Permaisuri Bai Mengyan adalah anak dari Jenderal Besar Bai An
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Una~ya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 9 (Revisi)
Ketua pasukan itu mengangguk menerima surat dari permaisuri. Di posisinya, dia bisa melakukan permintaan Permaisuri. Pertanyaannya, apakah akan di sampaikan atau tidak, masih menjadi tanda tanya. Dia juga masih memikirkan hal tersebut. Tapi sekali lagi, setiap manusia pasti memiliki harapan dan harapan wanita itu hanya untuk bertahan hidup. Ketua pengawalan menemukan alasan logis sehingga dia beranjak menuju istana Raja. Dalam perjalanan, dia memikirkan cara yang baik agar surat yang diamanahkan kepadanya sampai tanpa menodai statusnya sebagai orang kepercayaan Raja.
Di persimpangan jalan menuju istana Raja, dia bertemu dengan seorang pria, asing. Saat, mereka saling berpapasan, matanya terfokus pada simbol liontin giok yang tergantung pada pinggang pria itu. Liontin giok berkilau berwarna hitam dengan corak putih membentuk tulisan Han. Ketua pengawalan itu terhenti lalu berbalik memandang punggung yang menghilang dari balik tembok. Pikirannya melayang mengingat simbol yang dikenakan pria barusan. Dia yakin pernah melihat simbol seperti itu di istana. Ketika dia masih memikirkannya, seorang lainnya berjalan kearahnya. Dia lalu berbalik dan Jin Ran berdiri di sana.
Dia menunduk sedikit. Ketika melihat Jin Ran, dia mengingat alasannya berada di kawasan istana Raja. "Saya ingin menyampaikan sesuatu perihal Permaisuri." Kata Ketua pengawalan.
Mata pengawal pribadi Raja tajam, menatap Ketua Pengawalan tanpa berbicara. Jin Ran kemudian berbalik arah kembali ke istana Raja. Meski tidak diberi jawaban pasti, ketua Pengawalan itu berjalan mengikuti Jin Ran sampai di depan istana Raja pengawal pribadi itu berhenti dan mengumumkan kunjungannya.
"Yang Mulia Raja"
Tidak terdengar suara dari dalam. Beberapa detik pintu terbuka dan beberapa menteri keluar dari ruangan itu. Ketua pengawalan menarik kepalanya tunduk sedikit, lalu Jin Ran mempersilahkan dirinya masuk.
Formalitas sudah dia lakukan, ketua pengawalan itu mulai berbicara. "Yang Mulia, Permaisuri meminta bertemu dengan anda. Tapi, saya telah menyampaikan pesan anda bahwa Permaisuri tidak diperbolehkan keluar dari istana dingin. Karena itu, Permaisuri meminta saya mengirimkan surat ini kepada anda," Surat itu dikeluarkan dari sakunya dan diletakkan di atas meja.
Raja memandang surat itu, lalu melihat Ketua Pengawalan. "Aku ingin kau memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang akan mengganggu jalannya hukuman Permaisuri." Kata Raja belum membalas soal surat dari Permaisuri.
"Baik Yang Mulia!" Sahut Ketua pengawalan dengan cepat. Sebelum dia diminta pergi, matanya sempat melirik surat yang tergeletak di ujung meja. Dalam pikirannya, jika surat itu tidak dibaca oleh sang penerima, betapa menyedihkannya. Akan tetapi, tugasnya hanya mengirimkan surat, dia tidak yakin dengan keadaan Raja apakah akan membuka pesan itu.
"Jin Ran!" Raja memanggil pengawal setianya.
Tidak lama Jin Ran datang. Tanpa diberitahukan instruksi selanjutnya, dia sudah mengerti. Kemudian, membawa keluar Ketua Pengawalan istana dingin. Raja menyadari satu hal. Dalam istana seseorang memang seharusnya memiliki kemampuan membuat orang menyukainya hingga bisa membantunya. Penilaian terhadap karakter seseorang tidak bisa hanya dalam sekali pandang.
Raja Han memandang surat yang masih tergeletak sama pada posisi awal. Akhirnya menimbang untuk membuka surat atau tidak, pikirannya bercabang. Mengukur antara rugi dan untung, menarik surat itu dan membukanya. Saat membaca surat dia bisa melihat goresan keputusasaan dari sang pengirim. Tapi tulisan Permaisuri menciptakan keraguan pada keputusannya.
