Di kehidupan sebelumnya, Qin Tian adalah seorang Kaisar Abadi, hampir mencapai puncak kultivasi. Namun, di ambang keabadian, ia dikhianati oleh murid kepercayaannya dan tewas dalam pertempuran besar.
Takdir membawanya kembali seribu tahun ke masa depan, terlahir sebagai pemuda lemah dari keluarga kecil. Dunia telah berubah—sekte-sekte lama runtuh, hukum kultivasi semakin sulit, dan para penguasa baru menguasai langit.
Namun, dengan ingatan dan pengalaman kehidupannya yang lalu, Qin Tian bersumpah untuk bangkit kembali! Ia akan mengguncang dunia dengan teknik yang telah lama hilang, membangun sekte terkuat, dan membalas dendam pada mereka yang menghancurkannya!
Saat ia mendaki kembali menuju puncak, ia menyadari bahwa musuh lamanya juga telah bereinkarnasi, dan perang antara kaum fana, iblis, dan dewa akan segera dimulai!
"Langit mungkin telah melupakanku... Tapi aku akan membuat dunia kembali berlutut!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LpC, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Bayangan Duel yang Mendekat
Tiga hari. Itulah waktu yang diberikan kepada Qin Tian untuk mempersiapkan dirinya sebelum menghadapi duel penentuan. Dua hari telah berlalu. Sisa waktu yang ada tinggal satu hari penuh, dan tekanan mulai terasa lebih berat daripada sebelumnya.
Sejak pagi buta, Qin Tian sudah berdiri di pelataran latihan murid dalam. Meski matahari belum sepenuhnya terbit, tubuhnya telah berkeringat karena latihan teknik gerakan Langkah Bayangan Angin. Setiap gerakan harus presisi, ringan, dan cepat. Ia harus bisa bergerak secepat angin dan menghindari serangan lawan seolah tubuhnya hanya bayangan.
“Gerakanmu mulai stabil,” terdengar suara dari kejauhan.
Qin Tian menoleh dan melihat sosok Instruktur Zhang mendekat. Sejak pengumuman duel itu, sang instruktur ternyata tetap memperhatikannya dari jauh.
“Terima kasih, Instruktur,” ujar Qin Tian sambil menunduk hormat.
Instruktur Zhang mengangguk. “Kau punya tekad dan keuletan, itu jelas. Tapi lawanmu bukanlah murid dalam biasa. Namanya Wu Kang, salah satu murid peringkat sepuluh besar. Ia terkenal dengan teknik ‘Cakar Macan Batu’ yang mampu menghancurkan batu besar dengan satu serangan.”
Qin Tian sempat terdiam. Nama itu tidak asing. Ia pernah mendengar dari murid luar lain bahwa Wu Kang adalah sosok sombong dan kejam yang senang meremehkan lawan.
“Aku takkan mundur. Aku tahu aku belum sekuat dirinya, tapi aku tak bisa menyerah di sini. Jika aku takut sekarang, bagaimana aku bisa menapaki puncak kultivasi di masa depan?” jawab Qin Tian tegas.
Instruktur Zhang tersenyum tipis. “Kau tidak perlu menang dengan kekuatan. Gunakan kecerdikanmu, dan jangan biarkan dia menguasai tempo pertarungan. Fokus pada teknik gerakanmu.”
Qin Tian mengangguk. Nasihat itu langsung ia serap dalam hati. Ia tahu perbedaan kekuatan antara dirinya dan Wu Kang seperti langit dan bumi. Tapi jika ia bisa memanfaatkan teknik dan strategi, peluang sekecil apa pun tetap bisa ia manfaatkan.
Hari itu ia menghabiskan waktu dengan dua fokus utama: menyempurnakan teknik gerakan dan menstabilkan kultivasinya yang kini berada pada tahap akhir Qi Dasar tingkat tiga. Setiap tarikan napasnya dipadukan dengan sirkulasi Qi yang mengalir di meridian tubuhnya, memperkuat inti spiritualnya dan menguatkan tubuhnya dari dalam.
Saat malam tiba, suasana di sekitar asrama murid dalam terasa lebih senyap dari biasanya. Seolah semua murid menantikan duel yang akan terjadi esok hari. Beberapa bahkan telah memasang taruhan secara diam-diam—bukan untuk mendukung Qin Tian, melainkan bertaruh berapa lama ia bisa bertahan sebelum kalah.
Di dalam kamarnya, Qin Tian duduk bersila, matanya terpejam, tubuhnya dikelilingi kabut energi spiritual yang mengalir tenang. Ia tidak memedulikan apa yang dikatakan orang lain. Baginya, duel besok bukan hanya tentang menjadi murid dalam secara resmi. Ini tentang harga dirinya, tentang membuktikan bahwa ia bukan hanya remaja lemah dari desa kecil.
Ia mengingat kembali wajah ibunya, yang selalu tersenyum meski hidup dalam kesulitan. “Aku akan bertarung untuk impianku… dan untukmu, Ibu,” bisiknya lirih.
Ketika malam semakin larut, Qi dalam tubuh Qin Tian mulai menunjukkan gejala menembus batas. Suara seperti desiran sungai mengalir dalam tubuhnya. Dengan fokus penuh, ia menstabilkan sirkulasi energi, membiarkan energi itu mendorong batas kultivasinya.
BOOM!
Ledakan halus terdengar di dalam tubuhnya, dan seketika itu juga, Qin Tian menembus Qi Dasar tingkat empat. Meski hanya satu tingkat lebih tinggi, peningkatan itu memperkuat tubuh dan tekniknya secara signifikan.
Ia membuka matanya perlahan. Pandangannya kini lebih tajam, nafasnya lebih stabil, dan auranya jauh lebih kuat daripada sebelumnya.
“Besok, aku akan menunjukkan bahwa takdir bukan ditentukan oleh awal yang lemah... tapi oleh seberapa jauh kita mampu bertahan dan melangkah,” gumamnya.