Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 09
...***...
Safira pergi tanpa pamit dari ruangan itu dengan membawa sebongkah luka tertanam di hatinya. Lagi dan lagi wanita bergelar ibu mertuanya itu seakan menancapkan ribuan duri tajam tak berkesudahan dalam sanubarinya.
Sambil berjalan tertunduk menahan perih di dada, Safira memikirkan ada apa gerangan dengan dirinya, mengapa sebegitu bencinya sang ibu mertua padanya, ataukah ada faktor lain? Pertanyaan itu kini seakan terus berotasi di dalam kepalanya.
Begitu sampai di luar, Safira terus berjalan sambil menunggu taksi yang lewat.
"Nyonya Safira...! Tunggu, Nyonya...! Bekal Anda ketinggalan!" teriak Santi sambil berlari kecil mengejar Safira.
Mendengar namanya dipanggil, Safira segera mengusap airmata yang menetes di pipinya, agar tak kelihatan jika dirinya tengah bersedih.
Dia tersenyum menyambut Santi, dan menerima uluran tangan yang menyerahkan tas berisi bekalnya.
"Terima kasih, Mbak Santi. Seharusnya tidak perlu repot-repot," ucap Safira. Tas itu sudah berada di tangannya.
"Aaahhh...tidak apa-apa, Nyonya. Anda tidak perlu sungkan," sahut Santi, dengan napas terengah-engah karena berlari.
"Nyonya...semangat! Kami pasti mendukung Anda. Abaikan saja mulut Kanjeng Mami yang sangat berbisa dan banyak maunya itu." Santi mengepalkan tangan ke atas dengan semangat.
Safira tersenyum kecil. "Terima kasih, saya berangkat dulu, ya." Safira lalu menyetop taksi yang kebetulan lewat.
"Hati-hati di jalan, Nyonya!" seru Santi.
...***...
Di mansion
Bastian masih berdebat dengan Nyonya Hanum. Pria itu merasa kesal dengan perangai maminya yang semakin menjadi.
"Mi...tolonglah! Jangan mendramatisir keadaan. Safira itu wanita yang baik, cobalah Mami untuk menerimanya. Dia pasti bisa menjadi menantu yang Mami idamkan." bujuk Bastian, berusaha menyentuh hati Kanjeng Mami.
"Mami adalah ibuku, yang aku hormati. Tolong, jangan menjerumuskan aku untuk menjadi anak durhaka, dengan sikap Mami yang sangat keterlaluan ini!"
"Tidak sadarkah bahwa perkataan Mami sangat menyakiti perasaan Safira? Memangnya salah dia apa, Mi?" tanya Bastian berusaha untuk bersabar.
"Ya salah, siapa tahu dia berencana meracuni Mami," alibi Nyonya Hanum.
"Hhh...hahaha... Tuduhan Mami itu sangat tidak beralasan. Tidak mungkin Safira melakukan hal hina seperti itu," elak Bastian.
"Maaf, Tuan Muda, jika saya lancang. Sebenarnya lauk itu... Nyonya Safira sengaja menyisihkannya buat saya sarapan nanti bersama yang lain," beritahu Mbok Rum.
Wanita paruh baya itu menundukkan kepalanya, tanpa berani menatap kedua majikannya. Mbok Rum merasa harus meluruskan kesalahpahaman ini, demi kedamaian di dalam mansion tersebut.
"Heh...Rumi! Sekarang kamu sudah berani menentangku dan membela perempuan kampung itu! Apa kamu mau dipecat?" hardik Nyonya Hanum dengan lantang.
"Mi...aku rasa, aku lebih percaya pada perkataan Mbok Rum. Lagipula Safira memasak kan, buat aku dan menyisihkannya buat Mbok Rum yang sudah membantunya. Salah Mami sendiri, asal ambil saja tanpa bertanya," sanggah Bastian.
"Benar, Tuan. Tadi Kanjeng Mami bilang masakannya enak dan menyuruh Mbok Rum untuk memasakkannya lagi besok," adu Santi tanpa rasa takut.
"Hehhh...kamu! Dibayar berapa kamu sama perempuan kampung yang miskin itu, sampai kamu begitu membelanya, hahhh!" bentak Nyonya Hanum tak terima.
"Sudahlah, Mi. Lebih baik Mami pulang saja. Kalau mami di sini, terus, kasihan Papi sendirian, tidak ada yang mengurusnya." Bastian mencoba mencari jalan tengah.
"Ohhh....jadi kamu mengusir mami, iya? Bagus, ya...baru dua hari perempuan kampung itu tinggal di sini, dia sudah berhasil menguasai semua penghuni mansion ini!" Nyonya Hanum berkacak pinggang.
"Mami ini, ibumu yang merawatmu dari kecil, apa kamu tidak takut kualat, hahhh!" Nyonya Hanum masih ngotot dan tidak mau mengalah.
"Terserah, Mami! Aku hanya mengikuti naluriku dan apa yang aku anggap benar. Lagipula aku sudah dewasa dan sudah berkeluarga, Mi. Jadi aku berhak mengatur rumah tanggaku sendiri," ucap Bastian tanpa meninggalkan kesopanan.
