NovelToon NovelToon
TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Trauma masa lalu / Keluarga / Roh Supernatural / Romansa
Popularitas:37
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Setelah kematian ayahnya, Risa Adelia Putri (17) harus kembali ke rumah tua warisan mendiang ibunya yang kosong selama sepuluh tahun. Rumah itu menyimpan kenangan kelam: kematian misterius sang ibu yang tak pernah terungkap. Sejak tinggal di sana, Risa dihantui kejadian aneh dan bisikan gaib. Ia merasa arwah ibunya mencoba berkomunikasi, namun ingatannya tentang malam tragis itu sangat kabur. Dibantu Kevin Pratama, teman sekolahnya yang cerdas namun skeptis, Risa mulai menelusuri jejak masa lalu yang sengaja dikubur dalam-dalam. Setiap petunjuk yang mereka temukan justru menyeret Risa pada konflik batin yang hebat dan bahaya yang tak terduga. Siapa sebenarnya dalang di balik semua misteri ini? Apakah Bibi Lastri, wali Risa yang tampak baik hati, menyimpan rahasia gelap? Bersiaplah untuk plot twist mencengangkan yang akan menguak kebenaran pahit di balik dinding-dinding usang rumah terkutuk ini, dan saksikan bagaimana Risa harus berjuang menghadapi trauma, dan Pengkhianatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 2: Petunjuk di Balik Cermin

“Kev…” Risa memulai, suaranya serak. Ia menunduk, meremas liontin kunci di lehernya. “Semalam… gue lihat Ibu.”

Hening menyelimuti dapur tua itu, lebih pekat dari kabut pagi yang merayap di luar jendela. Kevin Pratama, yang tadinya bersandar santai di kusen pintu, menegakkan tubuhnya perlahan. Mata tajamnya menatap Risa dengan campuran kebingungan dan kekhawatiran yang samar. Tahi lalat di bawah mata kirinya tampak seperti titik gelap yang menonjol di wajahnya yang mendadak serius.

“Lihat Ibu? Maksud lo… dalam mimpi?” tanya Kevin, suaranya berusaha terdengar datar, padahal ada kerutan tipis di dahinya. Ia melangkah mendekati Risa, duduk di kursi seberang meja, menyingkirkan mangkuk bubur yang masih mengepul asapnya.

Risa mengangkat kepalanya, matanya berkaca-kaca. “Bukan mimpi, Kev. Gue… gue yakin banget itu nyata.” Jeda. “Gue nggak tidur waktu itu.”

Kevin menghela napas, pandangannya beralih ke sekeliling dapur. Dinding-dindingnya menguning, perabotannya usang, dan aroma lembap bercampur debu tua terasa menusuk hidung. Tidak ada yang aneh, tidak ada yang… supranatural. Otak logisnya berputar mencari penjelasan. “Ris, lo baru pindah, kan? Stres, kurang tidur, mungkin halusinasi ringan?”

“Nggak!” Risa menggeleng keras, air matanya kini mulai menetes. Ia membanting telapak tangannya ke meja, membuat Kevin sedikit terlonjak. “Ini bukan halusinasi! Gue ngerasain dingin yang nusuk tulang, Kev. Gue ngerasain ada yang berdiri di belakang gue, napas dingin di tengkuk gue. Dan waktu gue lihat cermin… ada Ibu di sana.”

Kevin menatap Risa, melihat ketakutan yang begitu nyata di mata gadis itu. Ia tahu Risa tidak akan mengarang cerita sekonyol ini. Ada sesuatu yang benar-benar mengganggu Risa, dan itu bukan sekadar stres. Logika Kevin mulai goyah, digantikan oleh naluri untuk melindungi temannya.

“Oke… oke. Tenang dulu, Ris. Coba lo ceritain pelan-pelan. Detailnya. Apa yang lo lihat? Ibu ngapain?” Kevin meraih tangan Risa yang dingin, menggenggamnya erat. Kehangatan dari tangannya sedikit menenangkan Risa.

