Setelah mengorbankan dirinya demi melindungi benua Tianlong, Wusheng, Sang Dewa Beladiri, seharusnya telah tiada. Namun, takdir berkata lain—ia terlahir kembali di masa depan, dalam tubuh seorang bocah lemah yang dianggap tak berbakat dalam seni bela diri.
Di era ini, Wusheng dikenang sebagai pahlawan, tetapi ajarannya telah diselewengkan oleh murid-muridnya sendiri, menciptakan dunia yang jauh dari apa yang ia perjuangkan. Dengan tubuh barunya dan kekuatannya yang tersegel, ia harus menemukan jalannya kembali ke puncak, memperbaiki warisan yang telah ternoda, dan menghadapi murid-murid yang kini menjadi penguasa dunia.
Bisakah Dewa Beladiri yang jatuh sekali lagi menaklukkan takdir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8 Tugas Yang Mustahil: Demi Mendapat Pengakuan Keluarga
Wu Shen meliriknya sejenak, menyadari nada kesedihan dalam suara Lin Shuelan. "Kau ingin memberitahuku sesuatu?"
Lin Shuelan menggigit bibirnya, tampak ragu. Namun, akhirnya, ia berkata dengan suara pelan, "Mungkin... orang yang mengirim pembunuh itu adalah saudariku sendiri."
Wu Shen terdiam, menunggu Lin Shuelan melanjutkan kisahnya.
"Seperti yang aku katakan tadi, aku berasal dari Sekte Mawar Putih. Ayahku adalah salah satu penatua di sana. Hubunganku dengan keluargaku tidaklah baik. Entah kenapa, mereka membenciku tanpa alasan yang jelas. Mungkin karena itu saudariku mengirim pembunuh bayaran untuk menghabisiku."
Wu Shen tidak menjawab, hanya mengamati gadis di hadapannya dengan tatapan yang sulit dibaca.
"Aku tidak ingin mempercayainya... tapi jika benar saudariku yang menginginkan kematianku..." Lin Shuelan menghela napas, lalu mengangkat wajahnya dan menatap Wu Shen. "Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."
"Kau akan melakukan apa yang perlu kau lakukan. Jika kau ingin hidup, kau harus menemukan caramu sendiri untuk bertahan," ucap Wu Shen akhirnya, suaranya hangat dan menenangkan.
Lin Shuelan menatapnya dalam-dalam, lalu tersenyum tipis. "Kau berbicara seperti seseorang yang sudah melihat banyak kematian."
Wu Shen tidak menjawab. Namun, sorot matanya mengatakan lebih banyak daripada kata-kata.
Dalam keheningan itu, hanya suara api yang membakar kayu dan aliran sungai yang mengalir perlahan yang menemani dua orang asing yang kini mulai saling memahami satu sama lain.
...
Matahari mulai meninggi saat Wu Shen dan Lin Shuelan akhirnya meninggalkan Hutan Bayangan. Pepohonan tinggi yang sebelumnya mengurung mereka kini berangsur-angsur berganti dengan jalan setapak berbatu yang lebih terbuka.
Hembusan angin pagi yang sejuk menemani perjalanan mereka, sementara suara burung berkicau di kejauhan menjadi latar alami yang menenangkan.
Lin Shuelan berjalan di samping Wu Shen, sesekali melirik pemuda itu dengan rasa ingin tahu yang tak bisa ia sembunyikan. Ia masih teringat kejadian semalam, saat Wu Shen dengan mudahnya menumbangkan kelompok Zhang Wei.
“Aku masih tidak mengerti,” ujar Lin Shuelan, akhirnya memecah keheningan. “Kau bilang bahwa kau dianggap sampah di Sekte Phoenix, tapi aku melihat sendiri kemampuanmu. Kau sangat kuat, Wu Shen.”
Wu Shen menoleh sekilas, lalu mengalihkan pandangannya ke jalan di depan. "Mungkin karena ayahku merupakan orang biasa dari luar sekte, jadi mereka membuliku karena keluargaku, bukan karena bakatku."
Tentu saja itu adalah salah satu alasan mengapa Wu Shen dibully oleh murid-murid lainnya, meskipun Wu Shen yang asli juga dibully karena bakat seni beladirinya yang buruk.
Namun, jawaban itu jauh lebih baik daripada mengungkap identitasnya yang sebenarnya sebagai Wusheng, Sang Dewa Beladiri.
'Yah... Meskipun aku mengatakan hal itu, dia pasti akan menganggapku sebagai orang aneh yang kebanyakan mengkhayal,' pikir Wu Shen.
Lin Shuelan terdiam. Ia masih tidak bisa memahami bagaimana seseorang seperti Wu Shen, yang jelas memiliki keahlian luar biasa, bisa dianggap tidak berbakat. Namun, justru alasannya dibully adalah karena orang tuanya?
