Kehadiran sosok wanita cantik yang memasuki sebuah rumah mewah, tiba-tiba berubah menjadi teror yang sangat mengerikan bagi penghuninya dan beberapa pria yang tiba-tiba saja mati mengenaskan.
Sosok wanita cantik itu datang dengan membawa dendam kesumat pada pria tampan yang menghuni rumah mewah tersebut.
Siapakah sosok tersebut, ikuti kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Darto-4
Gusti telah tiba dipos penjagaan dan seorang security membukakan pintu untuk pria tersebut, namun sebelumnya pria berseragam coklat itu tampak mencurigai pekerja perkebunan dibagian lapangan tersebut.
"Kamu kenapa, Pak?" tanyanya dengan penuh selidik. Tatapannya penuh rasa penasaran yang begitu kuat.
"Oh, iya. Saya sampao lupa karena panik. Saya mau melaporkan jika diafdeling 4 ada kasus pembunuhan, Pak. Tolong telepon polisi," ucap Gusti dengan wajah pucat.
Seketika pria penjaga keamanan itu terkejut mendengar pernyataan dari Gusti.
"Siapa yang terbunuh?".
"D-Darto, pengawas satu perkebunan," Gusti terlihat pucat dan gugup. Bahkan ia sampai bingung sendiri, sehingga tidak berfikir sebaiknya melaporkan peristiwa tersebut kepada security dan biarkan pria itu yang meneruskan laporannya ke polisi.
"Siapa yang membunuhnya?"
"Lha, mana saya tau, kok tanya saya. Silahkan bapak melapor ke polisi, biar mereka yang mencari siapa pelakunya!" Gusti terlihat tak senang, sebab pertanyaan itu seperti seolah menuduhnya.
Sang security terpaksa menahan Gusti untuk mencegah pria itu tidak keluar dari area perkebunan, karena ditakutkan melarikan diri jika dia yang membunuhnya.
Security tersebut bergegas menghubungi polisi atas laporan dari Gusti yang menemukan Darto telah meninggal dunia. Tak lupa ia juga menghubungi Mahardika untuk memberitahu sang pemilik perkebunan yang harus mengetahui peristiwa mengerikan ini dikawasan kekuasaannya.
"Hallo, Pak Dika," ucap Security tersebut saat panggilan tersambung. Gusti tampak menggerutu, sebab sedari tadi ia menghubungi Mahardika tidak juga diangkat, mungkin karena ia pekerja rendahan.
"Ya, ada apa?" jawab pria diseberang sana dengan nada sedikit sombong.
Sebenarnya para pekerja tidak menyukai pria ini, karena sikapnya yang angkuh, dan mereka tidak memiliki pilihan lain karena membutuhkan pekerjaan, sedangkan pemilik aslinya saat ini tidak diketahui dimana rimbanya, sebab Mahardika beralasan jika Dayanti berada diluar negeri untuk melakukan perjalanan liburan, namun tak pernah kembali.
"Saya mau melaporkan, jika Pak Darto pengawas satu perkebunan ditemukan meninggal di afdeling empat dan saya sudah menghubungi polisi untuk memeriksanya,"
Seketika Mahardika tersentak kaget. Ia bahkan tidak dapat mempercayainya, sebab malam tadi mereka masih sempat saling bertelepon, ketika ia akan memeriksa maling yang datang dari lahan berbatasan dengan lahan warga dan pria itu pergi ke sana.
Akan tetapi ia tidak menduga jika pagi ini pria itu sudah tewas.
"Ya, saya akan segera ke sana!" Mahardika menutup panggilan telepon dan meraih jaketnya untuk pergi.
Sesaat ia melirik Sutini yang masih tak sadarkan diri. Ia bingung untuk memanggil dokter atau justru pergi ke perkebunan karena peristiwa mengerikan sedang terjadi di sana.
Akan tetapi, Sutini juga dalam kondisi parah, karena ia menghantam wanita itu menggunakan vas bunga berbahan guci dengan cukup keras.
Setelah mempertimbangkan semua hal, akhirnya ia memilih untuk pergi ke perkebunan. Lalu meminta tolong pada Dayanti untuk mengurus Sutini.
Ia bergegas ke ke kamar wanita itu, dan mengetuk pintu dengan cepat.
"Dayanti, Dayanti," ia sangat terburu-buru.
Terdengar derap langkah yang cukup lamban dan itu membuat Mahardika sedikit lega karena sang wanita akhirnya membuka pintu.
