Laura adalah seorang wanita karir yang menjomblo selama 28 tahun. Laura sungguh lelah dengan kehidupannya yang membosankan. Hingga suatu ketika saat dia sedang lembur, badai menerpa kotanya dan dia harus tewas karena tersengat listrik komputer.
Laura fikir itu adalah mimpi. Namun, ini kenyataan. Jiwanya terlempar pada novel romasa dewasa yang sedang bomming di kantornya. Dia menyadarinya, setelah melihat Antagonis mesum yang merupakan Pangeran Iblis dari novel itu.
"Sialan.... apa yang harus ku lakukan???"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chichi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AYO DINNER DENGAN KU
Edith membersihkan sisa darah dari lengan Adler yang terluka. Sungguh satisfying baginya, saat memegang lengan Adler yang berotot dan kencang itu. Ini sudah menjadi cita-cita Edith sepanjang hidupnya, dikehidupannya yang pertama.
Adler memperhatikan bagaimana kelembutan dari setiap sentuhan itu. Dia melihat luka di lengannya yang perlahan menghilang. Namun, Edith tidak sadar dan masih ada di dalam lamunannya, dan dia menatap wajah Adler yang memiliki bulu mata yang lentik dan panjang. "Andai saja jika dia terkena hujan, mungkin air tidak akan langsung menetes karena bulu mata lentiknya itu" Adler semakin penasaran dengan wanita berambut sebahu itu. Adler menatap mata Edith yang tanpa sadar sedang manatapnya.
Edith segera tersadar dari lamunannya. Dia terlihat ceroboh dan tanpa sengaja menumpahkan sebotol alkohol untuk membersihkan luka itu. "Aduh! Aku kenapa sih?!" Jantung Edith berdebar karena tatapan itu. Melihat tingkah Edith yang ceroboh, Adler berfikir jika itu adalah tingkah bawaan. Adler meraih botol alkohol itu dan menutupnya kembali.
"Ah, maafkan aku. Aku tidak tau kenapa bisa seceroboh ini. Kita plester saja lukanya...." Edith mengambil perban untuk lengan Adler. Namun, saat akan memperban luka itu, Edith terkejut dengan luka Adler yang menghilang.
"Apa? Kok bisa?" Edith masih belum sadar jika dirinyalah yang telah menyembuhkan luka itu.
Kedua mata Edith berbinar, karena dia mengira telah melihat proses regenerasi penyembuhan dari orang yang bisa sihir secepat itu. "Keren! Bagaimana bisa seperti ini? Kalau gitu, percuma dong aku bersihin lukanya tadi! Hahaha!" Edith memukul lengan Adler dengan keras.
Adler memegang lengan kirinya dengan tangan kanannya. "Kau sungguh tidak tau apa hanya pura-pura tidak tau?" Adler mengulung perban yang sebelumnya Edith buka.
Edith tidak tau apa yang Adler katakan. "Ya. Ini pertama kalinya aku melihat luka orang bisa sembuh secepat ini. Kurasa, akan bagus jika aku bisa sihir" Lagi-lagi, Edith memikirkan cara untuk kabur dari Mansion terkutuk ini.
"Jika kau bisa sihir?" Adler mulai mengerti, jika Edith tidak sadar kalau dirinyalah yang menyembuhkan luka itu.
"Iya. Jika aku bisa sihir, aku ingin keluar dari tempat ini. Kau tau? Aku tidak ingin mati muda~" Bisik Edith.
"Keluar dari tempat ini? Bukankah, menjadi Pelayan Istana adalah keinginan banyak orang di luar sana?"
"Tentu saja. Tapi, tidak disini" Jawab Edith sambil bangkit dari tempat duduknya.
"Kenapa?" Adler semakin penasaran dengan Edith.
"Itu rahasia. Sudah waktunya bagiku untuk kembali. Oh iya! Kapan waktu istirahatmu datang?" Tanya Edith.
Adler melepas pakaiannya yang sobek. Punggung berotot Adler tampak dengan jelas di mata Edith. "Aku? Waktu istirahat? Aku tidak pernah memilikinya. Memangnya kenapa?" Adler kembali mengenakan pakaian robeknya itu setelah memastikan tidak ada sihir Ash yang menempel di bajunya.