Risa menarik napas dalam-dalam, berusaha menata kembali ingatannya yang bercampur aduk antara ketakutan dan keheranan. “Gue… gue kebangun karena ngerasa ada yang manggil. Suara Ibu, tapi pelan banget. Gue keluar kamar, terus… gue ngerasa ditarik ke ruang tamu. Lo tahu cermin gede di sana, kan?”

Kevin mengangguk. Cermin kolosal dengan ukiran rumit yang mendominasi ruang tamu itu memang mencolok dan sedikit… menyeramkan. Ia sempat mengira cermin itu terlalu besar untuk ukuran rumah ini.

“Gue berdiri di depannya. Dingin banget, Kev. Tiba-tiba… di pantulan cermin, bukan gue yang berdiri di sana. Tapi Ibu. Rambutnya panjang, hitam. Bajunya… baju yang sering dia pake di foto-foto lama. Dia senyum, tapi senyumnya… sedih. Terus, dia ngangkat tangan. Jari telunjuknya nunjuk ke satu arah. Ke… pintu tersembunyi.”

Kevin mengerutkan kening. “Pintu tersembunyi? Di mana?”

“Itu masalahnya! Gue nggak tahu! Setelah itu, pantulan Ibu langsung hilang. Cuma ada gue lagi di cermin. Tapi pas gue balik badan… dinginnya masih ada, dan gue ngerasa dia masih di sana, di belakang gue.” Risa bergidik, bulu kuduknya merinding lagi membayangkan kejadian semalam. “Dan sekarang, gue yakin banget, Kev. Ibu mau kasih tahu sesuatu. Sesuatu yang tersembunyi di balik pintu itu.”

Kevin terdiam. Logikanya masih memberontak, tapi ada bagian dalam dirinya yang mulai mempertimbangkan kemungkinan lain. Risa tidak mungkin berbohong separah ini. Dan tatapan mata ketakutan itu… itu nyata. Dia melihatnya.

“Pintu tersembunyi…” Kevin menggumam. “Oke, kalau memang itu bukan mimpi atau halusinasi, dan Ibu lo beneran nunjuk sesuatu… berarti ada yang harus kita cari.” Dia melepaskan genggaman tangannya, menyentuh dagunya, berpikir keras. “Di mana kira-kira pintu tersembunyi itu bisa ada di rumah sebesar ini? Biasanya, rumah tua kayak gini punya banyak rahasia. Ruang bawah tanah, loteng, mungkin kamar tersembunyi.”

“Tapi Ibu nunjuk ke arah dinding ruang tamu, Kev. Bukan loteng atau bawah tanah,” Risa menyela, suaranya lebih tegas sekarang, semangat untuk mencari kebenaran mulai menggeser ketakutan. “Di dekat perapian tua itu.”

Kevin mengangguk. “Baik. Setelah lo sarapan, kita cek. Gue bantu. Kita mulai dari ruang tamu.” Ia menatap Risa lagi, kali ini dengan tekad yang sama kuatnya. “Tapi satu hal, Ris. Kalau kita nggak nemuin apa-apa… lo harus janji buat istirahat. Jangan terlalu mikirin ini sampai lo sakit.”

“Gue janji.” Risa tersenyum tipis, kehangatan menjalari hatinya sekali lagi. Kehadiran Kevin memang selalu bisa menenangkan badai dalam dirinya. “Makasih ya, Kev. Lo… lo percaya sama gue?”

Kevin membalas senyumnya, senyum tipis yang jarang ia tunjukkan. “Gue percaya sama lo, Ris. Gue nggak percaya hantu, tapi gue percaya kalau lo lagi butuh bantuan. Dan gue akan ada buat lo.”

