Kematian sang kekasih membuat Anna memutuskan untuk mengasingkan dirinya di tempat yang sangat jauh dari negaranya. Ia berdiri di ujung tebing curam sambil melihat ke dalam lembah itu tanpa rasa takut sedikitpun.
Sepasang kekasih yang sedang melakukan selfie menangkap gambar Anna sebagai background dari foto mereka karena berada di seberang di tempat mereka melakukan selfie.
Yang menyadari keberadaan Agatha hanya pria tampan sedangkan kekasihnya tidak. Pria tampan yang bernama Wira itu membalikkan tubuhnya untuk memastikan apa yang dilihat di kameranya bukan mahluk jadi-jadian.
Namun sang gadis berjalan pulang kembali ke villanya dan sempat terlihat oleh Wira yang begitu penasaran dengan Anna.
Siapa sebenarnya Anna? mengapa dia selalu mendatangi tebing curam itu? apakah Wira rela meninggalkan kekasihnya demi mencari siapa sosok Anna yang telah mencuri perhatiannya?
"Ayo kita ikuti bagaimana pertemuan Wira dan Anna selanjutnya!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sindya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Petunjuk
Agam merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi pada Anna. Harusnya ia menghubungi dulu Wira sebelum memberitahu Anna untuk bertemu dengan Wira.
"Maafkan aku bos. Aku tidak bermaksud untuk membuat Hanna menderita karena aku terlalu semangat ingin mempertemukan kalian berdua," sesal Agam dengan wajah sendu.
"Sudahlah. Semuanya sudah terjadi. Semoga dia akan baik-baik saja setelah siuman. Lalu bagaimana dengan hasil lab dari obat yang aku titipkan padamu?" tanya Wira menatap tajam wajah asisten pribadinya itu.
"Hasilnya baru keluar besok karena mereka harus benar-benar mengetahui komposisi obat itu dan efeknya. Apakah benar obat itu untuk mencegah kanker yang akan tumbuh kembali di hatimu," sahut Agam.
"Rahasiakan semuanya dari kedua orangtuaku..! Terutama bunda."
"Mengapa kamu tiba-tiba mencurigai Tante Kayla, ibumu sendiri?"
"Karena aku merasa tidak beres dengan obat yang aku konsumsi itu. Aku merasa melihat sesuatu hal yang aneh di memori aku.
Aku merasa aku bukan Wira tapi orang lain yang dipaksa menjadi Wira," tutur Wira apa adanya pada Agam karena ia hanya bisa berbagi dengan Agam.
"Mungkin obat yang kamu minum itu dosisnya terlalu tinggi yang menyebabkan kamu halusinasi menjadi orang lain," jelas Agam.
"Aku juga berharap seperti itu. Tapi, saat Anna menyebutkan nama almarhum suaminya yang bernama Zidane, tiba-tiba saja aku mengingat sesuatu yang muncul di benakku saat aku mendengar Anna berteriak nama Zidan. Aku seakan mengalami sendiri peristiwa yang terjadi pada Anna dan suaminya."
"Aneh. Bagaimana mungkin kamu menjadi pribadi orang lain yang sudah meninggal?" sangkal Agam.
"Itu yang aku tidak mengerti. Bahkan aku merasa tidak mengenalmu sebelumnya dan merasa mengalami sakit kanker hati stadium lanjut," ucap Wira.
"Untuk sementara waktu jangan lagi minum obat apapun agar kamu terhindar dari bayangan aneh yang menghantui pikiranmu.
Kalau begitu aku pamit dulu mau ke lab untuk mengetahui perkembangan penelitian pada obatmu itu," ucap Agam seraya menepuk pundak Wira yang sedang duduk di sebelah brangkar Anna.
"Terimakasih dan hati-hati, Agam..!" mengingatkan sahabatnya itu yang hanya mengangkat kedua jempolnya.
Wira meninggalkan Anna sesaat untuk mengambil wudhu di kamar mandi. Wira yang belum sempat sholat dhuhur karena mengurus Anna.
Setelah sajadah dibentangkan, Wira sudah khusu menghadap penciptanya. Sementara itu Anna masuk ke dalam dunia mimpinya.
Anna mengejar Wira yang masuk ke dalam hutan yang terlihat mengeluarkan cahaya putih. Maksud hati ingin mencegah Wira masuk ke dalam hutan yang terlihat angker itu.
"Jangan ke sana Wira...! Tempat itu sangat berbahaya," pekik Anna yang sudah hampir dekat dengan Wira.
"Jangan mengikuti aku, nona. Sesungguhnya tubuhku sudah terkubur di sini. Pergilah kepada suamimu yang sedang menunggumu di sana. Dia sedang lupa padamu saja. Dia adalah suamimu yang masih hidup," ucap Wira yang asli.
Anna membalikkan tubuhnya dan melihat Zidan sedang merentangkan tangannya agar Anna menghamburkan tubuhnya dalam pelukannya.
"Anna. Aku di sini sayang. Peluk aku sayang...!" pinta Zidan.
Anna mengembangkan senyumnya lalu berlari mengejar suaminya Zidan. Namun saat ingin memeluk suaminya tiba-tiba wajah Zidan berubah menjadi Wira.
Anna mundur perlahan sambil menangis." Tidak. Kamu bukan suamiku. Kamu orang lain. Kamu bukan suamiku. Pergi...! pergi dari sini...! Aku tidak bisa ditipu olehmu. Pergiii....!" teriak Anna membuat Wira segera menghampirinya untuk menenangkan Anna.
