Dijual oleh ayah tirinya pada seorang muncikari, Lilyan Lutner dibeli oleh seorang taipan. Xander Sebastian, mencari perawan yang bisa dinikahinya dengan cepat. Bukan tanpa alasan, Xander meminta Lily untuk menjadi istrinya agar ia bisa lepas dari tuntutan sang kakek. Pernikahan yang dijalani Lily kian rumit karena perlakuan dingin Xander kepadanya. Apa pun yang Lily lakukan, menjadi serba salah di mata sang suami. Xander seakan memiliki obsesi dan dendam pribadi pada hidupnya. Bagaimanakah nasib Lily yang harus menjalani pernikahan dengan suami dinginnya? Haruskah ia bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lilyxy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"Baik, Tuan Andrew. Saya akan segera ke kantor setelah menyelesaikan urusan saya."
Lily baru saja mendapat telepon dari atasannya yang bernama Andrew. Pria itu ingin mengkonfirmasi apakah sang sekretaris akan masuk atau tidak pada hari itu.
Pasalnya, Andrew sudah terbiasa dengan Lily di sampingnya. Entah kenapa ia merasa ada yang kurang kalau bekerja sama dengan sekretaris pengganti.
"Baiklah, Lily. Jaga dirimu. Aku akan menunggumu di ruanganku. Semua jadwal hari ini telah aku batalkan. Dan kamu harus mengatur ulang semua yang tertunda," ucap Andrew dengan santainya.
"Tapi, kenapa harus dibatalkan, Tuan? Bukankah sudah ada Melisa yang menggantikanku sementara waktu? Aku sudah memberikan semua jadwal Tuan hari ini padanya." Lily tentu saja bingung.
Terdengar suara helaan nafas panjang di seberang. Kamu tahu aku hanya bisa bekerja denganmu, Lily. Maka dari itu, cepatlah kembali."
Lily ikut menghela nafasnya panjang sebagai respon, "Baiklah, Tuan. Aku akan segera kembali jika semua urusanku sudah selesai. Jika tidak ada kendala, tepat jam satu siang aku sudah akan berada di ruangan anda, Tuan."
"Bagus, Lily. Lebih cepat akan lebih baik." Andrew sudah terdengar lebih bersemangat.
Lily segera menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas.Bersamaan dengan itu, mobil Xander berbelok ke sebuah gedung yang tidak lain adalah kantor catatan sipil.
Sepasang calon pengantin itu tiba di tujuan mereka. Begitu melihat gedung yang berdiri kokoh di depannya itu, Lily kembali diserang rasa gugup dan panik.
Menjadi istri seseorang saja sudah membuatnya sangat was was. Apalagi dengan segala syarat dan ketentuan yang meliputi pernikahan keduanya. Lily masih tidak percaya kalau akhirnya dia melakukan hal gila itu.
Setelah itu, Lily hanya perlu mengikuti alur saja. Keduanya mendaftarkan pernikahan mereka untuk mendapatkan sepasang buku nikah yang menyatakan bahwa mereka resmi sebagai sepasang suami-istri di mata negara.
Sepanjang proses itu, Lily masih juga tidak mengetahui apapun tentang data suaminya ini. Bahkan termasuk nama dan juga umur. Pria itu menutupi semuanya dengan rapi selama prosesi.
Xander memang merahasiakan semuanya sebaik mungkin karena dia tidak mau kalau Lily menikahinya dengan tujuan dan maksud tertentu yang akhirnya bisa mengacaukan rencana awalnya.
Xander sangat percaya diri kalau begitu banyak wanita di luar sana yang sangat ingin menikahinya. Dia akan dengan sangat mudah menunjuk wanita manapun yang diinginkan dan mereka pasti akan menurutinya dengan sukarela.
Alasannya mencari seorang wanita seperti Lily adalah hanya karena dia tidak ingin menjadi terikat. Kalau wanita itu memiliki perasaan padanya, maka dia tahu segalanya akan jadi rumit.
Maka lebih baik untuknya merahasiakan identitas dan bertingkah seperti pria menyebalkan yang dingin dan kaku. Itu juga alasannya menyuruh Dario untuk mencari wanita lemah tanpa koneksi atau kekuasaan.
Namun kali ini, Xander sedikit terganggu dengan percakapan antara Lily dan juga atasannya sebelumnya. Bagaimanapun itu adalah hari pernikahan mereka.
"Jangan terlalu percaya diri kalau kamu akan bisa menemui atasanmu itu tepat pukul satu siang. Urusan ini belum tentu selesai secepat itu," ucap Xander datar.
"Tapi, Tuan, bukankah mendaftarkan pernikahan tidak memerlukan waktu panjang? Kita hanya perlu mengantarkan berkas-berkas ini lalu menunggu sebentar kan?" tanya Lily yang tidak yakin. Xander tersenyum miring.'
Apa kamu kira tempat ini rumah makan cepat saji? Tentu tidak akan semudah itu. Kita harus mengantri terlebih dahulu."
Lily menghela nafas panjang. Tampaknya dia harus memberi kabar pada atasannya bahwa kemungkinan hari ini dia akan mengambil izin satu hari penuh. "Jangan membuang waktuku lagi dengan acara telepon menelepon yang tidak penting ini, Nona. Kamu bisa melakukannya nanti setelah urusan ini selesai."
Xander yang melihat Lily hendak mengambil ponsel dalam tasnya pun langsung memperingatkan gadis itu. Entah kenapa ia tidak senang melihat Lily menelepon pria lain di depannya.
"Tapi, Tuan. Atasanku bisa menca-"
"Itu bukan urusanku!" potong Xander dingin.
