Harusnya, Ziva menghabiskan malam pertamanya itu dengan sang suami. Namun, saking mabuknya, ia malah masuk ke kamar mertuanya dan membuatnya tidur di ranjang yang salah.
Apa yang akan terjadi pada Ziva dan mertuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurma_98, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demam
Tepatnya pada pukul 13:00 siang. Victor berpamitan untuk pergi keluar sebentar. Bukan tanpa alasan, ia pergi untuk membeli obat karena sang isteri tiba-tiba demam.
"Jangan lama-lama!" Ujar Ziva, merengek manja.
Victor mengangguk pelan sebelum menjawab. "Ya, aku akan langsung pulang setelah membeli obat."
Tak lama kemudian, Victor pun beranjak dari duduknya lalu melangkahkan kakinya keluar kamar. Ziva pun hanya terbaring lemas dan demamnya pun semakin tinggi.
Setelah perginya Victor, Ziva memejamkan matanya mencoba beristirahat sejenak. Tubuh wanita itu tiba-tiba menggigil dan wajahnya pun berubah pucat pasi.
Ceklek
"Ziva...!"
Seseorang masuk ke dalam kamar Ziva sembari membawa nampan yang di atasnya terdapat mangkuk berisi bubur. Seseorang tersebut yang tak lain adalah Heri, sang ayah mertua.
Setelah mendengar kabar jika menantunya sedang demam, dengan sigap pria itu membuatkan bubur dan menyiapkan handuk kecil untuk mengompres Ziva. Entah kenapa rasa khawatir Heri semakin memuncak, apalagi saat mendengar menantunya sakit, pria itu langsung menunjukan raut wajahnya yang cemas.
Tap
Tap
Tap
Heri berjalan pelan ke arah Ziva. Ia menatap wanita itu sedang menggigil kedinginan, lalu dengan cepat ia pun mendekat.
"Ziva." Ucap Heri, sembari menyimpan nampan yang ia bawa di atas nakas.
Pria itu duduk di samping ranjang sambil menatap Ziva. Tanpa ragu, Heri mencoba menyentuh kening Ziva untuk memastikan keadaannya.
"Sial, demamnya tinggi sekali." Umpatnya, terkejut.
Rasa khawatir semakin memuncak, Heri dengan sigap mengambil handuk yang sudah ia siapkan untuk mengompres Ziva. Ia pun merasa sedikit bersalah, mungkin saja menantunya sakit gara-gara kejadian semalam.
"Maafkan ayah, mungkin ini gara-gara semal--"
"Hachiiiiiiii!!"
Heri terlonjak kaget saat mendengar Ziva bersin. Ziva bahkan langsung membuka matanya dan menatap samar ke arah mertuanya.
"Ah, apa itu kau, ayah?" Tanya Ziva, dengan suara yang serak.
"Ya, ini aku. Apa kamu baik-baik saja?"
Ziva hanya mengangguk pelan. Ia pun tak membalas ucapan Heri dan hanya memasang wajah sendunya.
"Kamu tak sempat makan dengan benar, ayah sudah membuatkanmu bubur, bisakah kamu bangun dulu? Kamu harus makan!"
Sekali lagi Ziva tak membalas ucapan mertuanya, ia malah menggelengkan kepalanya menandakan kalau ia tak nafsu makan.
Sebenarnya Ziva saat ini merasa canggung, ia benar-benar takut jika kejadian semalam itu adalah kenyataan. Meskipun ingatannya samar-samar, hatinya cukup yakin, bahwa semalam telah terjadi sesuatu di antara ia dan juga mertuanya.
"Ziva.. Jika kamu seperti ini, kasihan nanti suamimu, ayo bangun, biar ayah suapin kamu." Ujarnya, bernada lembut.
Ziva langsung menatap sang mertua dengan intens, ada sesuatu dalam dirinya seperti ingin meyakinkan sesuatu.
Srukkk
Ziva mencoba bangun dengan pelan, kemudian ia mengubah posisinya menjadi duduk dan saling berhadapan dengan Heri. Rasa penasaran pun semakin memuncak, dengan sedikit keberanian, ia pun mencoba bertanya pada Heri.
"A-ayah, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Ucap Ziva, sedikit gugup.
Sebenarnya Heri paham apa yang ingin Ziva tanyakan. Namun ia pura-pura tak tahu dan mengangguk pelan saat Ziva ingin menanyakan sesuatu.
"Ya, katakan saja." Ujarnya, tersenyum tipis.
Wanita itu mengatur nafasnya sejenak sebelum bertanya. Sebenarnya Ziva sedikit takut, namun karena ingin memastikan tentang apa yang terjadi semalam, ia mencoba memberanikan diri.
"Ayah, kapan terakhir kali ayah melakukan hubungan badan dengan seorang wanita?"
"Uhukkk, apa?!"
Pertanyaan Ziva membuat Heri sedikit syok. Ia mengira jika menantunya itu akan menanyakan tentang kejadian semalam, namun ternyata pertanyaannya di luar dugaan.
"Kenapa? Apa ayah sering bermain dengan wanita-wanita di luar sana?" Celetuknya lagi.
Dan benar saja, pertanyaan Ziva membuatnya benar-benar terpojok. Meski pertanyaannya itu terdengar konyol, mau bagaimana pun ia tak pernah bergonta-ganti wanita, apalagi hanya untuk menyalurkan hasrat seksualnya saja.
"Tidak. Mungkin ucapanmu ada sedikit benarnya. Tapi, ayah tidak sampai melakukan hubungan badan, ayah hanya meminta mereka untuk memuaskan milik ayah saja, tidak lebih."
Heri menjelaskan panjang lebar pada menantunya tanpa rasa malu atau di tutup-tutupi.
"Ah, begitu ya..." Ziva mengangguk paham, sembari memalingkan wajahnya.
Srettt
Heri menundukan kepalanya menjadi semakin dekat dengan wajah Ziva.
"Namun ayah juga akan jujur. Semalam, ayah sudah melakukan hubungan badan dengan seseorang."
Degh
Ziva dengan cepat langsung menoleh. Wajah mereka hampir bertabrakan, mata keduanya saling beradu pandang dengan jantung yang tiba-tiba ikut berdetak.
Ingatan tentang semalam menjadi semakin jelas, apalagi dengan aroma nafas mint Heri, itu sama persis dengan aroma nafas seseorang yang sudah menghabiskan malam pertama dengan Ziva.
"A-apa maksud ayah?" Ucapnya terbata-bata.
"Kau akan mengetahuinya jika memastikan satu hal ini."
Tanpa aba-aba, Heri langsung menarik tengkuk leher Ziva agar semua ingatan tentang semalam, bisa Ziva ingat kembali.
Cup