Setelah bangun dari kematian, dan menyaksikan keluarganya di bunuh satu persatu untuk yang terakhir kalinya, kini Naninna hidup kembali dan bereankarnasi menjadi dirinya lagi. Memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin. memastikan bahwa apa yang telah di alaminya saat ini hanyalah ilusi, namun ia merasakan sakit saat jari lentiknya mencubit pelan wajah mulusnya. Seketika ia tersadar bahwa hal ini bukanlah ilusi, melainkan kenyataan yang harus ia terima. Tidak mengerti mengapa Tuhan masih baik dan mau memberinya satu kesempatan, Ninna menyadari bahwa ia tidak akan menyia-nyiakannya lagi.
Sembari memantapkan diri dan tekad, Naninna berusaha untuk bangkit kembali dan memulainya dari awal. Dimana musuh bebuyutannya terus saja berulah hingga membuat seluruh keluarganya terbunuh di masa lalu.
Naninna... tidak akan pernah melupakannya.
Kekejaman yang telah mereka lakukan pada keluarga dan orang-orang terdekatnya, ia akan membalasnya satu-persatu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DeeSecret, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suasana Yang Berbeda
Hari ini Naninna berdandan amat cantik.
Menatap dirinya di depan cermin dengan senyuman lebar di wajahnya. Karena hari ini ia akan ikut sarapan pagi di bawah, maka dari itu ia telah mempersiapkan semuanya supaya terlihat lebih alami. Naninna sengaja memakai dress putih di bawah lutut tanpa lengan. Di balut rompi panjang berwarna hitam namun terlihat cocok dengan kulit aslinya. Rambut hitam legamnya ia cepol sedikit acak, guna menambahkan kesan mature pada dirinya. Tak lupa juga ia memaki lip balm yang senada dengan warna bibirnya. Di ambang pintu, Yumiella melihat penampilan sang Nona dengan sorot takjub dan terpesona.
Nonanya... benar-benar cantik hari ini.
Tapi Yumiella merasa curiga jika di balik penampilan sang Nona, pasti ada sesuatu yang akan terjadi saat sarapan nanti. Namun ia tidak akan ambil pusing. Selagi sang Nona baik-baik saja dan bahagia, dirinya tidak akan ikut campur.
Setelah puas bercermin, Naninna melangkah sedikit tertatih lantaran lebam di kaki kanannya masih terasa sakit, namun hal itu tidak menggoyahkan tekad dirinya untuk memprovokasi mereka.
"Ayo Yumiella... Kita pergi ke bawah. Mereka... pasti sudah terlalu lama menunggu."
Yumiella menjawab patuh, "Baik, Nona."
Mereka pergi.
Menuju pintu lift untuk menuju ke lantai bawah tempat dimana mereka berkumpul untuk sarapan. Setelah sampai dan pintu lift terbuka, sosok wanita jangkung yang tingginya sedikit melebihi dirinya, menjulang tepat di depan mata. Sorot mata wanita itu sedikit berubah saat retina hitamnya menatap retina miliknya.
Chloe dan Naninna saling beradu tatap.
Namun tak ada yang berani menyuarakan isi hatinya. Karena tidak ada respon dari Nona kecilnya, Chloe sedikit kecewa dan memilih minggir sedikit dengan kepala menunduk dalam. Suasana berubah menjadi hening. Menyadari Nona kecilny enggan pergi padahal ia memberinya jalan lebar, mau tak mau Chloe memberanikan diri wajah wanita itu.
Chloe terpaku.
Naninna menyorotnya seolah berkata ini semua salahku? Karena dirinya masih tidak bisa memahami isi hati Nona kecilnya saat ini. Chloe pun hanya bisa berdiri diam, hingga akhirnya sebuah tubrukkan lembut sedikit membuatnya terhuyung ke belakang. Ternyata Naninna memeluk dirinya. Chloe jelas tidak siap menerima perlakuan ini. Apalagi sudah dua bulan dirinya tidak berbicara empat mata dengan sang Nona, Chloe fikir Naninna masih mengabaikan dirinya sampai saat ini.
"N-nona..."
"Rann..."
Deg....
Panggilan ini... yang amat sangat ia rindukan. Setelah Nona kecilnya memutuskan untuk menikahi kekasihnya, Naninna sudah tidak pernah lagi memanggil dirinya dengan sebutan itu. Chloe tidak tahu mengapa alasannya. Namun hal itu tidak terlalu ia permasalahkan. Sampai suatu hari Naninna benar-benar berubah, wanita itu bahkan jarang bertatap muka dengannya seolah sengaja menjauhi dirinya. Naninna juga sering kesal akibat Chloe selalu menegur karena ia selalu termakan oleh provokasi Amalia.
