NovelToon NovelToon
WIDARPA

WIDARPA

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Anak Yatim Piatu / Pengasuh
Popularitas:688
Nilai: 5
Nama Author: Karangkuna

Renjana, seorang gadis muda yang baru saja pindah ke kota kecil Manarang, mulai bekerja di panti asuhan Widarpa, sebuah tempat yang tampaknya penuh dengan kebaikan dan harapan. Namun, tak lama setelah kedatangannya, ia merasakan ada yang tidak beres di tempat tersebut. Panti asuhan itu, meski terlihat tenang, menyimpan rahasia gelap yang tak terungkap. Dari mulai bungkusan biru tua yang mencurigakan hingga ruangan misterius dengan pintu hitam sebagai penghalangnya.

Keberanian Renjana akan diuji, dan ia harus memilih antara melarikan diri atau bertahan untuk menyelamatkan anak-anak yang masih terjebak dalam kegelapan itu.

Akankah Renjana berhasil mengungkap misteri yang terkubur di Widarpa, atau ia akan menjadi korban dari kekuatan jahat yang telah lama bersembunyi di balik pintu hitam itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

WIDARPA 09

Wanita yang duduk di seberang Renjana tadi juga ikut turun. Ia berjalan dengan langkah ringan, tampak tak terburu-buru. Setelah wanita itu turun, pria yang duduk di kursi depan juga mengikuti. Dengan gerakan lambat namun mantap, dia keluar dari angkot, meraih rokok yang masih tersisa di tangan sebelum menyalakannya kembali. Dia bahkan tak melirik ke arah Renjana.

Renjana mengamati mereka sebentar, lalu kembali memusatkan perhatian pada panti yang ada di depannya. Ia merasa sedikit canggung, berdiri sendiri setelah mereka berdua pergi. Angkot itu kini terasa lebih sepi, hanya ada dirinya dan Pak Benos yang masih berada di dalam.

Pak Benos menoleh ke Renjana, memberikan senyum yang menenangkan. "Ayo, Nak, waktunya masuk. Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja," katanya masih duduk di dalam angkot.

Renjana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum akhirnya melangkah keluar dari angkot, menuju pintu gerbang Panti Widarpa yang sudah menanti. Pagar hitam yang menjulang tinggi itu kini tampak lebih dekat, dengan tanaman menjalar yang menghiasi bagian atasnya, memberikan kesan sejuk dan alami.

Renjana melangkah menuju gerbang, diikuti oleh Pak Benos yang berteriak, "Nanti kalau kamu mau pulang, kamu bisa menunggu di pos kecil itu, di ujung jalan sana. Aku pasti lewat lagi kok, jadi jangan khawatir."

Renjana mengangguk dengan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih banyak, Pak," jawabnya, suaranya mengandung rasa syukur yang tulus.

Dengan sedikit rasa cemas namun juga penuh tekad, Renjana melangkah mantap menuju pintu gerbang Panti Widarpa. Saat dia melangkah, dia sempat menoleh sekilas ke Pak Benos yang mulai menghidupkan mesin untuk kembali melanjutkan perjalanan. Mobil itu berdesir pelan sebelum bergerak meninggalkan area panti.

Renjana menatap pagar hitam yang kokoh di depannya, dengan tulisan berwarna emas yang mengingatkannya kembali pada tujuan dan langkah besar yang baru saja dimulai. Langkahnya terus maju, menuju gerbang yang sudah terbuka.

Renjana melangkah pelan menuju pria yang tadi ikut turun dari angkot Pak Benos, pria itu masuk ke ruangan kecil mirip pos jaga. Pria itu keluar sejenak tampak tak terburu-buru, sedikit melirik Renjana dengan tatapan yang sulit dipahami.

Renjana sedikit ragu, namun ia mengumpulkan keberanian. “Saya datang untuk interview, pagi ini,” jawabnya, mencoba terdengar yakin meski ada sedikit kegugupan di dalam dirinya.

Pria itu tidak langsung menjawab, melainkan menatap Renjana dengan tajam. Renjana merasa sedikit canggung, seolah pria itu sedang mengukur setiap gerakannya, membaca ekspresi wajahnya dengan seksama. Tatapan pria itu terasa dalam, seperti menyelami sesuatu yang tersembunyi di dalam diri Renjana. Ada sesuatu yang misterius di dalam dirinya, aura yang sulit dijelaskan, namun cukup kuat untuk membuat Renjana merasa sedikit tak nyaman.

Setelah beberapa detik, pria itu akhirnya mengangguk perlahan, tanpa ekspresi. “Jalan terus ke atas. Masuk saja ke dalam, nanti kamu akan bertemu Yunni si resepsionis,” ujarnya sambil menunjuk ke arah bangunan yang lebih tinggi di atas sana, agak tersembunyi di balik pepohonan.

