"Ayah bukanlah ayah kandungmu, Shakila," ucap Zayyan sendu dan mata berkaca-kaca.
Bagai petir di siang bolong, Shakila tidak percaya dengan yang diucapkan oleh laki-laki yang membesarkan dan mendidiknya selama ini.
"Ibumu di talak di malam pertama setelah ayahmu menidurinya," lanjut Zayyan yang kini tidak bisa menahan air matanya. Dia ingat bagaimana hancurnya Almahira sampai berniat bunuh diri.
Karena membutuhkan ayah kandungnya untuk menjadi wali nikah, Shakila pun mencari Arya Wirawardana. Namun, bagaimana jika posisi dirinya sudah ditempati oleh orang lain yang mengaku sebagai putri kandung satu-satunya dari keluarga Wirawardana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Penolakan
"Mama, kok, bicara seperti itu?" Abian tidak suka dengan ucapan ibunya.
"Apanya yang salah?" balas Bu Diana dengan mata mendelik. "Wajar kalau laki-laki itu meragukan Shakila anaknya. Karena dia sudah lama bercerai dengan ibunya."
Sakit sekali hati Shakila mendengar ucapan Bu Diana. Dia tidak menyangka wanita paruh baya itu akan bicara demikian. Selama ini dia selalu menilai ibu Abian adalah orang yang lemah lembut dan menyenangkan. Namun, sekarang dia melihat sisi lainnya.
"Hal itu bisa dibuktikan dengan melakukan tes DNA. Apakah Shakila dan laki-laki itu memiliki hubungan darah atau tidak," ucap Cintia tersenyum penuh arti.
"Nah, dengar, tuh, apa yang dikatakan oleh Cintia! Kamu tinggal lakukan tes DNA sama laki-laki yang kamu anggap ayah kandungmu itu," lanjut Bu Diana sinis.
Abian menoleh ke arah Shakila. Ekspresi wajah perempuan itu terlihat sedih, dia pun ikut sedih. Dia yakin kalau ibu dari sang kekasih adalah wanita baik-baik. Karena dia banyak mendengar kisah semasa hidupnya.
Sikap Bu Diana terlihat berubah setelah Abian mengatakan kalau Shakila sedang pergi ke ibukota untuk mencari ayah kandungnya. Karena membutuhkan dirinya untuk menjadi wali nikah nanti. Hal itu membuat wanita paruh baya itu shock. Karena selama ini Shakila dikenal sebagai putri semata wayang Zayyan, orang yang disegani di kota tempat tinggal mereka.
Shakila tidak memberi tahu kepada siapa pun siapa ayah kandung yang sedang dicari. Dia takut nanti orang-orang di sekitar akan memanfaatkan dirinya, jika tahu ayah kandungnya adalah pengusaha kaya dan terkenal. Sementara dia sendiri tidak tertarik dengan status sosial dan harta kekayaan milik Arya. Gadis itu hanya butuh dirinya untuk menjadi wali nikah saja.
"Iya, benar. Aku pun berpikir untuk melakukan hal itu," balas Shakila yang berusaha kuat menahan amarah. "Namun, aku percaya kalau ibuku adalah wanita baik-baik dan tidak pernah melakukan hubungan terlarang."
Jika tidak mengingat Bu Diana adalah orang tua, terlebih wanita yang sudah mengandung dan melahirkan pria yang dicintainya, mungkin Shakila sudah mencak-mencak. Dia tidak terima ibu kandungnya difitnah seperti barusan.
"Shakila sebentar lagi mau Maghrib. Apa kamu tidak mempersiapkan makan malam untuk ayah kamu?" tanya Abian. Dia tidak bermaksud buruk kepada Shakila. Namun, hal ini secara tidak langsung mengusirnya dengan cara halus.
Tadi Shakila masak ayam bakar cukup banyak, sekalian untuk makan malam Zayyan dan dirinya. Akan tetapi, perasaan gadis itu sedang sensitif. Dia berpikir Abian menyuruhnya untuk pulang. Selain itu keadaan di sana tidak membuatnya nyaman.
"Benar. Sebentar lagi mau Maghrib. Aku harus segera pulang," kata Shakila sambil berdiri untuk pamit.
Saat akan menyalakan motor, Shakila kehilangan kuncinya. Rupanya tertinggal di meja dan diantarkan oleh Abian.
"Shakila, kamu jangan salah sangka. Aku tidak bermaksud untuk menyuruh kamu pulang. Aku tidak suka melihat mama menyudutkan kamu," kata Abian terlihat jujur.
Shakila tersenyum sambil mengangguk. Dia tahu Abian adalah orang yang baik dan mencintainya dengan tulus.
