Kisah ber-genre fantasi yang menceritakan seorang anak konglomerat di suatu negara yang terjebak hubungan dengan dosennya sendiri. Violia Lavina seorang mahasiswi yang agak "unik" yang entah bagaimana bisa terjebak dengan dosennya sendiri, Leviandre. Dalam hubungan sakral yakni pernikahan.
Katanya terkait bisnis, bisnis gelap? Unit Pertahanan negara? Politik? SECRETS, mari kita lihat rahasia apa saja yang akan terkuak.
Violia said:
Demen ya pak? Tapi maaf, bapak bukan tipe gw.
And Leviandre said:
Berandalan kayak kamu juga benar-benar bukan tipe saya.
Disclaimer, cerita ini adalah cerita pertama dari sayaa, oleh karena itu isi novel ini jauh dari kata sempurna. Serta cerita ini memiliki alur yang santai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FairyMoo_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter Thirty
Allysa mulai merasakan kesadarannya, ia memegang lehernya yang masih menyisakan rasa sakit. "Ughh... Vio.." ringisnya pelan. Ia merasakan kehadiran seseorang d isampingnya tentu saja itu Violia pikirnya.
Ia membuka matanya dan berkali-kali memerjapkan matanya guna menyesuaikan cahaya ke indra penglihatannya. Al melihat siluet orang yang lumayan besar duduk disamping ranjangnya, ia langsung membelalakkan matanya kaget. Tidak mungkin Vio tiba-tiba mengembang pikirnya.
"Hah?!" kaget Al melihat laki-laki sedang menatapnya yang tengah berbaring disana, dirinya cepat mengambil posisi duduk. "Akhh.." keluh Al memegang kepalanya.
"Eh, kamu baru aja sadar jangan bergerak cepat begitu." peringat lelaki itu sambil memegang bahu Al untuk menjaga tubuhnya agar tak ambruk begitu saja.
"Al! Lo udah sadar?!" pekik Vio yang baru datang dengan membawa mapan dan gelas diatasnya. Ia berjalan cepat dan langsung menghampiri Allysa. "Temen kamu udah sadar." lapor lelaki itu santai seraya menatap Vio.
"Hati-hati dalam memilih makanan ya, usahain kamu tau rincian komposisi makanan yang kamu makan. Alergimu ini bisa menjadi lebih parah dan mengancam nyawa, untung kamu cepat ditanganin tadi." ujar lelaki itu pada Al.
"Kalo gitu saya pulang dulu, obatnya jangan lupa diminum ya." ujarnya pamit saya bangkit dari duduknya. "Mari pak saya antar." ujar Vio hendak mengikuti pria itu. "Tidak usah, kamu jagain temen kamu aja." balasnya seraya tersenyum ramah, setelah itu ia langsung berlalu dari sana.
"Astaga Al, syukur lo gapapa! Gw takut lo kenapa-napa njir! Mana salah gw lagi." ujar Vi sambil meletakkan air dan obat itu di atas nakas lalu dia duduk di tepi kasur. Ia melihat Al yang duduk terpaku layaknya patung.
"Al?" panggil Vio. "Vi, ambilin cermin di sana." ujar Al menunjuk meja riasnya tanpa menoleh. Vio merasa aneh dengan kelakuan Al tapi ia tetap menuruti perintahnya. Vio memberikan cermin dan ikut duduk di kasur itu, Al mulai melihat pantulan wajahnya pada cermin, ia melihat wajahnya masih terdapat banyak ruam merah.
"Ah shit!!" umpatnya sambil melemparkan cermin itu ke kasurnya. "Al, you okay?" kaget Vio yang langsung memegang bahu Al.
"Awshh!" keluh Vio saat tiba-tiba Al memukul-mukul badannya. "Awh sakit Al! Napa sih lo?!" seru Vio beralih duduk ke kursi di samping tempat tidur, kursi yang tadi di duduki pria itu.
Al menatap Vio garang, sedangkan Vio menatapnya heran sambil mengusap-usap lengannya yang dipukuli Al tadi. "Dari sekian banyak orang di gedung ini, kenapa lo minta bantuan ama itu orang hah?!" bentak Al kesal.
"Kenapa sih Al! Untung aja dia ada tadi, pas banget dia itu dokter. Dokter yang udah gw panggil aja telat banget datengnya tadi. Syukur tu dokter ada, katanya kalo lo dibiarin lebih lama bisa-bisa lo kritis!" balas Vio masih dengan alis yang hampir bertemu menatap Al herannya.
"Gila lo!" sentak Al mencoba memukul Vio lagi tapi Vio menghindar dengan cepat. Al menatapnya kesal. "Lo tau tu orang siapa?" tanyanya. Tentu saja Vio tak tau dirinya saja baru pertama kali ke gedung ini.