Renjana mengangguk, sedikit bingung dengan responnya yang singkat. “Terima kasih,” katanya, dan melangkah maju, berjalan ke arah bangunan yang ditunjuk.

Namun, sebelum ia melangkah terlalu jauh, Renjana merasakan tatapan pria itu masih tertuju padanya. Seakan mengawasi setiap langkahnya, menilai dengan seksama. Sesuatu di dalam diri pria itu terasa mempengaruhi atmosfer di sekitarnya, dan Renjana tidak bisa menghindari rasa ingin tahu yang mendalam tentang siapa dia sebenarnya.

Dengan langkah yang lebih mantap, Renjana melanjutkan perjalanan menuju bangunan di atas sana, meninggalkan pria itu dengan aura misteriusnya di belakang.

Renjana melangkah dengan hati-hati, langkahnya terasa semakin berat seiring dengan keringat yang mulai mengalir di pelipisnya. Napasnya mulai terengah-engah, tubuhnya sedikit lelah, tetapi tekad untuk menjalani wawancara ini membuatnya terus maju. Suasana sekitar terasa sunyi, hanya suara langkah kakinya yang memecah keheningan. Semakin mendekat ke bangunan itu, ia merasakan atmosfer yang agak menekan, seolah ada sesuatu yang tersembunyi di dalamnya.

Bangunan yang terlihat di hadapannya adalah sebuah gedung abu-abu tua dengan tiga lantai yang tampak kokoh namun sedikit suram, seperti terperangkap dalam waktu yang telah lama berlalu. Teras depan dihiasi dengan empat buah tangga yang menanjak menuju pintu utama. Tanaman liar yang menjalar di sekitar bangunan menambah kesan misterius dan sepi, seakan bangunan ini berdiri di tengah hutan yang sunyi.

Renjana berhenti sejenak di ujung tangga, merasakan angin sejuk yang berhembus melalui pepohonan yang ada di sekeliling. Dengan sedikit ragu, dia melangkah naik dan mulai mendekati pintu utama yang terbuat dari kayu cokelat. Pintu itu terlihat kuat dan kokoh, namun juga memberi kesan tua, seperti sudah menyimpan banyak cerita di baliknya.

Dengan sebuah tarikan napas, Renjana menegakkan punggungnya dan menggapai pintu itu, mendorongnya perlahan. Begitu pintu terbuka, suasana di dalam langsung terasa berbeda—lebih hening, lebih berat, seolah dunia luar telah jauh tertinggal. Suara pintu yang berderit saat dibuka memberikan kesan sepi yang semakin mendalam.

Renjana melangkah masuk ke dalam, matanya berkeliling mencari petunjuk di ruangan tersebut. Dinding-dindingnya dihiasi dengan lukisan-lukisan tua yang tampak pudar, sementara lampu-lampu gantung yang menggantung di langit-langit menyinari ruangan dengan cahaya redup. Pintu itu tertutup dengan sendirinya setelahnya, meninggalkan Renjana di dalam kesunyian yang hanya terpecah oleh langkah-langkah kakinya.

Renjana merasa ada ketegangan di udara, seolah tempat ini menyimpan banyak rahasia. Di dalam hatinya, ia mulai bertanya-tanya tentang apa yang akan ia temui di sini, apakah semuanya akan berjalan dengan lancar seperti yang diharapkan, atau ada hal lain yang tersembunyi di balik suasana suram ini.

Wanita mungil di meja resepsionis itu mengangkat pandangannya dari dokumen yang sedang dia baca, tersenyum ramah saat melihat Renjana. "Selamat pagi, Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan suara lembut.

Renjana tersenyum canggung dan menjawab, "Saya ada jadwal interview pagi ini, untuk posisi pengasuh anak."

Wanita itu tersenyum dang bangkit dari kursinya. "Silakan, saya akan mengantar Anda ke ruang interview."

Renjana mengangguk dan mengikuti wanita itu yang berdiri dan mulai berjalan menuju lorong yang ada di sebelah kanan ruangan resepsionis. Ketika mereka melewati lobi, Renjana merasakan suasana gedung yang cukup sunyi dan dingin, dengan cahaya lampu gantung yang memancarkan cahaya kuning yang hangat. Lantai yang mengkilap memantulkan cahaya tersebut, sementara udara yang terasa sejuk menyelimuti setiap langkah mereka.

Mereka terus berjalan, suara langkah kaki mereka yang teredam menciptakan kesan hening yang semakin menambah kesan misterius di tempat itu. Wanita itu membawa Renjana menuju sebuah pintu yang terletak di ujung lorong. Pintu itu berwarna merah, mencolok di tengah suasana yang serba redup dan sepi.

1
Nicky Firma
awal yang bagus, ditunggu part selanjutnya
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
Senja
bagus. lanjut thor
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!