Raina cantika gadis berusia 23 tahun harus menerima kenyataan jika adiknya sebelum meninggal telah memilihkannya seorang calon suami.
Namun tanpa Raina ketahui jika calon suaminya itu adalah seorang mafia yang pernah di tolong oleh adiknya.
Akankah Raina menerima laki-laki itu untuk menjadi suaminya?
Apakah Raina dapat bahagia bersama laki-laki yang tidak dia kenal?
Ikuti kisah mereka selanjutnya, ya!
Jangan lupa untuk follow, like dan komentarnya!
Terima kasih 🙏 💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Kembalikan adik ku !
Raina seketika menangis histeris, saat tahu jika adik satu-satunya sudah meninggal dunia. Raina merasa, jika dunianya seketika hancur. kepulangannya dari kota, ingin memberi kejutan pada Fikri. namun malah sebaliknya, justru saat ini dia yang di buat terkejut, saat melihat kondisi adiknya seperti itu.
Arsenio, tidak memperlihatkan ekspresi apa-apa. dia pun pergi keluar, dari ruangan itu. di balik sikap dinginnya, arsenio sebenarnya sangat sedih dengan keadaan semua ini. dia tidak menyangka, jika pertemuan singkat dengan Fikri akan menimbulkan rasa sakit pada hatinya.
Morgan pun, mengikuti langkah arsenio. kini di ruangan itu, hanya ada Raina dan beberapa perawat yang akan mengurus jenazah, fikri.
Raina hanya bisa menangis, meratapi nasibnya yang di tinggalkan oleh adiknya untuk selamanya. bahkan saat ini, dirinya sudah sah menjadi istri seseorang yang bahkan dia juga, tidak mengenalinya. hatinya pun bertanya, bagaimana bisa adiknya Fikri berpikir untuk menikahkannya, dengan laki-laki asing itu?
Proses pemakaman Fikri pun, di lakukan di desa tempat di mana fikri dan Raina tinggal. kesedihan semakin terasa, saat melihat tiga makam saling berdampingan. kini Raina hanya tinggal seorang diri, tanpa orang tua dan saudara.
Arsenio yang ikut memakamkan jenazah Fikri pun, terlihat sangat terpukul. sosok pemuda yang selalu ceria, kini hanya tinggal kenangan saja.
"Siapa kamu sebenarnya? Kenapa adik ku, bisa bersama, kalian? Aku tahu, jika kalian bukan orang baik. Lalu kenapa, kalian membuat adik ku seperti ini...." Raina tidak kuasa menahan tangisnya. suasana hatinya saat ini, sedang tidak baik-baik saja. rasa marah, sedih, kecewa menjadi satu. sehingga membuatnya, hilang kendali atas dirinya.
Arsenio tidak menjawab. bahkan Morgan yang berada di sampingnya pun ,hanya terdiam menyaksikan Raina yang sedang marah kepada mereka semua.
Raina yang tak kuasa menahan amarah pun, bangkit berdiri dan menghampiri arsenio. terlihat wajahnya yang merah padam, akibat menangis dan marah seketika menjadi satu. dia menatap tajam arsenio, bahkan tangannya terkepal bersiap untuk memukulnya.
"Kembalikan adik ku! Kau, harus bertanggung jawab! Kembalikan dia untuk, ku! Aku Mohon.... " Suara Raina seakan tercekat, saat mengungkapkan rasa sedih dan marahnya. dia dengan sangat brutal, memukul dada arsenio sekeras mungkin.
Arsenio yang mendapatkan perlakuan itu, hanya diam. sebab pukulan Raina, sama sekali tidak terasa untuknya.
"Aku mohon kembalikan adikku, sekarang juga. Jika memang tidak bisa, lebih baik sekarang bunuh saja, aku! Ya... bunuh saja aku... cepat... bunuh aku...!" Raina meracau tidak jelas, kepergian Fikri sangat menyakitkan hatinya. bahkan untuk saat ini, Raina masih belum bisa, menerima kepergian Fikri.
Tak berselang lama, Raina pun jatuh pingsan. arsenio yang berada dekat dengannya, mau tidak mau menahan tubuhnya supaya tidak terjatuh ke tanah.
"Merepotkan." Gumamnya dingin. dia pun menggendong tubuh kecil Raina, untuk di baringkan di dalam mobil.
Setelah membaringkan tubuh Raina, arsenio pun menghampiri kembali makam Fikri. dia pun berjongkok, sambil mengusap nisan dengan perasaan yang sangat sedih.
"Aku harap, kamu dapat tenang di sana. Maaf karena aku, kamu harus mengalami akhir seperti ini. Aku mempunyai hutang budi pada mu, Fikri. Dan aku berharap, dapat membalas semua yang telah kamu lakukan, untuk ku."
Usai berpamitan, arsenio pun berdiri dan meninggalkan makam fikri yang masih basah. dia berjanji, akan membalaskan rasa sakit Fikri pada orang yang sudah, menembaknya.