Edith mengosok tengkuknya. Dia masih merasa bersalah dengan Adler. "Ini sebagai permintaan maafku saja. Aku ingin mentraktirmu makanan nanti malam. Tapi, jangan yang mahal-mahal. Aku tidak sekaya kau" Ucap Edith dengan gelagat yang ragu-ragu.
Edith merasa malu karena ini pertama kali baginya mengajak makan malam lawan jenisnya terlebih dahulu.
"Jam berapa? Dan dimana?" Tanya Adler tanpa penolakan.
Raut wajah Edith menjadi sumringah. "Aku selesai bekerja jam 7 malam. Untuk tempatnya, aku masih belum mencarinya. Aku tidak tau wilayah sekitar sini"
Adler berfikir jika ini adalah saat yang bagus untuk menyelidiki Edith. Terutama, saat Edith mengatakan jika dia tidak tau wilayah sekitar sini, artinya "Dia orang luar dari Kerajaan ini" Batin Adler.
"Baiklah. Bagaimana jam 8 nanti? Mari keluar bersama, aku akan menjemputmu di depan Mansion Pelayan" Ucap Adler.
...♡♥︎♡...
Malam hari tiba. Pukul, 19.00 Edith sudah bingung dengan pakaian yang akan dia kenakan. Dia baru sadar jika Edith selalu menggunakan seragam Pelayannya. "Novel Sialan! Bahkan baju Pelayan pun, setidaknya kasih satu atau dua untuk ganti!" Maki Edith terhadap novel yang dia masuki.
Hampir memakan waktu 20 menit. Beruntung sekali Edith menemukan dress putih sepanjang lutut dan atasan semacam blezer kakhi. "Bagus! Aku pakai ini saja!" Edith langsung memasukkan semua pakaian yang dia acak-acak itu dalam peti pakaiannya.
19.55, Edith selesai berdandan. Dan dia menunggu Adler di gerbang Mansion Pelayan.
Di sisi lain, masih pukul 19.57 Adler masih menggunakan pakaian Prajurit dengan atribut lengkapnya. "Arozt...." Adler memanggil Juniornya.
"Iya Senior?" Junior Adler, diketahui bernama Arozt. Dia ternyata Prajurit muda yang masih berusia 20 tahun, setahun lebih muda dari Ash.
"Jam 8 nanti, aku akan keluar. Apa tidak apa-apa aku meninggalkanmu lagi?" Tanya Adler.
"Tentu saja Senior! Tidak masalah. Memangnya, Anda mau pergi kemana?" Tanya Arozt.
"Makan malam" Jawab Adler.
Ucapan itu, terdengar seperti sambaran petir yang terjadi di siang bolong. Arozt terkejut mendengar itu dari mulut Adler.
"Apa!? Dengan siapa?! Astaga! Ini kabar yang menggembirakan!" Arozt terlihat lebih senang dari siapapun.
"Dengan Edith. Ini permintaan maafnya"
"Edith?! Pe...Pelayan yang nganter makanan itu?"
"Dia pasti sudah menungguku. Aku pergi dulu ya" Adler mengabaikan pertanyaan Arozt. Namun, Arozt menyadari ada sesuatu yang ganjal dari Adler. Dia menghalangi jalan Adler.
"Anda akan pergi dengan baju seperti itu?" Tanya Arozt kepada Adler.
Adler tidak merasa ada yang aneh dengan pakaiannya. "Kenapa? Aku saja tidak keberatan dengan pakaian ini" Ucap Adler.
Arozt menunjukkan wajah kakunya. "Anda memang tidak keberatan. Tapi, orang-orang di luar sana, pasti takut melihat Pengawal Pribadi Pangeran Ash berkeliaran dengan Seragam dan atribut selengkap itu" Ucap Arozt menunjuk Adler dari atas hingga ke bawah.
Adler merasa itu ada benarnya. "Baiklah" Adler pergi begitu saja.
Arozt terdiam di tempat. "Apanya yang baiklah!?"