“Tapi kalau begitu… bagaimana kau bisa menjadi sekuat ini?” tanyanya akhirnya.
Wu Shen tersenyum kecil, tatapannya samar seolah mengenang sesuatu. “Aku menemukan caraku sendiri. Aku menggunakan metode yang tidak mereka ketahui… atau mungkin tidak mereka pahami.”
Lin Shuelan menatapnya penuh arti. Ada sesuatu yang lebih dalam di balik kata-kata Wu Shen, sesuatu yang belum ia ungkap sepenuhnya.
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya mereka sampai di sebuah tanjakan tinggi. Dari puncaknya, mereka bisa melihat pemandangan luar biasa—Kota Xince yang ramai terhampar di bawah mereka, dengan Gunung Phoenix menjulang megah di belakangnya.
Gunung itu benar-benar indah, sesuai dengan namanya. Sebagian besar pepohonannya memiliki daun berwarna oranye dan merah, seolah-olah gunung itu diselimuti api yang membara dalam keheningan.
Lin Shuelan tersenyum kecil. “Akhirnya kita sampai.”
Mereka melanjutkan perjalanan menuruni tanjakan, dan tak lama kemudian, mereka memasuki gerbang Kota Xince.
Jalanan kota itu dipenuhi pedagang yang menjajakan dagangan mereka, anak-anak yang berlarian di antara kerumunan, serta para seniman beladiri dan kultivator dari berbagai sekte yang terlihat berjalan dengan jubah khas mereka masing-masing.
Wu Shen dan Lin Shuelan melangkah melalui jalanan Kota Xince yang sibuk. Pedagang berteriak menawarkan dagangan mereka, sementara para pembeli terlihat sibuk menawar harga.
Di antara keramaian itu, Wu Shen akhirnya bertanya, "Aku belum mendengar apa tujuanmu datang ke tempat ini?"
Lin Shuelan menoleh ke arahnya, lalu menghela napas pelan sebelum menjawab, "Sebenarnya, aku mendapatkan tugas dari ayahku. Aku harus membangun kerja sama perdagangan antara Sekte Mawar Putih dan Kota Xince. Tapi untuk melakukannya, aku harus mendapatkan izin dari Sekte Phoenix."
Wu Shen mengangguk pelan. Melalui ingatan Wu Shen yang asli, dia tahu bahwa setiap kota besar yang ada di Benua Tianlong dilindungi atau dipimpin oleh sekte-sekte yang ada. Di sini, Sekte Phoenix adalah penguasa. Tanpa izin mereka, mustahil Lin Shuelan dapat melanjutkan tugasnya.
"Tapi sayangnya, hubungan antara Sekte Phoenix dan Sekte Mawar Putih tidak begitu baik. Ini mungkin tidak akan mudah."
Wu Shen menoleh ke arah gadis itu. Ia dapat merasakan kesedihan dan tekadnya yang kuat untuk menyelesaikan tugas mustahil yang diberikan kepadanya.
"Jangan khawatir. Aku akan membantumu sebisaku," jawab Wu Shen dengan tenang.
Lin Shuelan menatapnya sejenak, terkejut sekaligus bersyukur. "Terima kasih, Wu Shen."
Mereka melanjutkan perjalanan menuju Sekte Phoenix yang terletak di atas Gunung Phoenix.
Saat melintasi sebuah jalan setapak yang membelah hutan, mata Lin Shuelan tertuju pada tanaman yang tumbuh subur di samping pohon. Itu adalah Rumput Api, tanaman berharga yang sering digunakan dalam membuat ramuan obat-obatan berkualitas tinggi.
Wu Shen menyadari bahwa Lin Shuelan berhenti melangkah, lalu menoleh. "Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa," jawab Lin Shuelan sambil menggeleng cepat.
Wu Shen hanya mengangkat bahu sebelum kembali melangkah. Perjalanan mereka berlanjut hingga akhirnya mereka tiba di depan gerbang Sekte Phoenix.
Dua penjaga berbaju merah yang menjaga gerbang itu tampak terkejut melihat kedatangan Wu Shen.
Salah satu dari mereka langsung berseru, "Tuan Muda Wu! Akhirnya kau kembali! Nyonya Wu sangat panik mencarimu!"
Wu Shen tidak menanggapi dan terus berjalan ke dalam. Namun, saat Lin Shuelan hendak mengikutinya, dua penjaga itu menghalangi jalannya.
"Maaf, tapi nona ini tidak bisa masuk tanpa izin," kata salah satu penjaga dengan tegas.
Wu Shen menoleh dengan tatapan dingin. "Biarkan dia masuk."
Para penjaga saling bertukar pandang, ragu-ragu. "Tapi, Tuan Muda—"
"Apa kalian ingin menolak perintahku?" Tatapan Wu Shen semakin tajam, membuat mereka bergidik.
Dengan cepat, para penjaga menyingkir dan membiarkan Lin Shuelan masuk.