Tak kunjung memiliki keturunan, Amira terpaksa harus merelakan Suaminya menikah lagi dengan perempuan pilihan Ibu Mertuanya.
Pernikahan Amira dan Dirga yang pada awalnya berjalan harmonis dan bahagia, hancur setelah kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Meski pun aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, tapi tidak ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi Suami, karena pada kenyàtaan nya Surga yang aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain"
Mohon dukungannya untuk karya receh saya, terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 ( Surga Yang Terenggut )
Bu Meri begitu geram ketika melihat kepulangan Dirga dan Regina, padahal sebelumnya Bu Meri menyuruh Dirga dan Istri keduanya tersebut supaya langsung pergi berbulan madu.
"Regina sayang, kenapa kalian sudah pulang? Padahal Mama menyuruh kalian untuk pergi bulan madu," tanya Bu Meri dengan memeluk tubuh Menantu kesayangannya pada saat melihat Regina menghampiri dirinya.
"Mas Dirga kepikiran sama Mbak Amira terus Ma, makanya kami memutuskan pulang," jawab Regina.
"Kak Dirga kan sudah kena guna-guna si mandul, makanya Kak Dirga selalu kalah sama Istri pertamanya itu," ucap Sinta.
"Kamu benar Sinta. Pasti si Amira yang sudah memaksa Dirga supaya cepat-cepat pulang," ujar Bu Meri.
Regina hanya tersenyum mendengar perkataan Ibu mertua dan Adik iparnya. Ada rasa besar kepala dalam hati Regina karena dia mendapatkan dukungan dari keluarga Dirga.
"Oh iya, mana Dirga?" tanya Bu Meri yang tidak melihat keberadaan Putra sulungnya.
"Mas Dirga pergi ke kamar Mbak Amira, Ma." jawab Regina.
Bu Meri semakin merasa geram ketika mengetahui kalau Dirga langsung pergi ke kamar Istri pertamanya.
"Bisa-bisanya Dirga meninggalkan kamu, padahal kita sudah sepakat jika satu minggu ini jatah Dirga menemani kamu. Sayang, sebaiknya kita susul Dirga ke kamar si mandul," ujar Bu Meri dengan menarik lembut tangan Regina.
Baru juga Bu Meri dan Regina hendak membalikan badan, mereka terkejut ketika mendengar suara Dirga.
"Cukup Ma. Harus berapa kali Dirga bilang kalau kalian tidak boleh menyakiti Amira lagi. Apa Mama lupa apa yang Dirga katakan sebelumnya?"
"Dirga, pada kenyataannya Amira memang mandul. Kalau tidak mandul, dia pasti sudah memberikan kamu keturunan. Kamu juga jangan keterlaluan, tega sekali kamu meninggalkan Regina sendirian, padahal minggu ini adalah jatah Regina. Ingat Dirga, sebagai seorang suami, kamu harus adil terhadap kedua Istrimu," ujar Bu Meri dengan nada tinggi.
Dirga menghela napas panjang, tapi pada akhirnya Dirga memilih diam karena dia tidak mau menjadi Anak durhaka apabila terus-terusan melawan perkataan Ibu kandungnya sendiri.
"Sayang, sebaiknya sekarang kita makan siang dulu. Kalian pasti sudah lapar kan? Kebetulan tadi Mama sengaja menyuruh Amira masak yang banyak," sambung Bu Meri dengan menggandeng Regina menuju meja makan.
Pada saat Regina melihat Dirga mengambil piring, dia menawarkan diri untuk melayani Suaminya tersebut.
"Mas, biar aku saja yang mengambilkan nasi sama lauknya," ucap Regina.
Regina berniat mengambil piring yang tengah dipegang oleh Dirga, tapi Dirga menolaknya sehingga membuat Regina merasa kecewa.
"Tidak perlu Regina, terimakasih. Biar aku sendiri saja. Lagi pula nasi ini bukan untuk ku tapi untuk Amira," ucap Dirga, lalu mengisi piring yang dia pegang dengan nasi dan lauk.
Brak
Bu Meri menggebrak meja ketika mendengar Dirga mengambilkan makanan untuk Amira.
"Dirga, Amira itu bukan Ratu di rumah ini. Kenapa kamu rela menjatuhkan harga diri kamu untuk melayani perempuan mandul itu?" teriak Bu Meri.
"Ma, Amira tidak pernah menyuruh Dirga untuk melayaninya, bahkan Amira sendiri tidak tau kalau Dirga ingin mengambilkan makanan untuknya. Saat ini dia sedang tidak enak badan, apalagi dari kemarin Amira tidak makan, jadi wajar saja sebagai seorang Suami, Dirga merawat Istri sendiri."