"Itu om-om yang gw bilang dulu ege!" ungkap Al.
"Hah?!" kaget Vio seraya menutup mulutnya. Vio ingat om-om yang dimaksud Al adalah om-om duda yang Allysa sukai.
"Kebetulan banget. Ya bagus dong Al, lo bisa ketemu dia bahkan dia ngomong ama lo. Siapa tau ini tuh jalan kalian buat deket!" ujar Vio dengan senyum sumringahnya yang hanya di balas tatapan kesal dari Al.
"Bagus pala lo! Liat nih keadaan gw yang dia liatin dari tadi!! Gw udah gapunya muka buat ketemu dia lagi! Malu gw anjir!! " ujar Al sambil menendang-nendang selimutnya lalu ia menangkup dirinya disana. Vio tertawa geli melihat Al, pasti Ia sangat malu.
Vio kembali duduk ketepi kasur, Ia mendekat dan memeluk Al disana. " Al, maafin gw ya. Ini gegara gw." ujar Vio sendu, dirinya mulai menundukkan kepalanya. Al tersenyum dan mengusap tangan Vio yang berada di dekat tangannya.
"It's okay, bukan salah lo kok. Ini kecelakaan, besok-besok gw bakal bilang dulu kalo gw alergi sebelum orang-orang pesen makanan buat gw." ujarnya dan menebar senyum manis untuk Vio.
Al bangun cepat dari posisinya yang berbaring, begitu juga Vio yang beralih duduk ke tepi kasur. Jadi mereka duduk hadap-hadapan disana.
"Lo ada nanyain nama dia tadi? Gw baru tau ternyata dia itu dokter astaga!" tanya Al cepat. "Hmm, kasian banget suka ama orang yang bahkan namanya aja ga tau." sindir Vio diikuti kekehan kecil. Al hanya menatap Vio sebal.
"Namanya Richard, gw ga tau lengkapnya. Itu tadi pas dokter yang gw panggil dateng keget liat dia dan bilang "Dokter Richard?" gitu katanya. Mereka saling kenal keknya." balas Vio. "Buset! Namanya aja ganteng plus rich banget ga tuh!" excited Al yang mencak di posisinya.
"Gini aja, nanti kalo lo udah sembuh lo dandan yang cantik abis itu modus ngasih makanan ke unit dia bilang tanda makasih gitu." usul Vio sambil menaik turunkan alisnya.
"Eh? Iya juga ya." ujar Al. "Kesampingin dulu malu lo itu, dan jangan lewatin kesempatan ini sebelum om itu kepincut janda." ujar Vio lucu. "Ish! Jan ngomong gitu nanti beneran kejadian!" balas Al sambil menggeleng kuat, amit-amit pikirnya.
"Nih, minum dulu obat dari om crush. Gw jamin segala rasa pait bakalan ilang!" ujar Vio sambil mengambil obat dan air dari nakas. Al tersenyum malu-malu kambing, wajahnya bahkan lebih merah lagi.
Ponsel Vio yang ada di kantong roknya berdering. Tertera kontak bernama Dosen rese++ di sana, Al ikut melihat ponsel Vio. "Ciee mas suami nelpon tuh, ganti dong nama kontaknya jadi MasSayang gituu." goda Al seraya menusuk-nusuk tangan Vio dengan telunjuknya.
Beberapa hari lalu Vio sempat datang ke klinik Al jadilah mereka bercerita tentang kejadian yang amat plot twist saat Vio pergi honeymoon.
"Halo babe, kamu lagi dimana?" tanya Levi di sebrang sana. Langsung saja muka Vio ikutan merah seperti Al, sedangkan Al yang melihatnya sudah menatap Vio dengan tatapan menggodanya.
"Mas udah dijalan pulang nih." ujarnya lagi. Vio melihat jam tangannya ternyata ini sudah malam hari, karena panik ia tidak menyadari waktu telah berlalu.
"Iya, hati-hati ya. Vio tunggu dirumah." balas Vio sok tenang di depan Allysa. "Mau makan apa malam ini? Mas mau mampir ke mini market dulu, stok bahan makanan udah menipis dirumah." ujar Levi. " Terserah, apa aja Vio makan kok." balasnya sambil tersenyum walau tahu hanya Al yang tengah menatapnya yang dapat melihat senyuman itu.
"Yaudah, mas matiin ya byee my wife." pamit Levi dan sambungan itu langsung diputus sepihak oleh Vio, ia rasanya ingin teriak tapi ia masih ingat kalo di depannya masih ada Al. Yang ada dia bakalan di goda habis-habisan oleh Allysa.