Jenderal Besar Bai An pemberani dan setia. Yang Mulia harus menyelidiki lebih lanjut perihal isu pemberontakan yang melibatkan Keluarga Bai. Keluarga Kerajaan dan Rakyat adalah saksi kesetian itu.
Raja menahan amarahnya, di masukkan kembali surat itu lalu di lempar ke dalam laci kecil di bawah meja. Raja tidak merobek atau membakarnya. Dengan kemarahan yang tertahan, bangkit lalu memanggil Jin Ran untuk mengikutinya. Dia dan pengawal itu berjalan menyusuri jalan-jalan kecil yang terhubung pada lapangan luas tempat dijalankan eksekusi luar ruang. Di depannya terdapat, suatu tugu besar lambang keadilan.
Tidak terlalu jauh dari tugu itu ada sebuah bangunan besar. Tepat di sebelahnya dibagi beberapa bangunan kecil tempat interogasi tahanan. Tangga bangunan itu tidak terlalu curam, di berbagai sudut di jaga oleh beberapa orang dari keamanan istana, sebagian dari biro keamanan negara, ketat. Obor-obor yang seharusnya menyala pada malam hari belum berkobar.
Langkahnya semakin dekat dengan bangunan besar. Mereka yang berjaga menyadari kehadiran pemimpin tertinggi Kerajaan Han lalu menunduk. Raja tidak masuk kedalam bangunan itu, dia hanya berdiri di depannya dan bergeser ke sebelah bangunan yang tidak lain adalah kantor penjaga tahanan. Semua orang yang berada di dalam kantor itu terkejut. Beberapa orang menyingkir dan beberapa lainnya tinggal.
Pemimpin tertinggi tidak berbicara, dia duduk di kursi tengah dan menatap beberapa dokumen tentang Jenderal Bai An yang sedang di diskusikan oleh beberapa orang tadi. Ingatannya menembus ruang ketika dia mengingat, permintaan permaisuri yang di cetuskan dalam surat yang meminta dirinya menyelidiki ulang kasus Jenderal Bai An. Tapi penyelidikan itu sudah dia lakukan dan dia yakin tidak akan ada yang berubah.
Jin Ran berbicara dengan Kepala Penjaga Tahanan bahwa Raja akan berada di kantornya hingga waktu eksekusi Jenderal Bai An dilaksanakan, tetapi kedatangannya harus di rahasiakan. Jin Ran juga meminta beberapa orang yang telah melihat Raja bungkam. Merasa Kepala Penjaha Tanahan sudah paham, dia bergerak berdiri di sisi Raja. Ekspresi pejabat yang berada di kantor itu tidak bisa dikendalikan, mereka tentu tidak nyaman dengan kehadiran Raja,
Tapi apa boleh buat, mereka juga tidak bisa mengusir Raja dan pengawalnya. Salah-salah, kepala mereka yang di usul menggantikan kepala Jenderal Bai An. Jam bergerak cepat, ketika mereka menyadari perubahan, malam telah tiba. Obor-obor telah dinyalakan, persiapkan eksekusi telah selesai. Sedang Raja masih diam memandang meja dengan tangan yang diketuk sesekali ke atas pegangan kursi kayu.
Sejak tadi Jin Ran tidak begerak luas dari posisinya. Hanya ketika Raja memintanya mendekat barulah dia menunduk dan kembali lagi ketika dia mengerti. Justru orang-orang yang melihat adegan itu merasa sesak nafas, wajah mereka di penuhi keringat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin. Mereka tahu perbedaan antara prajurit biasa dan pengawal Raja. Apalagi saat memfokuskan mata pada pedang yang tetap setia menemani Jin Ran kemanapun. Pedang dingin yang berlumuran darah pemberian Raja sebagai tanda kesetiaan dan persahabatan.
Seseorang dari luar berlari pelan, dan berbisik di telinga Kepala Penjaga Tahanan. Setelahnya, dia berbicara. "Yang Mulia Raja, eksekusi akan dimulai."
Saat mendengarkan informasi waktu eksekusi Jenderal, Raja berdiri lalu meminta Jin Ran tinggal dan dia meninggalkan kantor Penjaga Tahanan. Tidak ada yang tahu maksud dan tujuan Raja, hanya tanggapan asal bahwa Raja ingin memastikan Jenderal Bai An benar-benar di eksekusi. Yang mereka tahu pasti hanya rasa lega karena Raja telah meninggalkan kantor mereka.
ـــــــــــــــــــﮩ٨ـ