*

Setelah menghabiskan bubur ayam dengan tergesa-gesa, Risa dan Kevin menuju ruang tamu. Suasana pagi yang cerah sedikit mengurangi kesan seram rumah itu, namun keberadaan cermin besar di dinding masih memancarkan aura misterius. Cermin berbingkai kayu ukir gelap itu memantulkan siluet mereka, tampak seperti dua orang yang terlalu kecil di tengah kemegahan yang usang.

“Jadi, Ibu lo nunjuk ke arah sini?” Kevin mengusap dinding di dekat perapian batu bata yang sudah tak terpakai. Debu tebal menempel di setiap celah, dan aroma arang tua masih samar tercium. “Nggak ada yang aneh. Dindingnya solid.”

Risa mendekat, meraba dinding yang sama. Dingin, keras, dan tak ada celah. “Tapi gue yakin, Kev. Dia nunjuk ke sini. Kayak… di baliknya ada sesuatu.”

Kevin mengeluarkan senter dari tasnya. “Kita coba cari secara manual. Ketuk-ketuk dindingnya. Dengar kalau ada suara yang beda.”

Mereka mulai menelusuri dinding ruang tamu dari ujung ke ujung. Kevin mengetuk dengan buku-buku jarinya, telinganya fokus mendengarkan setiap perubahan gema. Risa melakukan hal yang sama, matanya menyapu setiap ukiran, setiap celah, setiap kemungkinan. Rumah ini seolah bernapas, mengeluarkan suara-suara kecil dari kayu yang berderit, angin yang bersiul di antara jendela yang tak tertutup rapat, dan suara jauh dedaunan di taman yang rimbun.

Setiap kali Kevin menyentuh sesuatu yang tampak mencurigakan, seperti panel kayu yang sedikit longgar atau bagian dinding yang permukaannya terasa sedikit berbeda, jantung Risa akan berdebar kencang. Namun, setiap kali mereka menyimpulkan itu hanyalah bagian dari kerapuhan bangunan tua, kekecewaan akan kembali menyeruak.

“Gue rasa nggak ada apa-apa di sini, Ris,” kata Kevin setelah hampir setengah jam, suaranya terdengar pasrah. Keringat membasahi pelipisnya. “Mungkin… mungkin lo salah lihat arahnya? Atau itu memang cuma mimpi buruk?”

Risa menggeleng keras. “Nggak! Gue yakin ini bukan mimpi! Ibu… Ibu nggak akan datang cuma buat nunjuk-nunjuk kosong!” Ia kembali menatap cermin besar itu, seolah meminta jawaban. Pantulan dirinya sendiri terlihat lelah dan putus asa.

Tiba-tiba, mata Risa menangkap sesuatu. Bukan pada dinding, bukan pada perapian, melainkan pada bingkai cermin itu sendiri. Di bagian bawah bingkai, di balik ukiran rumit yang nyaris tak terlihat, ada sebuah celah kecil. Celah itu nyaris tak kasat mata, seolah sengaja dibuat menyatu dengan motif ukiran kayu.

“Kev! Lihat ini!” Risa berlutut, menunjuk celah itu dengan jari gemetar. “Di sini! Di bingkai cerminnya!”

Kevin mendekat, senternya langsung menyorot. Memang ada celah, sangat sempit, mungkin hanya cukup untuk memasukkan selembar kartu nama. Tapi yang lebih menarik, di balik celah itu, tampak seperti sepotong kain lusuh atau kertas yang terlipat.

“Wow…” Kevin berbisik, rasa skeptisnya mulai terkikis oleh rasa penasaran yang mendalam. “Ini… ini bukan kebetulan.”

Dengan hati-hati, Kevin mencoba mengorek isi celah itu dengan ujung kunci mobilnya. Perlahan, selembar kertas yang sudah menguning dan lusuh berhasil ditarik keluar. Kertas itu terlipat rapi menjadi empat bagian, dan ada tulisan tangan yang samar di permukaannya.