Al masih menatap Vio lekat sambil senyum-senyum jahil. "So, Vio mau pulang nungguin mas suami?" goda Al dengan senyum jahilnya.
"Diem deh! Yakali gw pake lo-gw ama suami gw?" ujar Vio bangkit dari duduknya ia berjalan ke meja rias Al pasalnya tadi ia meletakkan jaketnya di sana.
"Iya deh sipaling suami istri. Tunggu aja nanti gw ama om Richard nikah!" ujar Al dengan songongnya. "Dih! Halu lo sampe nikah, kenal aja belum noh!" balas Vio.
"Besok juga dia udah tergila-gila ama gw! Besok gw bakalan tampil cantik buat nyamperin dia!" ucapnya seraya tersenyum penuh. "Percaya diri sih boleh tapi gausah ngarep gitu nanti kalo dia ga notis lo sakit ati lo!" ujar Vio mengingatkan.
"Jelek bener doa lo elah!" ujar Al. "Becanda. Kalo gitu gw pamit dulu ya, obat lo besok pagi makan lagi kalo udah ilang merah-merahnya gausah dimakan lagi katanya." pamit Vio tak lupa menyampaikan pesan dari sang dokter tadi. "Iya, makasih ya Vi buat hari ini. Hati-hati dijalan." balas Al sambil melambaikan tangannya dari tempat tidurnya.
... ✥...
Vio datang lebih dulu kerumah, ia langsung pergi ke kamarnya dan mandi setelah itu ia duduk di ruang keluarga sambil menunggu suaminya datang. Selang beberapa saat Levi datang dengan meneteng plastik besar dari mini market.
Vio langsung menghampirinya dan tersenyum kearah Levi. Levi mendekat dan mengecup dahi Vio. "Mas pulang." ujarnya sambil tersenyum. Jantung Vio masih saja tidak biasa dengan perlakuan Levi, saat ini saja jantungnya seperti ingin melompat dari tempatnya.
Vio menolong membawakan tas kantor Levi, karna saat Vio ingin membawa belanjaan, Levi melarangnya karena itu berat. Mereka mengarah ke dapur bersama.
"Tadi Vio abis dari rumah Al." ujar Vio saat datang ke dapur. Levi berbalik setelah meletakkan plastik belanjaannya di meja dapur dan menatap Vio.
"Allysa." larat Vio. Melihat Levi yang menatapnya ia tahu bahwa Levi salah paham karena panggilan Al itu. Levi memeluk Vio erat, Vio membulatkan matanya untuk seperkian detik, lalu membalas pelukan itu
Levi mengangkat tubuh Vio dan mendudukkannya di meja pantry. Levi berdiri di depan Vio dengan tangan yang mengurung Vio.
"Mas kangen." akunya. "Kangen?" ulang Vio menatap penuh suaminya itu. Levi tersenyum dan mengangguk. "Kita kan tiap hari ketemu." ujar Vio.
"Tapi cuman malam hari, itupun sebentar." balas Levi. "Hehe, itu gacukup ya?" tanya Vio sambil mengusap lembut wajah tampan suaminya.
"Besok mas bakalan keluar kota lagi, dan kemungkinan mas bakalan nginap semalam di sana." ujarnya mulai mengusap pelan tangan Vio.
"Nginap?" ulang Vio. Vio pikir itu kebetulan yang sangat bagus, sebab besok pasti dirinya akan pulang larut karena misinya itu. "Iya, mas bakal nyelesaiin masalah di sana. Kemungkinan ini yang terakhir kok mas ngurusin cabang luar kota. Sebab masalah itu udah hampir selesai." ujarnya lagi.
"Yaudah, gapapa kok. Memang harusnya gitu, mas yang susah-susah bolak balik antar kota itu kan capek." balas Vio seraya tersenyum. "Gapapa, itu karena mas gabisa nahan kangen sama kamu." ujarnya sambil menggesekkan hidung mancungnya pada hidung Vio.
"Aish, gombal banget." balas Vio sambil memukul lengan Levi pelan. Levi mengecup bibir Vio cepat lalu menatap penuh istrinya itu.
"Ish, gausah natap Vio gitu! Mandi dulu sana." ujar Vio. Mukanya sudah memerah karena perlakuan Levi. "Tapikan mas masih mau sama kamu." ujarnya lagi.
"Mulai, mulaii." sewot Vio yang mengundang kekehan dari Levi. "Mas bau lho, sana mandi." ucap Vio lagi. "Iya deh iya." balas Levi lalu ia kembali mengecup bibir Vio lalu pergi cepat dari sana. "Yang bener aja, ni jantung gacape apa?" monolog Vio menggeleng pelan sambil mengusap dadanya itu.
...»»---->To Be Continued<----««...