Pada saat Bu Meri hendak angkat suara lagi, Dirga kembali angkat suara sehingga membuat Bu Meri mengurungkan niatnya karena tidak memiliki kesempatan untuk berbicara.
"Mama tenang saja, Dirga juga akan melakukan hal yang sama jika Regina sakit, karena Dirga pasti akan berusaha bersikap adil terhadap kedua Istri Dirga," ucap Dirga dengan penuh penekanan, kemudian berlalu begitu saja menuju kamar Amira.
Regina hanya bisa menatap nanar kepergian Suaminya. Ada perasaan tidak rela melihat Dirga yang begitu mencintai Istri pertamanya.
Tenang Regina, kamu harus bisa menahan rasa cemburu kamu. Aku yakin suatu saat nanti Mas Dirga akan mencintai kamu melebihi cintanya terhadap Mbak Amira, ucap Regina dalam hati.
......................
"Mas kenapa ke sini lagi?" tanya Amira ketika melihat Dirga membawa nampan yang berisi makanan dan minuman.
"Mas tau kalau kamu pasti belum makan. Jadi sebaiknya sekarang kita makan dulu," jawab Dirga.
"Aku tidak lapar Mas," ucap Amira.
"Sayang, Mas tidak mau kamu sampai sakit. Bagaimana kalau penyakit lambung kamu kambuh? Sekarang makan ya, biar Mas yang suapi. Sudah lama juga kita tidak makan sepiring berdua," ucap Dirga dengan tersenyum manis sehingga membuat jantung Amira berdetak kencang.
Amira akhirnya bersedia makan, tapi dia terus menatap lekat wajah Dirga.
"Kenapa lihatin Mas terus? Mas ganteng ya?" ujar Dirga dengan terkekeh sehingga membuat Amira memutar malas bola matanya.
Setelah Dirga dan Amira selesai makan. Dirga melangkahkan kakinya menuju ruang kerja, karena dia masih memiliki beberapa pekerjaan yang belum dia selesaikan.
"Sayang, Mas ke ruang kerja dulu ya. Kalau ada apa-apa, kamu telpon saja," ucap Dirga yang dijawab dengan senyuman serta anggukan kepala oleh Amira.
......................
Tok tok tok
Amira baru saja selesai melaksanakan Shalat Ashar pada saat mendengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya.
"Amira, buka pintunya," teriak Bu Meri yang sudah tidak sabar, bahkan kali ini Bu Meri menggedor pintu kamar Amira sehingga membuat Amira terlonjak kaget.
"Astagfirullah," ucap Amira dengan mengelus dadanya.
Ceklek
Amira membuka pintu kamarnya, dan ternyata yang datang adalah Bu Meri, Sinta dan Regina.
"Lama banget sih," gerutu Bu Meri.
"Maaf Ma, Amira baru selesai Shalat."
"Amira, karena sekarang Regina sudah menikah dengan Dirga, jadi dia akan tinggal di rumah ini," ucap Bu Meri yang dijawab anggukan paham oleh Amira.
"Lalu, kenapa Mama beserta yang lainnya datang ke sini?" tanya Amira yang merasa heran.
"Mama minta kamu pindah kamar, apalagi kamar ini lebih besar dibandingkan dengan kamar yang lainnya. Dirga dan Regina adalah pasangan pengantin baru, jadi mereka membutuhkan kamar tidur yang lebih luas," ujar Bu Meri sehingga membuat Amira begitu terkejut.
"Sebaiknya sekarang juga kamu kemasi barang-barang kamu, karena mulai sekarang kamar ini akan ditempati oleh Regina dan Dirga," sambung Bu Meri sehingga membuat Amira rasanya kehabisan pasokan oksigen pada paru-parunya.
Amira beberapa kali mengembuskan napas secara kasar, padahal baru juga beberapa jam Regina tinggal di kediaman Cakra dinata, tapi Regina sudah berniat mengambil alih kamar miliknya.
"Maaf Ma, tapi kali ini Amira tidak bisa menuruti permintaan Mama. Amira adalah Istri pertama Mas Dirga. Sudah seharusnya Amira menempati kamar yang sejak dulu telah menjadi milik Amira," ucap Amira berbicara selembut mungkin.
Bu Meri menggeram kesal. Dia tidak menyangka jika Amira berani menolak permintaannya.
"Mulai berani ya kamu melawan perintah Mama?" teriak Bu Meri.
Bu Meri melayangkan tangannya untuk menampar Amira, tapi tiba-tiba ada seseorang yang mencekal pergelangan tangannya.
*
*
Bersambung