Jam terus berputar 20.15 Edith masih menunggu di gerbang Mansion Pelayan. Adler tak kunjung datang. "Bajingan! Dia yang menentukan jam! Dan dia yang terlambat!" Edith merasa bodoh karena menunggu di gerbang hampir 30 menitan.
"Awas saja, sampai kau muncul, aku akan menendang wajahmu itu" Ancam Edith.
Dan beneran. Adler muncul dari belakang Edith. "Ayo berangkat" Ucap suara itu dari belakangnya.
Urat di wajah Edith sudah bermunculan "Ayo berangkat? Aku menunggumu sekitar 30 menitan. Dimana kata maa-af mu?" Edith melongo melihat penampilan Adler.
Rambut Adler yang selalu terlihat kaku itu, kini terurai. Pakaian Adler yang selalu tampak berat itu, kini terlihat sederhana dan nyaman di pakai. "Astaga, 1 jam pun akan ku tunggu jika kau setampan ini" Edith mengeluarkan dua ibu jarinya.
Adler menghela napas, membelakangkan poni rambutnya. "Jangan berkata tidak masuk akal seperti itu. Jika Pangeran tau, aku bisa dipecat dari pekerjaanku" Jawab Adler sambil berjalan menunjukkan jalan kepada Edith terlebih dahulu.
Di sepanjang perjalanan, Edith banyak bicara dan meminta Adler untuk tidak lagi merapikan rambutnya. Namun, Adler fokus mencari tempat makan yang rata-rata penuh dan ramai. Adler tidak suka berada di tempat yang ramai.
Mereka berdua berjalan ke arah jalan pintas yang biasanya Adler lewati saat mencari makan. Energi negatif, Adler rasakan saat baru memasuki wilayah itu. Kening Adler berkerut. Berusaha mengidentifikasi energi negatif itu sesuai institusinya. Namun, Edith terus bicara hingga-
"Kau tau, laki-laki yang berponi adalah laki-laki yang banyak diidamkan oleh peremp-mpphh" Adler membekap mulut Edith. Dan membekap tubuh mungil Edith saat dia melihat bayangan orang gang sebelahnya.
Kedua mata Edith terbelalak. Dia terkejut dengan tindakan Adler yang tiba-tiba. Edith berusaha memberontak, namun Adler membungkukkan tubuhnya, "Diamlah, sepertinya ada orang yang kerasukan ruh" bisiknya sambil mengintip ke arah gang sebelah.
"Ruh?" Di novel ini, musuh utama adalah Ash. Tentunya, itu karena pengaruh dari Ruh Iblis yang bersemayam di tubuh Ash.
Edith mulai tenang. Dia ikut mengintip ke arah gang sebelah karena penasaran.
"Keh keh keh, dimana? Dimana? Rumahku dimana?" Suara orang kerasukan itu.
Edith menarik tangan Adler yang membekap bibirnya, Adler yang sadar jika dia membekap bibir Edith langsung melepaskannya. "Apa yang harus kita lakukan?" Lirih Edith mendongakkan kepalanya saat dia bertanya kepada Adler.
Adler melihat ke arah sekitarnya, kemudian dia menundukkan kepalanya untuk melihat Edith. Edith memegang dada Adler karena berada di posisi yang didekap. Menyadari itu, Adler melepaskannya. "Maaf. Tunggu disini sebentar" Ucap Adler sambil berjalan mengendap ke arah orang yang kerasukan itu.
"Hati-hati..." Lirih Edith mengintip apa yang akan Adler lakukan.
"BAGH!" Adler memukul tengkuk Pria itu dengan keras hingga membuat pria itu tak sadarkan diri.
Melihat Pria yang kerasukan itu terjatuh. Edith berlari ke arah Adler untuk melihatnya dari dekat. "Apa dia mati?" Tanya Edith.
"Tidak. Dia hanya pingsan. Ayo pergi dari sini. Pos Exorcist tidak jauh dari sini. Kita akan melaporkannya dan biarkan mereka yang menanganinya" Ucap Adler mengibas-ngibaskan tangannya