"Hati-hati di jalan!" ucap Abian sambil melambaikan tangan dan Shakila membunyikan klakson sebagai respon.
Baru saja menginjakkan kaki di teras, langkah Abian sudah dihadang oleh Bu Diana. Wanita paruh baya itu terlihat memasang wajah galak.
"Sebaiknya kamu putuskan hubungan pertunangan dengan Shakila. Mama tidak mau punya menantu yang tidak jelas asal-usulnya," ucap Bu Diana dengan ketus.
"Kok, Mama ngomongnya begitu! Sudah jelas orang tua Shakila itu siapa dan dari mana. Jadi, jangan bicara yang aneh-aneh," balas Abian yang tersinggung oleh perbuatan ibunya.
"Mama tidak asal bicara, apalagi bicara yang aneh-aneh. Karena ayahnya saja saja tidak jelas siapa. Hal itu sudah membuktikan kalau asal-usulnya tidak jelas," ujar Bu Diana sewot dengan mata melotot.
"Mama tidak mau, ya, punya menantu yang tidak jelas bibit, bebet, dan bobotnya," lanjut wanita paruh baya itu seakan tidak melihat raut sang anak yang menjadi kesal.
Tidak ingin bertengkar dengan ibunya, Abian memutuskan untuk masuk ke rumah. Dia belum membersihkan diri, sebentar lagi masuk waktu Maghrib.
"Pokoknya mama tidak merestui hubungan kamu dengan Shakila!" teriak Bu Diana. "Cintia adalah wanita yang pantas untuk menjadi menantu mama dan menjadi istri kamu, Abian."
Laki-laki itu masih mengabaikan ocehan ibunya. Selalu saja berakhir seperti ini jika sedang membicarakan hubungan Abian dengan Shakila.
"Sabar, Tante. Jangan marah-marah! Nanti penyakit darah tinggi bisa kambuh. Berdoa saja semoga Abian bisa membuka matanya mana perempuan yang pantas untuk dijadikan istri," ucap Cintia sambil menggenggam tangan Bu Diana.
"Benar. Sepertinya Tante harus semakin mengencangkan doa di sepertiga malam dan lebih rajin lagi bersedekah agar doa bisa dikabulkan sama Allah," balas Bu Diana bersemangat.
***
Arya memperhatikan Silvia yang sedang makan, secara diam-diam. Dia belum mengatakan kepada putrinya itu untuk melakukan tes DNA untuk membuktikan apa benar anak biologisnya atau bukan.
"Sebaiknya aku melakukan tes DNA secara diam-diam, tanpa sepengetahuan Silvia. Aku tidak mau ada rekayasa dalam hasilnya nanti," batin Arya yang sejak tadi siang memikirkan cara untuk melakukan tes DNA tanpa menyinggung perasaan Silvia.
"Jika dilihat-lihat, Silvia ada miripnya sama aku," lanjut Arya di dalam hati. "Bagian matanya sama denganku."
Sementara itu, Silvia juga sedang berpikir dan tidak fokus dengan makanannya. Tadi sore dia diajak ketemuan oleh Widuri. Hubungan mereka memang sangat dekat, sebagai tante dan keponakan.
Widuri mendapatkan modal usaha dari Arya untuk membuka salon terbesar dan terbaik di ibu kota. Selain salon, usahanya juga merambah ke butik dan toko aksesoris serta perhiasan.
"Kenapa Tante Widuri menyuruh aku untuk memata-matai Papa, ya? Memangnya ada apa dengan Papa? Dia tidak sedang mengalami puber kedua, kan?" batin Silvia. "Masa Papa suka sama daun muda yang seumuran dengan aku."
Tengah malam, Arya diam-diam masuk ke dalam kamar Silvia untuk mengambil sikat gigi miliknya. Dia akan menjadi itu untuk melakukan tes DNA. Beruntung dia tahu merek dan warna sikat gigi yang sering dipakai oleh Silvia, jadi tidak sulit untuk menukarnya dengan yang baru.
***
Keesokan harinya, Arya dan Pak Darmawan pergi ke rumah sakit untuk melakukan tes DNA. Dia meminta hal itu dirahasiakan dari siapa pun. Karena dia tidak ingin terjadi kehebohan dan berakibat buruk ke perusahaannya.
"Ingat, jangan sampai ada kesalahan dan jangan sampai hasilnya bocor!" ucap Arya memberi peringatan kepada dokter yang bertugas.
"Siap, Pak!"
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang memakai jaket dan kacamata hitam, diam-diam memerhatikan dari balik dinding.
***
Tetap 💪💪 thor
satu persatu menemukan titik terang tentang keberadaan pak arya.