"Ayah bukanlah ayah kandungmu, Shakila," ucap Zayyan sendu dan mata berkaca-kaca.
Bagai petir di siang bolong, Shakila tidak percaya dengan yang diucapkan oleh laki-laki yang membesarkan dan mendidiknya selama ini.
"Ibumu di talak di malam pertama setelah ayahmu menidurinya," lanjut Zayyan yang kini tidak bisa menahan air matanya. Dia ingat bagaimana hancurnya Almahira sampai berniat bunuh diri.
Karena membutuhkan ayah kandungnya untuk menjadi wali nikah, Shakila pun mencari Arya Wirawardana. Namun, bagaimana jika posisi dirinya sudah ditempati oleh orang lain yang mengaku sebagai putri kandung satu-satunya dari keluarga Wirawardana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Keputusan
Senyum lebar terukir dari bibir Cintia. Dia senang karena Bu Diana dan Pak Haris sudah mendukung dirinya untuk menjadi istrinya Abian. Pembicaraan mereka pun dia rekam.
"Mama tidak setuju kamu menikah dengan Shakila."
"Tapi, Ma. Aku mencintainya!"
"Kamu mau pilih mama atau dia?" Kemarahan Bu Diana sudah mencapai ubun-ubun.
Abian terdiam. Dia mana bisa memilih salah satu dari kedua perempuan yang berarti di dalam hidupnya. Satu, wanita yang sudah melahirkan dan membesarkan dirinya. Lalu, yang satu lagi adalah perempuan yang dicintainya dan ingin menghabiskan waktu bersama dengannya dalam ikatan yang halal.
"Jika kamu benar-benar menyayangi mamamu, maka ikuti keinginannya. Jika, kamu mau mengikuti egomu, pergilah bersama wanita pilihanmu itu," kata Pak Haris.
Mata Abian memerah. Hatinya sakit harus melepaskan Shakila. Dia sangat tidak rela.
"Seorang ibu tidak akan pernah meninggalkan anaknya. Tetapi, seorang anak tidak pernah merasa berat ketika meninggalkan ibunya. Apa kamu akan meninggalkan mamamu ini?" Bu Diana bicara diiringi suara tangisan.
"Baiklah. Aku akan memutuskan hubungan dengan Shakila, tetapi bukan berarti aku mau menerima Cintia. Dengan begini adil untuk semuanya, kan?" ucap Abian. Laki-laki itu tahu betul mamanya ingin dia menikah dengan Cintia. Namun, dia tidak menginginkan perempuan itu.
Cintia yang berdiri di balik pintu dibuat terkejut. Dia kesal sekali kepada Abian. Selama ini dia banyak sekali melakukan kebaikan untuk laki-laki itu dan keluarganya. Tidak sedikit uang yang dia keluarkan untuk memberikan hadiah kepada kedua orang tuanya.
"Tidak bisa seperti itu Abian! Cintia adalah wanita terbaik untuk kamu. Keluarga dia jelas. Tidak seperti Shakila, ayahnya siapa," teriak Bu Diana mengikuti langkah putranya yang pergi ke lantai atas.
Cintia segera pergi dari sana. Tadinya dia berniat mengantarkan beberapa makanan yang dibeli oleh mamanya. Seperti biasa dia akan menyerahkan sebagian barang yang dibeli kepada Bu Diana.
"Aku akan kirimkan rekaman ini biar Shakila tahu diri dan mundur," batin Cintia yang tersenyum jahat.
Sementara itu, Shakila dan Zayyan sedang menikmati pisang rebus dan teh hangat. Mereka duduk di teras belakang sambil melihat keindahan langit di sore hari.
Bunyi pesan membuat kedua orang yang sedang asyik bercakap-cakap, terdiam. Zayyan melihat ada pesan suara dari nomor asing.
"Mama ingin kamu putuskan hubungan dengan Shakila sekarang juga!"
"Kenapa, Ma? Tidak semudah itu memutuskan hubungan yang sudah dijalin. Apalagi aku dan Shakila sudah sepakat untuk menikah. Waktunya juga tinggal delapan bulan lagi."
"Sebaiknya kamu dengarkan apa kata mamamu, Abian. Ini demi kebaikan semua orang. Selagi kamu dan Shakila belum menikah, jadi putuskan hubungan kalian!"
"Mama tidak setuju kamu menikah dengan Shakila."
"Tapi, Ma. Aku mencintainya!"
"Kamu mau pilih mama atau dia?"
"Jika kamu benar-benar menyayangi mamamu, maka ikuti keinginannya. Jika, kamu mau mengikuti egomu, pergilah bersama wanita pilihanmu itu."