Risa meraih kertas itu dengan tangan gemetar. Bau apek dan debu tua langsung menyeruak. Tulisan tangan itu… ia mengenali goresan pena yang anggun namun sedikit miring itu. Itu tulisan tangan ibunya. Jantungnya berdebar kencang, napasnya tertahan.

Kevin mendekat, membaca tulisan itu dari bahu Risa. Isinya singkat, hanya beberapa baris, ditulis dengan tinta yang sudah memudar.

*“Untuk putriku, Risa.

Jika suatu hari kamu menemukan ini, berarti rahasia itu sudah siap diungkap.

Jangan percaya siapa pun. Cari ‘Kunci’ itu.

Ibuku tidak pernah benar-benar mencintaiku.

Dia… Dia ada di balik semua ini.”*

Kalimat terakhir itu seperti pukulan telak yang menghantam Risa. Ibuku tidak pernah benar-benar mencintaiku? Dia… Dia ada di balik semua ini? Siapa ‘Dia’? Dan apa maksudnya ‘Kunci’?

Rasa dingin yang sama seperti semalam kembali merayapi tulang-tulang Risa, tapi kali ini bukan karena kehadiran gaib. Ini adalah rasa dingin dari sebuah kebenaran yang mengerikan, sebuah pengkhianatan yang tersembunyi. Ibunya… ibunya sendiri? Tapi bagaimana? Dan siapa yang tidak mencintai ibunya?

“Ini… ini maksudnya apa, Kev?” Risa mendongak, matanya penuh kebingungan dan ketakutan. Kertas lusuh di tangannya terasa berat, seolah menyimpan beban seluruh rahasia rumah ini.

Kevin membaca ulang tulisan itu, wajahnya tegang. “Ibuku tidak pernah benar-benar mencintaiku… dia… dia ada di balik semua ini. Ris, ‘Ibuku’… itu kan nenek lo? Nenek dari pihak Ibu lo?”

Risa mengangguk, lidahnya terasa kelu. Neneknya… yang meninggal beberapa tahun sebelum ibunya. Sosok yang selalu ia kenang sebagai wanita tua yang ramah dan penuh kasih sayang. Mungkinkah ada sisi lain yang tidak ia ketahui?

“Dan ‘Kunci’ itu… apa maksudnya?” Kevin menunjuk liontin kunci di leher Risa. “Bukan kunci ini, kan?”

Risa refleks meremas liontinnya. Ini adalah kunci yang selalu ia pakai sejak kecil, hadiah dari ibunya. “Gue nggak tahu.”

Tiba-tiba, suara deru mobil terdengar dari arah gerbang. Suara mesin yang familiar, diikuti suara ban berkerikil di halaman depan. Risa dan Kevin saling pandang, mata mereka melebar.

“Bibi Lastri,” bisik Risa, kertas itu masih tergenggam erat di tangannya. Wajah ramah Bibi Lastri yang selalu tersenyum melintas di benaknya, disusul dengan pertanyaan mengerikan: Jika ibunya sendiri adalah pelakunya, lalu siapa yang terlibat? Dan kenapa Bibi Lastri harus menjadi walinya?

Kevin dengan cepat menyambar kertas itu dari tangan Risa. “Sembunyiin! Jangan sampai dia tahu kita nemuin ini!”

Mereka bergegas menuju kamar Risa, detak jantung mereka berpacu lebih cepat dari derap langkah Bibi Lastri yang mulai terdengar masuk ke dalam rumah. Kertas lusuh itu kini menjadi beban rahasia yang teramat berat, sebuah petunjuk yang baru saja membuka kotak pandora penuh kebusukan dan bahaya.

Di balik dinding-dinding tua ini, di antara bayangan dan debu, sebuah kebenaran mengerikan sedang menunggu untuk diungkap. Dan Risa… Risa baru saja melangkah masuk ke dalam sarang laba-laba yang akan menjeratnya lebih dalam lagi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!