adrian, dan sekarang ia harus mencari cara untuk pulang sendiri.

Sambil berjalan menuju halte terdekat, pikirannya terus dipenuhi berbagai rencana. Ia harus menyiapkan pakaian yang pantas untuk bekerja, memastikan pekerjaan rumah tetap bersih, dan yang paling penting—menghadapi reaksi mertuanya.

Ia tersenyum kecil. Bu Rina pasti tidak akan senang mendengar kabar ini. Tapi kali ini, Anjani tidak peduli. Baginya, ini adalah langkah awal untuk mendapatkan kembali harga dirinya.

Setelah menaiki bus dan tiba di mal terdekat, Anjani segera menuju bagian pakaian kerja. Ia menyusuri deretan rak dengan penuh pertimbangan. Ia ingin tampil profesional di hari pertamanya, tapi juga tidak ingin terlalu mencolok.

Saat sedang memilih-milih, ia mendengar suara familiar. "Eh, bukannya ini menantu Bu Rina?" suara sinis itu berasal dari seorang wanita yang sedang berbelanja dengan temannya.

Anjani menoleh dan melihat Bu Mira, tetangga yang sering ikut arisan bersama mertuanya. Wanita itu menatapnya dari ujung kepala hingga kaki, lalu tersenyum miring. "Wah, akhirnya belanja juga? Dapat uang dari mana? Jangan-jangan masih minta suami?"

Temannya ikut tertawa kecil. "Iya, katanya di rumah aja, sekarang malah belanja. Udah nggak malu nebeng terus sama Bu Rina?"

Anjani mengeratkan genggaman tangannya. Ia tahu, jika ia melawan, pasti kabar miring akan semakin menyebar. Tapi jika diam, harga dirinya akan diinjak-injak. Dengan nafas teratur, ia menatap mereka tajam dan tersenyum tipis.

"Saya beli pakai uang saya sendiri. Besok saya mulai kerja," jawabnya tenang, tapi penuh tekanan.

Ekspresi Bu Mira berubah. "Kerja? Di mana?" tanyanya tak percaya.

"Di Megatara Group," jawab Anjani mantap.

Wajah mereka seketika memucat. Anjani tidak menunggu respons mereka lebih lama. Ia berbalik, mengambil beberapa pakaian yang ia perlukan, lalu berjalan menuju kasir dengan kepala tegak.

Hari ini, untuk pertama kalinya, ia merasa menang.

Bu Rina duduk dengan angkuh di ruang tamu rumah temannya, Bu Lestari, yang terkenal suka memberikan pinjaman dengan bunga tinggi. Di atas meja, ada selembar surat perjanjian dan sebuah map berisikan barang  yang menjadi jaminan pinjamannya.

Bu Lestari tersenyum tipis, menatap Bu Rina dengan tatapan tajam. "Jadi, kamu benar-benar butuh uang segini besar, Rina?"

Bu Rina mengangkat dagunya. "Tentu saja. Aku tidak akan datang ke sini kalau tidak butuh. Lagipula, uang ini akan segera kembali padaku berkali-kali lipat setelah investasi itu berjalan," ucapnya penuh percaya diri.

Bu Lestari tertawa kecil. "Investasi, ya? Hati-hati, jangan sampai tertipu. Aku sudah sering dengar orang tergiur keuntungan besar, tapi ujung-ujungnya uangnya lenyap."

Bu Rina mendengus, merasa tersinggung. "Aku tahu apa yang kulakukan. Kau tak perlu khawatir."

Tanpa ragu, ia mengambil pulpen dan membubuhkan tanda tangannya di atas surat perjanjian tanpa membaca detailnya. Baginya, yang terpenting adalah uangnya cair secepat mungkin.

Bu Lestari menatap Bu Rina dengan ekspresi puas. "Baiklah, uangnya akan segera aku transfer ke rekening kamu. Tapi ingat, Rina, jangan sampai telat membayar cicilannya. Aku tak mau dengar alasan apapun nanti."

Bu Rina tersenyum sinis. "Tenang saja. Aku pasti bisa membayarnya."

Setelah menerima bukti transfer, Bu Rina berdiri dan merapikan tasnya. Dengan penuh kemenangan, ia melangkah keluar, merasa langkahnya semakin ringan. Dalam pikirannya, uang ini akan membawanya ke kehidupan yang lebih mewah.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Arsyi Aisyah
Ya Silahkan ambillah semua Krn masa lalu Anjani tdk ada hal yang membahagiakan kecuali penderitaan jdi ambil semua'x
Arsyi Aisyah
katanya akan pergi klu udh keguguran ini mlh apa BKIN jengkel tdk ada berubahnya
Linda Semisemi
greget ihhh.... kok diem aja ya diremehkan oleh suami dan keluarganya....
hrs berani lawan lahhh
Heni Setianingsih
Luar biasa
Petir Luhur
seru banget
Petir Luhur
lanjut.. seru
Petir Luhur
lanjut kan
Petir Luhur
lanjut thor
Petir Luhur
bagus bikin geregetan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!