Sang wanita berdiri dengan tatapan yang dingin dan terlihat tanpa ekspresi. Aroma mawar menguar begitu kuat saat wanita itu membuka pintu kamar.
"Dayanti, aku mau minta tolong, periksakan Sutini dikamar atas, aku ada urusan penting," pinta sang pria, lalu tanpa meminta jawaban wanita berwajah dingin itu, ia pergi meninggalkan rumah.
*****
Polisi tiba dilokasi kejadian. Mereka ikut menginterogasi security untuk menanyakan siapa saja yang masuk kedalam perkebunan saat shift jaganya. Sebab Darto diperkirakan meninggal tidak lama setelah berada dilokasi ia terbunuh.
Pria itu menjelaskan jika Darto adalah orang terakhir yang masuk dan tidak ada lagi sesudah ataupun sebelumnya.
Sedangkan Gusti dan dua rekannya mengatakan jika mereka mengetahui kejadian itu setelah pagi hari saat mereka akan pergi bekerja.
Polisi terpaksa membawa Gusti dan dua rekannya untuk dimintai keterangan lanjutannya.
Sementara itu, jasad Darto dimasukkan kedalam kantong jenazah. Mereka menemukan kejanggalan dalam kematian pria tersebut, dimana tidak ada jejak sidik jari ditubuh, bahkan tidak ada jejak kaki dilokasi tersebut.
Polisi terlihat harus bekerja keras untuk hal ini.
Tak hanya sampai disitu, Mahardika juga harus ikut menjadi saksi karena ia orang terakhir yang berbicara pada pria tersebut saat sebelum mati mengenaskan.
Kematian Darto terlihat sangat menyenangkan bagi para pekerja karena pria terlalu angkuh dan sangat sombong saat menjadi pengawas. Bahkan ia tak segan-segan memaki para pekerja jika melakukan kesalahan.
Suasana yang seharusnya menjadi duka bagi para mereka yang menyaksikan betapa sadisnya kematian Darto, justru sebaliknya, mereka justru sangat bahagia. Mungkin terkesan jahat, tetapi itu adalah kenyataannya.
"Jika pria inj dirampok, maka tidak ada barangnya yang hilang," Petugas Inafis mencoba menganalisa tentang kematian korban.
"Kecuali barang itunya yang hilang, dan ini sangat aneh," salah satunya menimpali.
Setelah mencari petunjuk lain untuk menemukan barang bukti dari tindak kejahatan tersebut, maka mereka menyisir lokasi untuk terus menemukan kebenaran yang ada.
Setelah cukup lama, tak satupun petunjuk yang dapat menerangkan siapa pelakunya, sehingga mereka akan kembali lagi esok untuk mencari apapun itu yang mereka akan jadikan sebagai petunjuk untuk mengungkap kematian Darto yang sangat misterius.
*****
Mahardika bergidik ngeri membayangkan tentang menghilangnya perkutut milik Darto yang seolah seperti dicabut paksa.
Ia sudah tiba dirumah. Masih terbayang bagaimana pria dengan kedua mata membeliak yang seolah menahan sakit saat ajal akan menjemputnya.
Pria itu tiba diruang makan, dan kembali mengendus aroma masakan yang sama seperti malam tadi.
Ia yakin jika perempuan yang sama sedang memasak didapur. Aroma saus pedas manis yang terasa menggugah seleranya.
Pria itu melupakan sejenak peristiwa Darto dan bergegas menuju dapur
Terlihat sang wanita tengah menata makanan diatas piring saji yang tersusun sangat menarik dan menggugah selera.
"Kamu masak apa, Sayang?" tanya Mahardika mulai berani, sebab malam itu mereka sudah melakukan hal terlarang.
Sang Wanita tak menjawab. Ia hanya menyiapkan sajian berupa bentuk dua butir telur yang menyatu atau mirip dengan buah pe-lir yang digoreng crispy dengan bersalut saus pedas manis serta irisan bawang bombay yang digoreng layu.
Sepiring nasi sudah tersedia beserta dengan lauk pauk yang terlihat sangat menggiurkan.
"Makanlah, ini sangat enak," ucap wanita itu dengan sangat lirih.
Mahardika yang sudah merasa sangat lapar, bergegas mengambil sarapan merangkap makan siang karena sudah sangat tak sabar.
Ia mengerat daging dengan renyah dan garing dibagian luar. Lalau lembut dan kenyal dibagian dalam.
Wanita itu menatap dengan penuh licik.
"Oh, iya, bagaimana kondisi Sutini? Apakah sudah mendingan?" tanya Mahardika dengan tiba-tiba.