Jelas hal itu akan mengakibatkan hal yang baruk bagi sang Nona.
Chloe takut jika Naninna nanti akan sakit hati lalu merasa di khianati. Beberapa kali Chloe memberitahunya untuk tidak percaya dengan suaminya, namun Naninna hanya marah dan berkata bahwa dirinya hanya membuang-buang waktu saja.
"Nona... ada apa?"
Chloe mulai bertanya hati-hati. Takut jika sang Nona masih memendam amarah dan mulai mengumpatinya. Tapi sepertinya sang Nona tidak akan marah lagi. Mendengar tangisan kecil yang terdengar menyakitkan, bohong jika Chloe tidak tidak merasakannya.
"Rann..." Naninna mengusap air matanya yang mengalir deras. Retina emasnya menyorot lembut wajah sahabat kecilnya. "Mulai sekarang... Apapun yang terjadi ke depannya, kau tidak perlu mengkhawatirkan diriku lagi. Kau tidak perlu lagi melakukan sesuatu yang bisa membahayakan nyawamu. Kau juga sangat berharga, Chloe... Jangan pernah menyia-nyiakan hidupmu lagi untuk wanita sepertiku."
Chloe tidak tahu apa yang terjadi pada sang Nona. Semua perkataannya terdengar tulus terbalik dengan sosoknya selama ini. Namun, Jika Naninna sudah berkata seperti itu... Chloe tersenyum dan mulai mengikuti perintahnya.
"Nona... Saya telah mengabdi bertahun-tahun di keluarga Nona. Pengabdian saya selama ini bukan hanya semata-mata kau seorang majikan, tapi semua itu saya lakukan karena bentuk hormat saya pada keluarga Nona yang telah memberikan tempat untuk keluarga saya. Namun setelah itu semua..."
Chloe tersenyum arti.
Naninna tidak bisa mengartikannya.
Namun Yumiella yang sejak tadi menyaksikan, mengetahui hanya dengan melihat mata Chloe. Bahwa wanita itu... memiliki perasaan berbeda dengan sang Nona.
"Ada sesuatu hal yang tidak perlu anda ketahui mengapa saya begitu menghormati dan mengabdikan semua hidup saya untuk Nona. Jadi, jangan pernah berkata bahwa saya akan menyia-nyiakan nyawa saya untuk wanita seperti Nona, saya sungguh membencinya."
Chloe maju sedikit, meraih telapak tangan kanan Nona kecilnya yang masih saja terlihat halus dan menggemaskan. Naninna dibuat terpaku saat Chloe malah membawa tangannya ke arah bibirnya. Suar kecupan lembut terngiang di telinganya. Yumiella terpaku, rahang mulutnya terjatuh sepenuhnya saat Chloe tanpa basa-basi mencium lembut telapak sang Nona. Yumiella memalingkan wajahnya.
Apa-apaan ini? Jika memang memiliki perasaan pada sang Nona, seharusnya dia bisa menjaga dan memberinya privasi. Lantas hal apa yang akan ia dapatkan setelah melakukan semua itu???
Chloe tersenyum tulus. Retina gelapnya sedikit bercahaya saat mengetahui Nona kecilnya tidak berontak dan hanya diam tanpa bersuara.
"Lebam yang ada di kaki Nona... apakah baik-baik saja? Apa Yumiella telah mengompresnya dengan benar?"
Naninna mengangguk tanda jika lebam di kakinya baik-baik. Naninna memilih untuk mengabaikan sahabat kecilnya dan mulai sarapan. Semua orang telah berkumpul. Amalia sudah ada sejak tadi. Matthew yang menyaksikan sikap kurang ajar Chloe, lantas berbicara pada istrinya.
"Pelayan itu... tidak punya sopan santun. Apakah kau akan membiarkannya begitu saja? Jika di biarkan... takut sesuatu yang buruk akan menimpa rumah tangga kita."
"Kenapa memangnya?"
"Hah?"
Matthew bingung. Saat melihat wajah datar istrinya yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Naninna berkata tanpa nada.
"Memangnya kenapa sikap Rann tadi padaku? Apakah terlihat buruk dimatamu? Lantas, hal apa yang menurutmu baik sehingga kau berani menjelekkan sahabatku?"
"Kakak, Matt hanya mengkhawatirkan dirimu. Karena Chloe hanyalah seorang pelayan, tidak lebih. Tidak sopan jika dia bersikap seperti itu."
