NovelToon NovelToon
Istri Yang Disia Siakan

Istri Yang Disia Siakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:17k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"mas belikan hp buat amira mas dia butuh mas buat belajar" pinta Anita yang ntah sudah berapa kali dia meminta
"tidak ada Nita, udah pake hp kamu aja sih" jawab Arman sambil membuka sepatunya
"hp ku kamarenya rusak, jadi dia ga bisa ikut zoom meating mas" sanggah Nita kesal sekali dia
"udah ah mas capek, baru pulang kerja udah di sodorin banyak permintaan" jawab Arman sambil melangkahkan kaki ke dalam rumah
"om Arman makasih ya hp nya bagus" ucap Salma keponakan Arman
hati Anita tersa tersayat sayat sembilu bagaimana mungkin Arman bisa membelikan Salma hp anak yang usia baru 10 tahun dan kedudukannya adalah keponakan dia, sedangkan Amira anaknya sendiri tidak ia belikan
"mas!!!" pekik Anita meminta penjelasan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2 SUDUT PANDANG

Arman duduk di sudut kantin kantor, menatap kosong ke piring makanannya yang hampir tak tersentuh. Sesekali ia mengaduk nasi dengan sendok tanpa benar-benar berniat menyuapkannya ke mulut. Pikirannya terlalu penuh dengan berbagai hal.

"Tumben lo makan di kantin?"

Arman tersentak dari lamunannya. Bobi, sahabatnya sejak lama, sudah duduk di depannya dengan sepiring makanan.

"Iya," jawab Arman singkat.

Bobi menaikkan alis. "Biasanya kan lo bawa bekal dari rumah. Ada apa?"

Arman menghela napas panjang sebelum menjawab, "Istri gue enggak masak hari ini."

Bobi menatapnya dengan bingung. "Kenapa enggak masak?"

Arman mengusap wajahnya dengan lelah. "Uang belanja dipegang ibu semua."

Bobi langsung meletakkan sendoknya. "Lo serius?"

Arman hanya mengangguk.

Bobi menggelengkan kepala, ekspresinya menunjukkan ketidaksetujuan. "Man, lo dzalim sama istri sendiri."

Arman mengernyit. "Apa maksud lo?"

"Lo itu suami, Man. Kewajiban lo yang utama adalah menafkahi istri dan anak. Kalau ke orang tua, itu jatuhnya bakti, bukan kewajiban utama. Orang tua cukup lo pastikan hidup nyaman, rumah enggak bocor, makan enak. Itu sudah cukup."

Arman terdiam. Ada pergolakan dalam hatinya.

"Tapi, gue takut dosa sama orang tua, Bi," ujarnya pelan.

Bobi menatapnya tajam. "Emang lo pikir enggak memberi nafkah ke istri itu bukan dosa?"

Arman tertunduk. Ia tak bisa membantah.

Bobi melanjutkan, "Lo sadar enggak kalau hidup lo begini terus, istri lo akan menderita? Gue bukannya mau ikut campur, tapi lo bisa kok cari solusi. Lo punya gaji lebih dari cukup, kenapa enggak coba pisah rumah dari orang tua? Cicil rumah menengah, biar istri lo bisa atur keuangan sendiri."

Arman menghela napas. "Gue juga bingung, Bi. Selama ini gaji gue dibagi tiga: buat gue, buat Anita, dan buat ibu. Tapi sekarang gue bahkan enggak tahu uangnya ke mana."

Seketika, pemikiran itu membuatnya curiga. Selama ini, ia selalu berpikir bahwa mungkin Anita yang boros. Tapi kalau dipikir ulang, Anita tidak pernah mengeluh soal uang.

"Apa jangan-jangan Anita yang boros?" gumamnya.

Bobi menatap Arman dengan ekspresi kecewa. "Lo enggak sadar ya? Gue kasih tahu satu hal: selama ini istri lo yang bikin hidup lo nyaman."

Arman terdiam.

"Gue kasih contoh ya, Man. Gue juga dulu gaji enggak seberapa. Tapi gue serahin semua ke istri. Sekarang? Istri gue punya usaha sendiri, rumah sudah lunas, bahkan gue bisa bikin rumah buat mertua dan rumah orang tua gue sendiri. Kenapa? Karena istri yang ngelola keuangan dengan baik."

Arman merasa dadanya semakin sesak. Ia tidak pernah melihat dari sudut pandang itu sebelumnya.

"Jangan memilih, Man," lanjut Bobi. "Istri dan orang tua itu dua kewajiban yang berbeda. Lo harus menjalankan dua-duanya, dan nanti Allah yang kasih jalan. Tapi kalau lo terus memilih, pasti ada yang tersakiti."

Arman hanya bisa terdiam, merenungkan kata-kata sahabatnya. Ada sesuatu yang mengguncang hatinya. Untuk pertama kalinya, ia mulai mempertanyakan keputusannya selama ini.

Arman duduk di ruang kerjanya, menatap layar komputer dengan kosong. Seharusnya ia menyelesaikan laporan bulanan yang harus dikirim ke atasan sore ini, tetapi pikirannya tak bisa fokus. Kata-kata Bobi di kantin tadi terus terngiang di kepalanya.

"Kamu pikir nggak ngasih nafkah ke istri itu bukan dosa?"

Arman menghela napas panjang. Ia merasa seperti ditampar kenyataan. Selama ini, ia selalu berpikir bahwa memberikan seluruh gajinya kepada ibunya adalah bentuk bakti. Tetapi, jika itu membuat istri dan anaknya menderita, apakah masih bisa disebut sebagai tindakan yang benar?

Tiba-tiba, suara ketukan di pintu membuyarkan lamunannya.

Tok! Tok! Tok!

"Pak Arman?"