Selesaikan urusanmu denganku dulu. Baru kamu boleh memikirkan yang lain. Apa kamu pikir aku juga tidak banyak pekerjaan? Aku bahkan membatalkan proyek jutaan dolar hanya untuk mengurus pernikahan ini!"
Lily membatin terkejut, proyek jutaan dolar katanya? Sekaya apa pria ini sebenarnya ?'
"Sudah aku katakan padamu dari awal. Aku bukan termasuk orang yang bisa bersabar terhadap orang lain. Kamu tidak bisa menyalahgunakan diamku untuk kepentingan pribadi. Kamu masih berurusan denganku untuk saat ini. Setelah ini, terserah apapun yang akan kamu lakukan." Xander menegaskan.
"I-iya, Tuan. M-maafkan aku. Aku hanya ...-" Lily tidak tahu harus menggunakan alasan apa lagi karena khawatir salah bicara.
"Tidak perlu menjelaskan apapun padaku. Urusanmu sama sekali tidak penting bagiku. Dan satu lagi. Nanti saat sesi pengambilan foto, jangan berani-berani untuk menoleh ke arahku! Aku tahu di sana kita wajib membuka masker kita masing-masing. Kamu boleh melihat siapa aku saat malam pertama kita. Apa kamu paham?" tanya Xander mengingatkan.
Lily hanya bisa mencibir dalam hatinya mendengar peraturan aneh lainnya. Bagaimanapun mereka sudah menikah hari itu, tapi Xander masih melarangnya melihat wajahnya. Lily sendiri juga ingin tahu apakah pria misterius itu tidak penasaran melihat wajahnya. Dia jadi penasaran bagaimana kalau ternyata wajahnya ini bukanlah selera pria bertopeng itu.
Bukan tidak mungkin Lily akan membuat pria itu menyesal karena sudah memilihnya menjadi ibu dari anak-anaknya. Bahkan pria itu bisa saja kehilangan nafsunya saat di atas ranjang.
Terlebih lagi saat ini tubuhnya penuh dengan luka dan lebam akibat berbagai tindakan ekstrim dari Anthony, Kaiser, hingga tiga orang asing yang berniat merudapaksanya.
"Baik, Tuan. Aku paham." Namun tentu saja Lily tidak punya pilihan selain menuruti semua perintah pria itu. Tidak ada gunanya mempertahankan apalagi memperdebatkan ucapannya.
"Turunlah. Jangan sampai pernikahan ini batal hanya karena kita tidak mendapatkan nomor antrian," perintah Xander.
"Baik, Tuan."
Setelahnya, mereka berdua turun untuk mendaftarkan pernikahan mereka. Jujur saja Lily sempat berharap kalau kantor pencatatan sipil itu sedang terkendala masalah. Lily diam-diam berharap kantor catatan sipil itu tutup. Entah karena sedang direnovasi,atau karyawannya sedang dinas luar, atau alasan lainnya yang tidak masuk akal.
Lily tiba-tiba merasa ragu. Dia berharap bisa punya waktu untuk menenangkan diri dan meyakinkan dirinya untuk menjalani pernikahan tersebut.
"Maaf, Nona. Nomor antrian untuk hari ini sudah habis. Anda bisa kembali lagi minggu depan."
Dan, wow! Harapan Lily benar-benar terjadi. Pengambilan nomor antrian pada layanan pendaftaran pernikahan telah habis karena akhir minggu itu banyak pasangan yang ingin menikah.
"Tuan, sepertinya kita harus menundanya sampai minggu depan. Layanan pendaftaran pernikahan hari ini sudah tutup karena nomor antrian sudah habis," ucap Lily pada Xander.
"Siapa yang menyuruhmu mengambil nomor antrian di sini?" desis Xander pada Lily. "Bukankah memang ini tempatnya, Tuan? Kita harus mengambil nomor antrian dulu untuk-"
"Ah, Tuan Sebastian. Anda sudah di sini rupanya. Ayo, langsung ke ruanganku saja. Staff-ku akan segera membantu mengurus semua keperluan anda, Tuan."
Kalimat Lily menggantung di udara saat ada seorang pria yang tiba-tiba datang menyapa Xander dan mengajak calon suaminya itu ke suatu ruangan.
'Jadi, nama pria ini adalah Sebastian?' Batin Lily melirik ke arah pria di hadapannya..
"Pasti Nona ini adalah calon istri Anda, Bukan?" ucap pria yang sepertinya pejabat penting yang bekerja di biro pemerintahan ini menoleh ke arah Lily.
"Ya, dia calon istriku."
Xander menarik Lily yang berdiri di sedikit di belakangnya untuk merapat. Dia kemudian merangkul lengan gadis itu dengan erat. Seolah mereka adalah calon suami-istri yang bahagia.
"Sayang, ini adalah Tuan Albert. Dia yang akan membantu kita untuk mengurus semua keperluan pendaftaran pernikahan kita.Kamu tidak perlu cemas karena telah kehabisan nomor antrian ."
Walau sedikit terkejut dengan perubahan sikap pria itu, tapi Lily tahu kalau itu adalah bagian dari sandiwara yang sedang dimainkan agar mereka terlihat seperti pasangan yang nyata.
"Ah, Ya. Tuan Albert. Perkenalkan, saya Lilyan Anastasha Lutner. Tapi semua orang memanggil saya Lily."
Deg!!
Mendengar untaian nama lengkap calon istrinya itu membuat jantung Xander berdebar kencang. Pria itu kemudian menoleh ke arah gadis itu dan bergumam,
"Asha ?"
**