"Seperti itu?" Naninna membeo. "Matt, kau bilang jika Rann suatu saat nanti akan mendatangkan hal buruk pada rumah tangga kita kan? Lantas kenapa kau membawa sembarangan orang lain dirumah kita? Rumah ini... masih milikku. Dan kau se'enaknya membawa masuk orang lain tanpa seizin dariku."
Amalia mulai tersinggung.
Sejak bangunnya Naninna dari koma, wanita itu tidak ada hentinya menghina bahkan sampai menghujaminya dengan tatapan yang merendahkan martabat dan harga dirinya. Tidak di kamar, ruang tamu, taman bahkan meja makan pun, Naninna selalu saja mengeluarkan kata-kata kasar.
"Kau bahkan sudah tahu kalau Amalia itu sepupuku. Mengapa kau menyamakan dia dengan pelayanmu itu?"
"Ran bukan hanya sekedar pelayanku saja, Matt. Jaga bicaramu itu. Ran juga sahabatku, sahabat masa kecilku bahkan sampai saat ini. Jadi berhenti menghinanya dengan mulut kotormu itu." Naninna mulai terpancing dan menggebrak meja. Nasi yang ada di atas piring langsung keluar berhamburan mengotori meja makan.
Jelas Matthew terkejut.
Tidak pernah mendapatkan perlakukan kasar dari istrinya, sekarang sekalinya melihat, Matthew di buat gugup setengah mati.
"Naninna, aku ini suamimu. Bersikaplah sopan!"
"Kau bahkan berani berteriak di depanku Matthew! jangan karena aku dulu selalu bersikap lunak padamu, kau bersikap se'enaknya denganku. Kau fikir diriku ini orang lain? Apakah kau selama ini selalu berfikir bahwa diriku tidak ada bedanya dengan pelayan disini? Jelas semuanya terlihat dimata kamu."
"Apa yang kau bicarakan? Tidak kah kau menyadari bahwa kau telah banyak berubah sejak sadarnya dirimu dari koma? Aku harus menelfon Dokter."
"Tidak perlu." Naninna berusaha bersikap lebih tenang. "Kau sekarang bahkan sudah menganggapku gila, setelah itu apalagi? Apakah kau akan berselingkuh dengan wanita lain saat aku berada di rumah sakit jiwa?"
"Pembicaraanmu sudah melewati batas, Naninna!"
"BERHENTI BERTERIAK DI DEPANKUUU!" Naninna mengatur nafasnya perlahan. Hidungnya mulai mengalami anstringen. Dadanya kian sesak saat rasa sakit itu menjalar ke dalam hatinya. "Aku sudah pernah bilang padamu jangan pernah berteriak di depanku. Aku ini istrimu Matt, bukan orang lain. Perlakukanlah diriku layaknya istri."
Amalia mulai di landa dilema.
Sikap Naninna yang perlahan berubah, membuatnya takut dan khawatir akan rencananya yang selama ini ia susun rapi. Jika dirinya terpancing, maka Naninna lah yang akan menjadi pihak yang paling menang. Namun dirinya juga tidak menemukan solusi apapun. Kemarahan Naninna sudah jelas menjadi bukti bahwa sebentar lagi mungkin mereka akan terbongkar.
"Aku... Aku akan pergi dari rumah ini."
Amalia mulai angkat bicara. Hanya ini satu-satunya cara kan? Matthew menatap mata Amalia, berharap bahwa wanita itu tidak melakukan hal gegabah. Amalia tidak peduli.
"Aku akan pergi dari rumah ini."
"Apa aku pernah menyuruhmu untuk pergi dari rumah ini? Dan apakah diriku mengusirmu?"
Amalia bingung harus menjawab apa.
"Jika kau menganggap dirimu tamu di rumah ini, bersikaplah layaknya tamu dan jangan pernah ikut campur urusan rumah tangga orang lain. Tapi jika kau hanya menganggap dirimu adalah sepupu dari suamiku, kau juga tidak berhak mencampuri urusanku dengan Matt. Statusmu hanyalah sepupu dan tamu dirumah ini. Aku akan mengizinkan dirimu pergi dari rumah ini setelah kau menemukan pekerjaan. Dan hanya dengan gajimu lah kau bisa menemukan tempat tinggal."
Amalia tertegun.
"Bukankah selama ini, kau menikmati semua kemewahan dan uang dari suamiku? Semua itu adalah hakku. Dia bahkan tidak pernah memberiku seuatu yang sangat berharga."
Naninna melengos pergi meninggalkan mereka.
"Sungguh merepotkan."