NovelToon NovelToon
SEKRETARIS INCARAN

SEKRETARIS INCARAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Selingkuh / Persahabatan
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Noona Rara

Febi adalah gadis cerdas dan menawan, dengan tinggi semampai, kulit seputih susu dan aura yang memikat siapa pun yang melihatnya. Lahir dari keluarga sederhana, ayahnya hanya pegawai kecil di sebuah perusahaan dan ibunya ibu rumah tangga penuh kasih. Febi tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri. Ia sangat dekat dengan adik perempuannya, Vania, siswi kelas 3 SMA yang dikenal blak-blakan namun sangat protektif terhadap keluarganya.
Setelah diterima bekerja sebagai staf pemasaran di perusahaan besar di Jakarta, hidup Febi tampak mulai berada di jalur yang cerah. Apalagi ia telah bertunangan dengan Roni, manajer muda dari perusahaan lain, yang telah bersamanya selama dua tahun. Roni jatuh hati pada kombinasi kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Febi. Sayangnya, cinta mereka tak mendapat restu dari Bu Wina, ibu Roni yang merasa keluarga Febi tidak sepadan secara status dan materi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noona Rara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

NAIK JABATAN

Siang harinya, Febi sudah menunggu di ruang tunggu ruangannya, duduk kaku dengan tangan yang terus-menerus mengusap rok panjangnya yang terlihat kusut. Ia bahkan sempat mengecek pantulan wajahnya di layar ponsel. Rambut yang hanya dikuncir seadanya dan make-up tipis yang hampir luntur, ia tahu dirinya jauh dari citra seorang sekretaris CEO.

Tak lama kemudian, seorang pria tinggi dengan wajah serius mendekat. Mengenakan kemeja putih rapi, celana hitam, dan kacamata bulat tipis. Pria itu berhenti tepat di depan Febi.

"Kamu Febi?"

Febi segera berdiri. "Iya, saya Febi Pak."

"Saya Toni, asisten pribadi Pak Arkan. Mulai sekarang kamu ikut saya, kita mulai dari penyesuaian tugas dulu." Ia menatap Febi dari ujung kepala sampai kaki, lalu mengerutkan dahi. "Tapi... penampilan kamu..."

Febi menatap bingung. "Kenapa ya, Pak?"

Toni memutar bola matanya pelan. "Kamu sekarang sekretaris CEO, bukan staf magang. Besok, rambut disisir rapi, make-up lebih segar, baju jangan seperti mau ngaji sore. Sepatu juga... pakai heels kecil, bukan flat buluk begini. Mengerti?"

Febi mengangguk malu-malu, pipinya mulai memerah. "Baik, Pak Toni."

"Ayo, CEO kita paling anti menunggu."

Febi mengikuti Toni ke lantai atas, ke ruang kerja CEO. Hatinya berdebar lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya.

Sesampainya di depan pintu, Toni berkata, "Kalau nanti dia mendadak nyebelin, jangan panik. Tapi jangan senyum-senyum juga, kamu harus tetap tegas."

Febi mengangguk, walau tak sepenuhnya paham maksud Toni.

Pintu dibuka.

Di dalam ruangan yang luas dan berkelas, berdiri sosok pria dengan jas hitam elegan, berdiri membelakangi mereka sambil menatap jendela besar. Saat suara pintu terdengar, ia berbalik perlahan.

Pak Arkan.

CEO yang wajahnya selama ini beberapa kali ia lihat di kantor dan hotel dan lihat dari foto di website PT Fortune. Tapi melihat langsung dari dekat, Febi seperti melihat model majalah—tinggi, karismatik, dan... menakutkan.

"Ini sekretaris baruku?" Suara Arkan rendah tapi tegas, dengan nada datar.

"Iya, Pak. Febia Putri." Toni memberi isyarat agar Febi maju.

Febi melangkah gugup. "Selamat siang, Pak Arkan. Saya Febi, terima kasih atas kepercayaannya."

Arkan menyipitkan mata, menatap Febi dari ujung kepala sampai kaki. "Kamu belum kelihatan seperti sekretarisku."

Febi membeku. Astaga, bahkan bosnya juga bilang begitu?!

"Tapi..." lanjut Arkan, sambil berjalan pelan mendekati meja. "Saya penasaran, berapa lama kamu bisa bertahan."

Febi mengangkat dagunya sedikit. "Selama Bapak belum memecat saya, saya akan bertahan."

Toni menahan senyum di belakang.

Arkan mengangkat alis. "Jawaban bagus."

Tiba-tiba ia mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya lebih pelan tapi terdengar jelas. "Kamu tahu bedanya sekretaris dengan staf biasa?"

Febi menggeleng.

"Sekretaris itu bukan hanya membantu pekerjaan, tapi menjaga ritme hidup CEO. Termasuk... mengingatkan jam makan, jadwal rapat, dan... memperingatkan kalau dasinya miring."

Febi tersentak. Matanya langsung melirik dasi Arkan. Benar saja, sedikit miring ke kiri.

Ia mendekat ragu. "I-i-iya, Pak. Kalau boleh, saya bantu luruskan..."

"Silakan," jawab Arkan, seolah sengaja memancing reaksi Febi.