"Seorang ibu tidak akan pernah meninggalkan anaknya. Tetapi, seorang anak tidak pernah merasa berat ketika meninggalkan ibunya. Apa kamu akan meninggalkan mamamu ini?"
"Baiklah. Aku akan memutuskan hubungan dengan Shakila ...."
Zayyan dan Shakila mengenali itu adalah suara Abian dengan kedua orang tuanya. Hati ayah dan anak itu merasa sangat sakit mendengar pembicaraan keluarga itu. Terlebih sang gadis. Dia tidak menyangka kalau calon suaminya akan melepaskan dirinya atas desakan kedua orang tua.
"Ayah tahu ini sangat menyakitkan bagi kamu. Jika Abian jodoh kamu, pasti akan tetap bersamamu, Nak. Sebaliknya, jika dia bukan jodohmu, sekuat apa pun kamu menginginkan dirinya, tidak akan bisa bersatu," kata Zayyan dengan mata berkaca-kaca.
"Kenapa, Yah? Aku ini bukan anak haram. Tetapi, mereka melihat aku begitu hina dan tidak pantas bersanding untuk Abian."
Zayyan memeluk Shakila. Dia sebagai orang tuanya ikut merasakan sakit dan tidak terima putri kesayangannya dipandang hina.
"Mungkin Abian bukan jodoh kamu. Tapi, yakinlah Allah akan memberikan jodoh terbaik untuk kamu."
Shakila menangis dalam pelukan ayahnya. Sore itu langit begitu cerah dengan perpaduan warna yang indah. Terbalik dengan perasaan gadis itu yang terasa suram.
Zayyan tiada henti menghibur Shakila. Dia tahu putrinya dalam suasana hati yang sedih dan berharap bisa segera bangkit dan semangat kembali.
Semalaman Shakila mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Karena Dia-lah yang membolak-balikan hati. Dia berharap perasaan patah hatinya ini bisa segera terobati.
"Ya Allah, Engkaulah yang menciptakan makhluk secara berpasang-pasangan, maka berikanlah aku pasangan yang bisa menerima diriku apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan yang aku miliki."
***
Pagi-pagi sekali bahkan matahari pun belum terbit, Silvia sudah bangun. Dia akan mencari tahu anak kandung Arya sebelum muncul dihadapan keluarga Wirawardana. Wanita itu akan menyewa detektif untuk mencari keberadaan Almahira dan putrinya.
Kemarin Widuri memberikan beberapa foto Almahira semasa muda. Benda itu yang akan menjadi petunjuk bagi Silvia untuk mencari keberadaan mereka.
"Apa papa sudah tahu kalau aku ini bukan anak kandungnya?" batin Silvia. Dia takut tidak akan diakui lagi sebagai anak oleh Arya, jika identitasnya sudah terbongkar.
Saat ini Silvia tidak melihat perubahan pada Arya. Laki-laki itu masih memperlakukan dirinya dengan baik. Tidak ada hal yang mencurigakan juga di sekitarnya.
Silvia mendatangi sebuah bangunan tua, tetapi terlihat rapi dan bersih. Itu menunjukkan kalau tempatnya dihuni oleh orang yang suka kebersihan.
Seorang laki-laki paruh baya dengan tubuh yang tegap membukakan pintu. Silvia kemudian memperkenalkan diri sebagai klien yang semalam menghubunginya.
"Ini adalah foto 25 tahun yang lalu. Ini biodata dari wanita itu. Aku ingin secepatnya mendapatkan kabar tentangnya dan keluarganya saat ini," kata Silvia.
"Baiklah. Sekarang juga aku akan bekerja jika bayarannya masuk akal," balas laki-laki itu.
Silvia mengeluarkan sebuah amplop coklat yang cukup tebal. Pria itu pun tersenyum lebar.
"Secepatnya aku akan berikan informasi kepada Anda, Nona."
Silvia pun segera pergi dari sana. Dia akan langsung ke bandara untuk menjemput papanya.
Arya keburu pergi ke luar negeri setelah melakukan tes DNA. Hasilnya belum dia ketahui karena Pak Darmawan tidak berani membukanya. Amplop penting itu masih tersimpan di laci meja kerja milik laki-laki itu.
Lantai 25 di mana ruang kerja Arya dan Pak Darmawan berada, jarang didatangi oleh orang. Hanya segelintir orang yang bisa masuk ke sana.
Sebuah bayangan hitam terlihat berlari masuk ke dalam ruang kerja Arya. Kamera CCTV yang ada di lantai itu biasanya nyala, terapi hari ini terlihat mati. Tidak lama kemudian bayangan hitam itu ke luar dari sana dengan gerakan cepat.
***