NovelToon NovelToon
Black Parade

Black Parade

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Identitas Tersembunyi / Kutukan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Dendam Kesumat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sad Rocinante

Nb : konten sensitif untuk usia 18 tahun ke atas !

Parade Hitam, wabah Menari.
Kisah kelam dalam hidup dan musik.
Tentang hati seorang anak manusia,
mencintai tapi membenci diri sendiri.
Sebuah kisah gambaran dunia yang berantakan ketika adanya larangan akan musik dan terjadinya wabah menari yang menewaskan banyak orang.

------------------------------------------------

Menceritakan tentang Psikopat Bisu yg mampu merasakan bentuk, aroma, bahkan rasa dari suatu bunyi maupun suara.

Dia adalah pribadi yang sangat mencintai musik, mencintai suara kerikil bergesekan, kayu terbakar, angin berhembus, air tenang, bahkan tembok bangunan tua.

Namun, sangat membenci satu hal.
Yaitu, "SUARA UMAT MANUSIA"

------------------------------------------------

Apa kau tahu usus Manusia bisa menghasilkan suara?
Apa kau tahu kulitnya bisa jadi seni indah?
Apa kau tahu rasa manis dari lemak dan ototnya?
Apa kau tahu yang belum kau tahu?
Hahahaha...

Apakah kau tetap mau menari bersamaku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sad Rocinante, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian I - Rain

Genap tiga hari Sion telah merawat tubuh dan lukanya yang semakin membaik—belum pantas disebut sembuh.

Panas yang terik, suara kicau burung memekik dibalik pohon cemara berbatang tiga yang unik, serta kehampaan dalam hati tak berkutik membuat rasa rindu terlahir dalam kilatan ingatan tak bertuan.

Rasa rindu memberontak membangunkan Sion yang terlelap dalam pangkuan kesunyian, lepas pakaian dia berjalan menghampiri kudanya dan memacunya ke arah hutan, sendirian menuju surga penuh kehangatan yang ia rindukan.

Menahan rindu memacu kuda, angin berhembus dari selatan mengingatkan betapa indahnya harapan, angin membalas dari timur berbisik cinta itu memabukkan bak anggur, sayup-sayup menghempas rambut dari utara merayu raga meminang hati sang surya, sementara itu angin dari barat membisu menahan hasrat, membuat Sion menari-nari dalam detak jantung tak beraturan.

Sesampainya di hutan Sion melompat meninggalkan kudanya terikat dengan nyaman di sebuah pohon. Ia berjalan cepat—tak mampu berlari—mencoba mengarungi tanda-tanda goresan pada kulit pohon sekitar hutan.

Lelah dalam perjalanan, tubuh yang belum pulih sepenuhnya membuatnya tersandung akan rasa semangat dan kerinduan, Sion yang telah berkeringat dan terjatuh mencoba menutup mata dan menarik napasnya dalam-dalam, sampai-sampai dadanya dipenuhi aroma dari seisi hutan.

Dengan mata tertutup dan napas teratur Sion sayup-sayup mendengar alunan simfoni yang teramat indah menggetarkan seisi aroma dalam hutan.

"Nah, itu dia!"

Cepat matanya membelalak dipenuhi semangat kembali, bergegas dia berlari dengan kaki yang masih sedikit pincang menerjang setiap halangan di depan.

Setelah sesekali terjatuh, Sion akhirnya sampai ditempat di mana biasanya dia duduk mengamati gadis cantik bernama Saroh pujaan hatinya itu. Tepat di hadapan pandangannya, di dalam sebuah rumah pohon, Saroh yang cantik sedang bernyanyi dan bermain bersama hewan-hewan yang mendatanginya ke arah jendela rumah pohon itu.

Sion yang telah lama menunggu hal ini dengan spontan menutup matanya dan berjalan seperti sedang menari mendatangi rumah pohon itu, tangan yang tadinya kaku menjadi sangat lentur berayun bersama angin, kaki yang tadinya pincang menjadi tegak dan tegas melangkah mengikuti alunan nada-nada yang Saroh nyanyikan. Penuh kedamaian tubuh Sion menari begitu indahnya tanpa dia sadari, hatinya lah yang telah menggerakkannya.

Pikiran mengendalikan gerakan, tetapi hati berkuasa akan perasaan, dimana perasaan menuntun pada perbuatan.

Saroh berhenti bernyanyi dan hanya berdiri menatap langit yang biru, begitu pula Sion berhenti dari tariannya dan matanya terbuka menyadari begitu banyak senyum yang telah tercipta pada bibirnya.

Kekenyangan oleh kekaguman, dia bertepuk tangan dan menundukkan badan memberikan penghormatan yang tulus bagi Saroh yang telah berada di atasnya, kemudian terdengar suara sekawanan burung yang beterbangan meninggalkan tempatnya berdiri masing-masing.

Saroh terkejut dan langsung menatap kebawah, melihat seorang pria di bawah rumah pohonnya sedang menunduk.

Saroh pun ikut menunduk, bukannya untuk membalas hormat tetapi untuk bersembunyi. Saroh menutup jendelanya kuat-kuat, terduduk memeluk kedua kaki serta menutup matanya karena ketakutan.