Arman mengangkat kepala dan melihat Bianka berdiri di ambang pintu dengan senyum lembut. Perempuan itu mengenakan gamis pastel yang anggun, membuatnya tampak lebih tenang dan dewasa dibanding biasanya.

"Saya cuma mau mengucapkan terima kasih. Gamis yang Bapak belikan kemarin sangat saya suka," ujar Bianka.

Arman tersenyum tipis, berusaha mengabaikan kegelisahannya. "Sama-sama. Yang penting cocok dan nyaman dipakai."

Bianka tersenyum lebih lebar, lalu melangkah masuk tanpa menunggu dipersilakan. Ia duduk di kursi di depan meja kerja Arman, seperti sudah terbiasa berbicara dengannya.

"Pak Arman kelihatan tidak baik-baik saja hari ini," kata Bianka dengan suara lembut.

Arman menghela napas, berusaha menata pikirannya. "Banyak pikiran saja."

Bianka menatapnya penuh perhatian. "Kalau boleh tahu, ada masalah apa? Saya mungkin bisa membantu."

Arman ragu sejenak. Seharusnya ia tidak curhat pada Bianka. Tapi ada sesuatu dalam sorot mata wanita itu yang membuatnya merasa nyaman.

Akhirnya, kata-kata mengalir dari mulutnya. Ia menceritakan bagaimana seluruh gajinya diberikan kepada ibunya, bagaimana Anita selalu menanggung beban rumah tangga tanpa memiliki kendali atas keuangan, dan bagaimana ia mulai merasa ada yang salah dalam pernikahannya.

Bianka mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu menghela napas panjang. "Saya turut prihatin, Pak," ujarnya. "Tapi menurut saya, istri itu tidak boleh menjadi beban bagi suami."

Arman mengernyit. "Maksudnya?"

Bianka tersenyum tipis. "Lihat saya, Pak. Saya seorang janda, tapi saya tidak pernah menggantungkan hidup saya pada orang lain. Saya bekerja, saya mandiri, dan saya bisa membanggakan diri sendiri. Saya percaya, istri yang baik itu bukan hanya duduk diam di rumah, mengandalkan suami untuk segalanya. Istri yang baik harus bisa membantu meringankan beban suami, bukan malah menjadi beban."

Arman terdiam. Kata-kata Bianka terasa seperti racun manis yang menyusup ke pikirannya.

"Menurut saya, istri itu seharusnya bisa mencari uang sendiri," lanjut Bianka. "Bukan hanya menunggu diberi. Kalau istri bisa bekerja, bisa menghasilkan uang sendiri, dia tidak akan diremehkan oleh keluarga suami. Dia bisa berdiri tegak dan membanggakan suaminya, bukan justru jadi bahan olok-olok."

Jantung Arman berdetak lebih cepat. Ia tidak bisa menyangkal bahwa Bianka ada benarnya. Selama ini, ibunya dan adik-adiknya memang sering mengolok-olok Anita karena hanya menjadi ibu rumah tangga. Mereka selalu mengatakan bahwa Anita hanya bisa menghabiskan uang Arman tanpa berkontribusi apa pun.

Mungkinkah… ini akar dari semua masalah? pikirnya.

Mungkinkah selama ini ia salah karena membiarkan Anita hanya berdiam diri di rumah?

"Pak Arman," suara Bianka kembali membuyarkan lamunannya.

Arman menatap wanita itu.

"Saya percaya, laki-laki seperti Bapak pasti ingin istri yang bisa dibanggakan, kan?"

Arman menelan ludah. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

Bianka tersenyum lembut, lalu bangkit berdiri. "Kalau Bapak butuh teman bicara lagi, saya selalu ada."

Ia berjalan menuju pintu, tetapi sebelum pergi, ia sempat berbalik dan berkata, "Oh iya, kalau ada waktu, kita bisa nonton bareng. Sekadar refreshing biar nggak stres."

Setelah Bianka pergi, Arman kembali tenggelam dalam pikirannya.

Pikirannya semakin kacau.

Ia benar-benar bingung.

1
Retno Harningsih
up
Irma Minul
luar biasa 👍👍👍
Innara Maulida
rasain dasar laki gak punya pendirian
💗 AR Althafunisa 💗
Lagian ada ya seorang ibu begitu 🥲
💗 AR Althafunisa 💗
Lanjut ka...
Soraya
Ridha thor rida
Nina Saja
bagus
💗 AR Althafunisa 💗
Laki-laki tidak punya pendirian akan terombang ambing 😌
Amora
awas ... nanti nyesel sejuta kali bukan 💯 kali nyesel . 😏😒
Innara Maulida
sudah lah Anita ngapain kamu pertahan kan laki kaya si Arman tingal kamu aja yg gugat dia...
💗 AR Althafunisa 💗
Lanjuttt...
💗 AR Althafunisa 💗
Luar biasa
Soraya
jangan kebanyakan kata kata yang diulang thor
Lestari: loh thor bukan nya bapak Arman masih ada yang namanya goni kalau gak salah ko jadi Handoko udah meninggal pula
total 1 replies
Soraya
klo gajih Arman sepuluh juta trus larinya kmn
Soraya
terlalu banyak pengulangan kata thor
💗 AR Althafunisa 💗
Kalau kagak pergi dari tuh suami, istrinya bodoh. Mending cerai punya laki pedit medit tinggal sendiri ngontrak sama anaknya. Ketahuan udah bisa menghasilkan duit sendiri walau ga banyak tapi mental aman.
Soraya
lah jadi arman beli baju buat bianka 🤔
Soraya
lalu buat siapa baju gamis yg Arman beli
Saad Kusumo Saksono SH
bagus, bisa menjadi pendidikan buat pasutri
Soraya
mampir thor, jadilah istri yg cerdik dan pintar jgn bodoh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!