Impian setiap wanita adalah menikah dengan pria yang mencintai dan dicintainya. Namun takdir berkata lain untuk Azura, gadis cantik yang terpaksa menikah dengan pria pengidap gangguan jiwa demi kepentingan keluarga tirinya.
Meski sang ayah masih hidup, hidup Azura sepenuhnya digenggam oleh ibu tiri yang licik dan kejam. Akankah Azura mampu bertahan dalam pernikahan yang tak diinginkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 23 - Pelukanmu terlalu kuat
Kini, Azura berdiri di depan cermin kamar mandi dengan mengenakan jubah tidur bersih dan wajah yang tampak lebih segar.
Sambil menatap pantulan dirinya sendiri ia berkata, "Aku tidak boleh menyesal. Ini pilihanku. Aku akan menjalani semuanya dengan hati terbuka.”
Satu anggukan kecil cukup sebagai isyarat jika tekadnya itu sangat bulat. Lalu, ia pun membuka pintu dan kembali masuk ke kamar.
Namun langkahnya seketika terhenti saat melihat ranjang yang kosong.
“Hah? Ke mana dia?,” gumam Azura seraya menatap bantal yang sudah tidak lagi terisi.
Ia menoleh ke sekitar untuk mencari kemungkinan jika Rangga berada di balkon, dekat lemari, atau mungkin di pojok ruangan. Tapi tidak ada.
“Padahal tadi dia masih tidur di sini…” gumamnya lagi sambil mengerutkan kening dan melangkah dengan perlahan. “Mungkin dia sudah keluar. Atau ke taman lagi?,” lanjutnya.
Merasa aman karena sendirian, Azura pun membuka lemari dan mulai mengganti bajunya.
Ia memilih gaun yang simpel berwarna lembut, kemudian mulai mengenakannya. Begitu tiba di bagian belakang, Azura sedikit kesulitan saat menarik resleting punggungnya.
"Aduh, kenapa susah?."
Ia sedikit mengeluh sambil mencoba meraih ke belakang dengan jari-jarinya yang berusaha menggenggam kepala resleting itu.
Tapi belum sempat menariknya...
“Akh!”
Tubuh Azura spontan mundur satu langkah saat mendadak terasa ada sosok di belakangnya.
“Rangga?!,” pekiknya terkejut yang nyaris berbisik sambil menahan napas.
Azura menoleh dengan cepat dan mendapati Rangga sedang berdiri tepat di belakangnya.
Wajah pria itu masih datar, tapi matanya menatapnya... tajam dan fokus. Tidak ada suara dari kakinya tadi, seolah ia muncul begitu saja dari udara.
“Kau... kau membuatku kaget,” ucap Azura sambil menarik kain baju di bagian depan untuk menutupi dadanya yang sedikit terbuka.
Namun, Rangga tidak menjawab. Ia hanya mengulurkan tangan... dan dengan gerakan tenang, ia menarik resleting gaun Azura perlahan ke atas.
Gerakan itu halus, bahkan jemarinya sempat menyentuh kulit punggung Azura sekilas sehingga membuat gadis itu merinding tanpa bisa menolak.
“Aku...” Azura membuka mulutnya, tapi tidak tahu harus mengatakan apa.
Sementara Rangga masih saja diam. Tapi setelah menutup resleting itu sempurna, ia menunduk sedikit dan berkata pelan ke telinga Azura, "Sekarang... sudah rapi.”
Hanya itu. Kemudian Rangga berjalan perlahan melewati Azura yang terpaku dengan wajah yang merah padam dan dengan jantung yang berdegup begitu kencang.
“Apa... barusan itu nyata? Dia... bahkan tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Tapi kenapa aku...” batin Azura.
**
Azura masih berdiri terpaku di dekat cermin, tubuhnya masih menegang karena kejadian barusan, dimana Rangga yang tiba-tiba menolongnya menarik resleting yang sukses membuat jantungnya berdebar.
Ia mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih belum stabil. Namun baru saja hendak duduk di tepi ranjang...
Tok tok tok!!
Ketukan itu membuyarkan suasana di kamar. Pelan, tapi cukup kuat untuk membuat Azura menoleh refleks ke arah pintu.
“Siapa?,” tanyanya, namun belum sempat melangkah untuk membuka pintu, tiba-tiba...
BRUK!
Tubuh Rangga kembali muncul dari balik pintu lemari dan memeluk Azura dari belakang dengan kuat.
“TIDAK!! Jangan biarkan mereka masuk!! Jangan biarkan mereka menyuntikku lagi!! Mereka akan membawaku!!.”
Suara Rangga terdengar nyaring dan panik. Nafasnya memburu dan tubuhnya gemetar seperti anak kecil yang melihat mimpi buruk. Matanya liar, bergerak ke segala arah, seolah ketakutan akan sosok-sosok yang tak terlihat.
Azura terkesiap. Tubuhnya tertarik ke belakang oleh pelukan Rangga yang tiba-tiba begitu erat.
“Rangga, ini aku. Ini aku… tenanglah…” bisik Azura. "Tidak ada yang akan membawamu…” lanjutnya dengan suara yang selembut mungkin.
Namun Rangga tidak mendengar. Ketakutannya sudah menguasai seluruh pikirannya.
“JANGAN!! Aku tidak mau... aku tidak mau... JANGAN!! Mereka akan menyuntikku lagi!!."
“Argh!” Azura sedikit meringis saat Rangga mencengkeram bahunya terlalu kuat dengan pelukannya yang semakin erat sehingga menekan tubuhnya.
Dalam posisi yang sedekat itu, Azura bisa merasakan jantung Rangga berdetak sangat cepat dengan tubuh yang gemetar. Tapi ia juga mulai merasakan sakit di bahunya.
“Rangga... tolong... pelukannya terlalu kuat… kamu menyakitiku…” ucap Azura.
Kalimat itu menyentak Rangga sedikit. Matanya berkedip cepat, dan tangannya perlahan mengendur. “Sakit…?,” gumamnya seperti anak kecil yang merasa bersalah.
Rangga lalu melonggarkan pelukannya dan akhirnya menjauhkan tubuhnya seraya menatap Azura dengan ekspresi bersalah dan bingung.
“Maaf... aku tidak ingin mereka datang… aku takut... Aku…”gumamnya sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
“Rangga, tidak ada yang akan menyakitimu. Selama aku di sini... aku tidak akan membiarkan mereka membawamu begitu saja.”
Rangga menatap Azura dengan sorot seperti manusia yang mencari pegangan.
Namun ketukan di pintu kembali terdengar.
Tok tok tok!
BERSAMBUNG...
tambah lagi doooooooong