Arsenio dan semua anak buahnya pun pergi, meninggalkan desa itu. mereka semua pergi menuju ke rumah, sekaligus markas arsenio yang berada di kota besar.
Sepanjang perjalanan, arsenio sesekali melirik ke arah belakang. di mana Raina, masih belum sadarkan diri. Morgan yang sedang menyetir pun, sesekali memperhatikan sikap arsenio.
"Apa, rencana mu selanjutnya? Aku yakin, jika perempuan itu tidak akan mudah memaafkan kita semua. Khususnya kamu, arsen. Aku ragu, jika pernikahan kalian akan bertahan lama." ujar Morgan, fokus menyetir.
Arsenio melirik sekilas pada Morgan, yang menurutnya sangat banyak bicara. arsenio pun hanya menatap kembali lurus ke depan, tanpa menyahuti perkataan Morgan.
Morgan hanya menghela nafas kasar, melihat sikap bosnya itu. dia pun memilih fokus mengemudi mobilnya, agar segera sampai ke tujuan.
****************
Kediaman arsenio
Raina terlihat enggan, melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam rumah arsenio. sebenarnya dia ingin kembali ke rumahnya, yang berada di desa. dia ingin berada dekat, dengan semua keluarganya yang telah tiada.
"Aku tidak mau masuk, ke dalam! Aku ingin pulang ke rumah, ku!" Raina menundukkan kepala, menahan amarahnya yang masih menguasai dirinya.
Arsenio yang berjalan terlebih dahulu, meliriknya dengan tajam. dia sangat lelah, dengan drama yang dibuat oleh Raina. dia pun menyuruh anak buahnya, untuk menyeret paksa Raina agar masuk ke dalam rumahnya.
"Mau apa kalian?! Jangan mendekat!" Raina berteriak, saat anak buah arsenio berusaha memegang tangannya.
"Maaf nona. Kami hanya menjalankan perintah tuan kami." Salah satu anak buah arsenio, mencoba membujuk Raina yang berusaha berontak.
Raina menjauhkan diri, tidak ingin masuk ke dalam rumah arsenio.
"Tidak! Aku tidak mau masuk ke sana!" teriak Raina, saat kedua anak buah arsenio menarik paksa dirinya, untuk masuk ke dalam rumah.
Arsenio melanjutkan lagi langkahnya, tanpa memperdulikan lagi Raina yang berteriak. hati arsenio bimbang, mencoba mencari cara untuk membuat Raina agar tenang tinggal di rumahnya.
Sesampainya di salah satu kamar, Raina di paksa masuk ke sana. bahkan dengan kasar, anak buah arsenio mendorong tubuh Raina yang selalu berontak. bahkan barang-barang Raina, di taruh dengan sedikit kasar oleh mereka.
"Buka pintunya! Aku mau pulang!" teriak Raina.
Kini hanya dirinya, yang berada di dalam kamar itu. tempat asing bagi dirinya, untuk memulai kehidupan baru.
"Aku tidak boleh menyerah. Aku harus bisa keluar, dari sini." Raina mengusap air matanya, dengan yakin dia pun merencanakan cara untuk pergi dari rumah itu. meskipun dia yakin, jika semua itu tidak mudah.
***
Di kamar lain
Arsenio terlihat sedang termenung, sambil meneguk segelas minuman beralkohol. hanya dengan minuman, dia dapat membagi keluh kesah hatinya. kebiasaan sejak kecil, membuat arsenio lebih memilih menyendiri, saat ada masalah. sehingga dia tidak memerlukan teman, untuk mendengarkan keluh kesah hidupnya.
'Aku mau, abang sekarang menepati janji. Tolong jaga kakak ku, bang.'
Kata-kata fikri, selalu terngiang-ngiang di telinganya. sekarang arsenio sedang berusaha, menepati janjinya pada fikri. namun semua tidak semudah yang, di bayangkan. sikap Raina yang masih belum menerima kenyataan ini, menjadi suatu masalah bagi arsenio.
Arsenio tidak mungkin menggunakan kekerasan, pada raina. namun sebisa mungkin, dia akan bersabar untuk menghadapi sikap Raina.
Tok.. Tok... Tok...
Terdengar suara ketukan pintu, dari luar. Arsenio pun, menyuruh seseorang itu untuk masuk.
"Maaf tuan. Nona Raina, berusaha kabur melewati jendela kamar. Dan saat ini, dia masih bergelantungan pada tirai yang di buat tali, olehnya. Apa yang harus kami lakukan, tuan?" ujar anak buah arsenio, memberitahu.
Arsenio mengeraskan rahangnya, tanpa menjawab pertanyaan anak buahnya, dia pun pergi menuju ke kamar Raina.
"Maafkan aku, fikri. Jika saat ini, aku harus bersikap tegas pada kakak, mu," gumam arsenio, di dalam hati.