Merasa bersalah telah mengagetkan Saroh, Sion meminta maaf dengan sedikit berteriak.

"Ma-maafkan aku jika tiba-tiba membuatmu terkejut wahai gadis baik hati, ini aku Sion pria yang kau tolong tiga hari lalu, aku datang hanya ingin berterimakasih kepadamu," teriak sion dengan nada khawatir.

Mendengar sama sekali tidak ada jawaban dari dalam, Sion mulai tak karuan memikirkan cara apa yang harus dia lakukan agar gadis bernama Saroh itu mau melihatnya.

"Baik, baiklah aku akan jujur, aku datang kesini untuk berteman denganmu gadis baik hati, jadi aku mohon jawab lah aku, sudikah engkau menerimaku sebagai temanmu?" tanya Sion dengan tatapan lurus keatas berharap ada jawaban dari Saroh.

"Aku mohon gadis baik, aku mohon, aku mohon, Saroh ..." bujuk Sion penuh harapan.

Merasa putus asa akan besarnya keinginan yang dia miliki dalam tubuhnya yang masih lemah, dibarengi rasa sadar akan ketidak pantasan dirinya menjadi teman bagi gadis itu, membuat Sion merasa kehilangan separuh kekuatan bernapasnya.

Brukkk ....

Kedua lutut kaki terpukul ke atas tanah karena sudah tidak sanggup menahan kelelahan dan kehancuran dalam hatinya.

Angin dari barat menghembuskan dedaunan dan menggoyangkan pohon-pohon bagaikan mengajak Sion menari dalam kesendirian, semakin goyang dan kabur pengelihatannya membuat Sion hanya bisa tertunduk sementara angin membawa rambut bergelombang panjangnya yang sepundak menari ke kanan dan ke kiri tanpa arah yang pasti.

Semakin menunduk dia menatap tanah di bawahnya, semakin menggigil pula seluruh tubuhnya akan bisikan udara dingin dari angin Bulan Juli dimana angin bertiup dari belahan bumi selatan ke utara, angin yang teramat dingin yang tiba-tiba berhembus pada musim panas.

Dalam tubuh berselimutkan dinginnya kesendirian membuat Sion mengungkapkan kejujuran dan merobohkan tembok berduri dalam hatinya.

Dengan suara parau dan napas yang semakin berat dia berbicara.

"Aku adalah orang yang selalu sendirian, meskipun Ibuku sangat menyayangiku tapi aku merasa itu tidak cukup, lubang di hatiku tetap terbuka lebar meski aku tak tau kenapa begitu, setiap hari aku kehutan untuk berburu dan bertarung dengan berbagai binatang buas demi memuaskan kebingungan dan amarah dalam hatiku. Hingga suatu hari aku mendengar suara samar yang begitu indah menggetarkan hatiku yang kaku, karena keserakahan aku mengikuti arah suara itu, melihat jelas asal suara itu, dan dengan sombongnya berharap bisa memilikinya."

Daaarrrr ....

Petir menyambar dan hari semakin mendung, angin membawa pesan turut berduka dari dewi selatan, berhembus begitu kencang menggugur paksakan daun-daun dari setiap pohon yang mengelilingi.

"Waktu itu jiwaku yang kosong sedikit demi sedikit semakin terisi akan kebahagian dan ketenangan yang di berikan oleh nyanyian gadis itu. Tak perduli seberapa lapar perutku suaranya tetap memuaskan jiwaku, tak perduli seberapa hausnya aku alunan lagunya memuaskan dahagaku, tak perduli sekeras apa aku melupakannya senyumnya selalu menghardik ingatanku, dan tak perduli seberapa aku ingin menjauh darinya, wajahnya selalu datang dalam mimpiku."

Wussss ....

Angin berhembus semakin kencang.

Tess ... tess ... tes ....

Tetesan hujan terjatuh satu demi satu seperti jawaban alam akan hati Sion.

"Aku mohon ...!"

"AKU MOHON SAROH JADILAH TEMANKU ...!" teriak Sion mengangkat kepalanya kembali.

Syuurrr ....

Hujan turun sekencang-kencangnya seakan menutupi air mata Sion.

Sementara hujan semakin menjadi, angin dan petir saling saut menyaut bergantian menggetarkan bumi. Saroh yang merasa khawatir namun masih takut mencoba melihat akan hal yang telah terjadi di luar.

Dalam keadaan masih menunduk, dengan pelan dia membuka sedikit jendelanya dan mengintip keluar dari sana. Sangat terkejut dia melihat pria di luar masih berlutut di bawah guyuran hujan yang membasahi seluruh tubuhnya.

Pria itu tampak sangat lemas dan hampir mati menggigil kedinginan, membuat Saroh yang punya hati baik dan polos tidak sanggup melihatnya, dengan mengumpulkan segala keberaniannya dia membuka salah satu jendelanya dan berteriak memanggil pria menyedihkan itu.

"Hei ... naiklah, nanti kamu bisa sakit," teriak Saroh.

"Terimakasih," jawab Sion parau.