"Anna. Anna. Anna..!" Wira berusaha menyadarkan Anna agar gadis itu membuka matanya.
Anna masih saja berontak membuat Wira mengangkat tubuh Anna lalu membawa ke dalam pelukannya. Untuk sesaat Anna merasakan kehangatan dan perlindungan seorang Wira yang tidak lain suaminya sendiri.
"Aku tidak akan meninggalkanmu Anna. Aku di sini selalu menemanimu. Jangan bersedih..! Semuanya akan baik-baik saja, hhmm!" pinta Wira sambil mengusap punggung Anna.
Dalam setengah sadar, Anna merasakan kehadiran suaminya. Ia lalu bergumam lirih dengan isak tangis yang masih tersisa.
"Jangan tinggalkan aku Zidan...! Jangan pergi lagi...! Aku ingin selalu bersamamu setiap saat. Aku sangat mencintaimu, Zidan hiks... hiks!" lirih Anna sambil sesenggukan.
Wira memejamkan matanya untuk merasakan kepedihan hati Anna yang belum bisa merelakan kepergian suaminya untuk selamanya.
"Anna. Apa yang harus aku lakukan agar bisa menggantikan Zidan di hatimu?" batin Wira yang merasakan dadanya begitu sesak.
Wira mengelus rambut Anna lalu mengecup ubun-ubun Anna. Anna mengerjapkan matanya perlahan. Memulihkan kesadarannya sepenuhnya.
Ia memang merasakan tubuh Wira adalah milik suaminya seutuhnya. Namun nalarnya berkata lain bahwa yang ia peluk saat ini adalah dokter Wira. Ia mengurai pelukannya lalu mendongakkan wajah Wira yang terlihat sendu dengan pipi basah penuh lelehan air mata.
Ia mendorong dada Wira untuk menjauhinya. Ada rasa malu dan juga rindu mengaduk perasaannya saat ini. Ia begitu takut menghadapi kenyataan jika Wira hanya memperlakukan dirinya sebagai pasien yang sedang depresi.
"Maafkan aku. Tolong menjauh lah dariku...! Aku butuh suamiku, bukan kamu," tolak Anna.
"Anna. Jangan lagi menyiksa dirimu. Sampai kapan kamu terus berharap pada suamimu yang jelas-jelas sudah tiada?" bujuk Wira yang kembali meyakinkan Anna tentang bab takdir.
"Tidak... tidak...!" menggelengkan kepalanya dengan cepat sambil menutupi kedua telinganya.
"Suamiku masih hidup. Aku baru saja bertemu dengannya. Tapi kenapa malah muncul wajahmu? Kenapa?" pekik Anna berteriak histeris.
Deggggg....
"Maksudnya Anna ia bertemu dengan Zidan barusan di dalam mimpinya tapi yang muncul malah wajahku?" batin Wira yang merasakan juga kalau dirinya adalah Zidan. Kepalanya kembali berdenyut sakit. Potongan bagian masa lalu kembali muncul dalam benaknya.
Ia melihat ada sebuah pernikahan, di mana dirinya mengucapkan ijab qobul dan menyebutkan dengan lantang nama Hanna sebagai istrinya dan juga mahar.
Setelah itu Anna mencium tangannya penuh takzim dan keduanya saling menatap satu sama lain setelah menyematkan cincin kawin pada tangan mereka masing-masing.
"Mengapa aku bisa melihat wajah Anna di pernikahan itu?" batin Wira memijit dahinya sendiri. Ia baru sadar saat melihat Anna berusaha mencabut jarum infus dari punggung tangannya.
"Anna...!" Wira meraih jarum suntik lalu menyuntikkan lagi obat penenang ke tubuh Anna agar Anna kembali tenang. Tubuh Anna kembali melemah lalu jatuh tertidur di kasur.
Sementara itu, dokter yang bagian lab sedang menuju ke ruang kerjanya dokter Agam untuk mengantarkan laporan hasil lab perincian kandungan yang terdapat dalam obatnya Wira.
Namun sayang ketika hendak mengetuk pintu itu, nyonya Kayla menyapa dokter Medy.
"Hallo dokter Medy..!"
"Eh ..! Nyonya Kayla apa kabar!" keduanya saling bersalaman sambil cipika-cipiki.
"Alhamdulillah baik, nyonya. Apakah dokter Medy mau ketemu Agam?"
"Iya Nyonya. Saya mau memberikan laporan ini pada Agam."
"Berikan saja padaku...! Biar aku yang sampaikan kepada Agam," tawar nyonya Kayla sambil menadahkan tangannya meminta surat laporan yang dipegang Medy.
"Tapi nyonya, aku harus memberikan surat ini secara langsung kepada tuan Agam," elak dokter Medy.
"Apa salahnya memberikannya kepadaku? Kenapa kamu malah membantahku?" geram Nyonya Kayla yang tidak suka karyawan rumah sakit miliknya menentang dirinya.
Dokter Medy ragu-ragu memberikan surat laporan itu pada nyonya Kayla yang sudah mengulurkan tangannya kepada dirinya.
memang cinta itu buta bisa membuat orang jadi jahat ataupun sebaliknya menjadi lebih baik.
dan kamu Zidan lebih baik cepat berterus terang kepada anna