Dengan tangan gemetar, Febi menyentuh dasi itu. Tapi karena gugup, jarinya malah tersangkut di kancing kemeja Arkan.

"Aw!" seru Febi panik. "Maaf, Pak! Saya nggak sengaja!"

Arkan tertawa kecil. Tawanya dalam dan mengejutkan. "Kalau semua kesalahanmu seseru ini, mungkin aku bisa toleransi banyak."

Febi menatapnya, kaget.

Di belakang, Toni sudah menggeleng-geleng sambil mencatat sesuatu di iPad-nya. "Catatan hari ini: CEO tertawa karena sekretaris gagal meluruskan dasi. Sejarah baru."

Febi makin malu dan ingin menghilang saat itu juga. Tapi entah kenapa, senyum tipis Arkan membuatnya merasa... sedikit lebih nyaman. Mungkin sedikit.

Atau malah... terlalu nyaman?

  "APA?! KAKAKKU JADI SEKRETARIS CEO?!"

Vania berteriak sekencang itu sampai ayam peliharaan tetangga lari terbirit-birit. Ia yang tadinya sedang menyapu teras langsung melempar sapunya ke udara, lalu berlari ke dalam rumah seperti kesurupan.

"Bu! Bu! Kak Febi diangkat jadi sekretaris bos besarnya itu!" Ia menghampiri ibunya yang sedang memilah-milah bumbu dapur. "Yang CEO tinggi besar, yang bikin aku deg-degan setiap lihat fotonya di majalah ekonomi! Itu lho, Bu! Astaga! Astaga!"

Bu Anita menoleh pelan. "Iya, Vania, kamu sudah bilang itu dari tadi tiga kali, nggak perlu tiap kali pake salto segala."

Tapi Vania tak peduli. Ia naik ke kursi, berpose ala selebgram. "Ini prestasi! Kak Febi bukan kaleng-kaleng, bukan staf receh lagi! Dia sekarang sekretaris... SEKRETARIS CEO! Itu ibarat tangan kanan bos! Kalau tangan kiri pegang pulpen, yang kanan pegang... eh, ya pokoknya penting banget!"

"Hati-hati jatuh, Nia!" teriak Bu Anita, buru-buru menurunkan anaknya dari kursi.

"Bu, besok aku mau ikut ke kantor Kak Febi. Aku mau foto di depan gedungnya, upload story: 'Big sis, big job. #BanggaBanget'"

Bu Anita cuma menepuk jidat. "Kalau kamu ngikut terus, nanti dikira kamu sekretaris bayangan."

**

Vania dan Bu Anita mampir ke warung Padang di dekat toko sembako. Mereka duduk menikmati rendang dan sayur nangka, hingga suara cempreng yang sangat familiar menyapa dari belakang.

"Oh... ternyata benar ya. Orang-orang biasa juga bisa makan di sini sekarang."

Vania menoleh. Dan benar saja. Bu Sekar, ibunya Roni muncul dengan blus merah menyala dan tas tangan yang tampaknya lebih mahal dari sepeda motor tetangga.

Bu Anita hanya tersenyum sopan. "Iya Bu, lagi lapar. Makan di sini memang enak."

"Tapi saya heran... anaknya kan cuma staf biasa di kantor. Bisa juga ya makan warung Padang, padahal mahal lho rendang di sini." Bu Sekar mengaduk-aduk sendoknya dengan mimik sinis.

Vania meletakkan sendoknya pelan, lalu menoleh dengan senyum lebar.

"Eh, Bu... maaf ya, harus diluruskan. Kakakku udah bukan staf biasa lagi. Sekarang dia sekretaris CEO. CEO besar malah. Yang kantornya segede gedung DPR, yang ruangannya ada pemandangan langit Jakarta."

Bu Sekar tertawa keras. "Hahaha! Mimpi di siang bolong! Keluarga kalian mana mungkin naik kelas. Makan rendang aja udah gaya, apalagi jadi sekretaris CEO. Plis deh."

Vania tetap tersenyum manis. "Iya Bu, kadang kenyataan memang susah diterima. Apalagi kalau mulutnya hobi ngomong kasar tapi hatinya iri."

"Ooo... kamu ngajarin saya sekarang?" Bu Sekar mulai berdiri, wajahnya memerah. Tapi sebelum tambah panjang, Bu Anita menarik pelan lengan Vania.

"Sudah, Nak. Nggak usah diladeni. Orang lapar itu harus kenyang dulu baru bisa mikir jernih."

Bu Sekar mendengus keras. "Huh, dasar keluarga rendah. Pantas aja mulutnya seenaknya!"

Ia berbalik pergi menuju toko sembako milik suaminya sambil tetap ngomel.

"Sekretaris CEO, katanya! Huh! CEO-nya pasti buta kalau milih staf kayak gitu! Dasar mimpi di siang bolong!"

Para karyawan toko yang sedang menata kardus hanya saling melirik, lalu serempak menggeleng.

"Datang-datang bawa badai lagi," bisik salah satu dari mereka.

"Yakin bukan badai, Bang... ini mah topan."

1
Andriyani Lina
namanya juga suka Febu, ya gitu2 kelakuan bos kalau mau dekat2 sama karyawan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!