Mendengar panggilan itu Sion merasa teramat bahagia, dengan sisa tenaga yang dia miliki dia berjalan ke arah tangga rumah pohon, berlahan dia menaikinya, tetapi setelah tangan Sion sampai pada ujung tangga dengan badan yang teramat lemas Sion tidak mampu lagi naik sampai kedalam dan hanya mampu meletakkan wajah dan tangan nya di atas lantai kayu rumah pohon itu.

Melihat Sion hampir terjatuh dan terjungkal kebelakang, membuat Saroh merasa khawatir dan datang menghampirinya.

Saroh mendekat, tiba-tiba wajah Sion terjungkal kebelakang membuat Saroh spontan mengulurkan tangannya meraih tangan Sion, tetapi tidak jadi dia lakukan karena tangan Sion yang satu lagi masih memegang sisi kiri tangga dengan kuat, dan juga Saroh belum berani bersentuhan dengan orang yang belum dia kenal seperti ajaran Ibunya kepadanya.

Karena ketakutannya itu akhirnya Saroh mengulurkan kain dari gaun yang dia kenakan agar itu bisa menjadi pegangan Sion menggantikan tangannya, Sion yang mau tidak maupun dengan sisa tenaganya meraih gaun Saroh.

Melihat bagian bawah gaunnya telah digenggam oleh Sion, Saroh pun menarik gaunnya dengan sekuat tenaga agar Sion bisa tertarik naik ke dalam rumah pohonnya sembari menjaga jarak antara tangannya dengan tangan Sion agar jangan sampai bersentuhan.

Ketika menariknya semakin kuat, Sion pun berhasil menaikkan salah satu kakinya ke atas lantai rumah pohon.

Sreeekkk ....

Namun, dengan tidak sengaja berat badan Sion merobek gaun Saroh yang membuat saroh merasa teramat malu dan tanpa dia sadari tangannya menampar Sion dengan keras sampai membuatnya terkapar tak berdaya.

Plak ....

Merasa bersalah dan gugup, Saroh pun menunduk meminta maaf dan menarik kerah baju Sion agar tubuhnya menjauh dari pintu, dia belum berani bersentuhan dengan orang lain.

Akhirnya dengan kerja sama mereka, Sion pun berhasil naik ke dalam rumah pohon dan langsung tergeletak menggigil di atas lantainya. Saroh yang menyadari itu pun dengan segera menarik dan menutup pintu beserta jendela dengan rapat-rapat karena angin dan hujan di luar sangatlah kencang.

Untuk sementara seisi ruangan menjadi sangat gelap hingga pada akhirnya terlihat suatu cahaya dari sebuah gelas berisikan lilin yang telah dibakarkan oleh Saroh dan meletakkannya tepat di tengah-tengah antara mereka berdua.

Saroh yang masih meragukan sifat dari pria di depannya hanya bisa mengamati dari sisi pojok ruangan, semakin dia mengamati semakin menggigil pula tubuh pria itu, serta napasnya tidak beraturan dan nampaknya dia terkena demam yang parah.

Karena merasa iba, Saroh memanaskan bubur yang belum sempat dia makan menggunakan tungku pembakaran kecil yang terbuat dari tanah liat pemberian ibunya, dengan pelan dia memotek dan memasukkan setiap ranting kecil yang mereka kumpulkan sembari berjalan menuju rumah pohon pada pagi hari kedalam api pada tungku pembakaran.

Dia juga mengambil kain yang tergantung di sudut ruangan, melipatnya menjadi persegi panjang, dengan hati-hati dia membuka jendela sedikit agar hujan membasahi kain itu. Setelah kainnya sudah cukup basah, dia kembali mengunci jendelanya dan berjalan menuju tungku pembakaran.

Dengan hati-hati Saroh menyentuh sisi samping tungku untuk memastikan suhunya, setelah suhunya telah cukup panas dia meletakkan kain yang dibasahi tadi di atasnya sembari membolak balikkannya agar panasnya merata.

Yakin sudah cukup panas dan tidak perih di kulit, Saroh meletakkan kain itu di atas dahi Sion agar demamnya sembuh, sama seperti yang ibunya biasa lakukan ketika dia sedang sakit.

Sion yang menggigil menyadari kehangatan kain di dahinya dan mulai mengatur napasnya, dengan pelan dia membuka kedua matanya dan berucap,

"Terima kasih."

1
Sulis Tiani Lubis
negeri yang dibalik?
SAD MASQUITO: gimana? hahaha
total 1 replies
L'oreal ia
jadi bacaan cewek cocok, apalagi cowok.
pokoknya netral dah, baru kali ini ketemu novel klasik kayak novel terjemahan aja
Gregorius
thor, Lo gila kayak pas nulis ini
Anonymous
lupa waktu jadinya
hopitt
alur cerita penuh warna, tidak monoton, naik turun kayak mood gw wkwk
Kyo Miyamizu
cerita ini bikin segala macam perasaan muncul, dari senang sampai sedih. Gila!
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
total 2 replies
AmanteDelYaoi:3
Mendebarkan! 😮
SAD MASQUITO: terimakasih banyak, kakak pembaca pertama saya, akan saya ingat.
izin screenshot ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!