"Maaf, aku harus berangkat ke kantor, Mi." Bastian meraih tangan Nyonya Hanum dan menciumnya takzim, lalu berjalan keluar dan tak berminat untuk sarapan.
Sementara Nyonya Hanum, memandang para asisten rumah tangga dengan tatapan geram, dan seakan ingin menguliti mereka. Kemudian pergi berlalu begitu saja sambil melengos menuju kamarnya.
"Astaghfirullah al'adzim..." Santi mengelus dadanya.
"Plong rasanya kalau Kanjeng Mami, tak nampak oleh mataku," ucap Asih yang kelihatan sekali binar bahagia di wajahnya.
"Sama...kalau ada Kanjeng Mami di sini, rasanya seperti naik roller coaster, tegang terus bawaannya," keluh si Rini.
"Kapan ya, kira-kira Kanjeng Mami balik ke mansionnya, biar keadaan di sini aman damai sentosa seperti biasa?"
"Atau jangan-jangan Kanjeng Mami memang datang sengaja untuk mengacaukan rumahtangga Tuan Muda dan Nyonya Safira? Iya nggak, sih?" sambung Asih.
"Sudah-sudah-sudah, tak baik terus bergunjing. Selesaikan pekerjaan kalian biar cepat istirahat." Mbok Rum bermaksud membubarkan mereka.
"Yaaahh...gagal deh! Makan enak hasil masakan Nyonya Safira," ucap Santi dengan raut wajah kecewa.
...***...
Safira sampai di kantor dan langsung menuju lift untuk mengantarkan ke lantai di mana ruangannya berada. Dan ketika dirinya keluar dari dalam lift, seseorang menyapanya.
"Selamat pagi, Safira. Kamu datang sendirian?" tanyanya penasaran.
"Selamat pagi, Pak Reyhan." Safira menjawab sambil menganggukkan kepalanya.
Reyhan berjalan mengikis jarak, lalu berbisik, "Tuan Bastian, mana? Kenapa kalian tidak berangkat bersama?"
Wajah Safira menegang, dan tampak gugup. "Tu-tuan Bastian masih ada urusan, Pak." Selesai berkata Safira langsung bergegas menuju ruangannya.
Reyhan memandangi sosok yang kini telah menjadi istri atasannya dengan kening berkerut, lalu segera membawa langkahnya menuju ruangannya sendiri.
Bastian datang beberapa menit kemudian. Dia langsung menuju ruangannya dan meminta Reyhan untuk datang menemuinya.
"Selamat pagi, Tuan. Anda memanggil saya?" tanyanya dengan berdiri tegap di hadapan Bastian.
"Bagaimana hasil penyelidikanmu, dan apa yang kamu dapatkan?" tanya Bastian seraya menadahkan tangannya.
"Mohon maaf, Tuan. Kami hanya menemukan bangkai mobil Nona Farah di pinggir sungai beberapa meter dari jembatan. Tapi, kami tidak menemukan Nona Farah berada di sekitar tempat tersebut. Dan sekarang mobil Nona Farah berada di kantor polisi, guna penyelidikan lebih lanjut." Reyhan melaporkan.
Bastian menarik napas dalam, sembari memijit pelipisnya. Pikirannya bercabang dan dia benar-benar merasa sangat pusing sekarang. Bagaimana tidak, sikap penolakan maminya yang berujung selalu menyakiti Safira menjadi beban tersendiri baginya. Ditambah pula keberadaan Farah yang belum diketahui di mana rimbanya.
"Ya sudah, kamu boleh kembali. Oh ya, apa jadwalku hari ini?" tanya Bastian.
"Sebenarnya jika sesuai jadwal, siang ini ada pertemuan dengan klien dari perusahaan asing, Tuan. Beberapa hari yang lalu, pimpinan perusahaan itu menyerahkan proposal yang berisi pengajuan kerjasama." Reyhan lantas menyerahkan map berisi data perusahaan yang mengajukan kerjasama dengan perusahaan AW Group.
Bastian menerima map tersebut dan memeriksanya dengan teliti. "Baiklah, aku akan datang menemuinya. Sekarang kembalilah ke ruanganmu, dan tolong panggil Safira untuk menemuiku!" ujar Bastian.
"Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi." Reyhan pun berlalu dari ruangan Bastian dan segera menemui Safira.
Terlihat oleh Reyhan, Safira tengah fokus menatap komputer di hadapannya.
"Safira, Tuan Bastian memanggilmu!" beritahu Reyhan ketika telah berada di depan meja Safira.
"Baik, Pak. Saya segera panggilkan," jawab Safira.
Reyhan kemudian berlalu, sedangkan Safira bergegas menemui atasan sekaligus suaminya dengan membawa tas bekal yang tadi dibawanya.
Tok tok tok...
Safira masuk ke dalam ruangan, tetapi tidak melihat sosok pimpinan perusahaan itu yang membuatnya mengernyit dan bertanya-tanya.
Namun hal mengejutkan justru dia terima dengan tidak terduga, sehingga membuat tubuhnya terasa menegang seketika disertai ritme jantungnya yang berdegup kencang.
***
Bersambung...
Pastikan untuk terus stay tune...