NovelToon NovelToon
Obsessed With My Handsome Duke

Obsessed With My Handsome Duke

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Transmigrasi ke Dalam Novel
Popularitas:15k
Nilai: 5
Nama Author: Melsbay

Emily terkejut saat menyadari bahwa dia telah transmigrasi ke dalam sebuah novel yang dia baca sebelumnya. Lebih mengejutkan lagi, dia menyadari bahwa dia tidak menjadi tokoh utama seperti yang dia harapkan, melainkan menjadi seorang putri pendukung yang sombong, bernama Adeline. Adeline dikenal sebagai seorang putri sombong dan arogan yang akhirnya mati keracunan karena perselisihan cinta antara protagonis wanita, yang disebabkan oleh ulah antagonis wanita.

"Kenapa aku harus mati konyol?" batin Emily. "Dari pada hanya menjadi pemeran pendukung, sekalian saja aku yang jadi protagonis! Hey, aku seorang putri raja!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melsbay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Wajah di Balik Topeng

Adeline mendorong lembut Duke Emeric. "Duke, aku... aku perlu waktu untuk memproses"

"Maaf, Adeline, aku tidak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman." Duke Emeric tertawa geli.

Adeline menatap Duke dengan wajah yang sedikit tegang.

"Aku tahu, Duke. Ini semua begitu... begitu mengejutkan bagiku."

Duke Emeric mengulurkan tangannya, mencoba menenangkan Adeline.

"Aku mengerti. Aku hanya ingin kau tahu betapa pentingnya dirimu bagiku."

"Maafkan aku... jika aku terlihat kaku." kata Adeline merasa lega.

Duke Emeric menggelengkan kepala. "Tidak perlu minta maaf, Adeline. Kamu berharga bagiku apa pun yang terjadi."

Adeline mengembangkan senyum kecil "Terima kasih, Duke. Aku akan mencoba mengatur perasaanku."

Keduanya kemudian kembali terdiam, membiarkan perasaan canggung mereka mereda di antara mereka. Setelah sesaat keheningan Adelinen mengajukan pertanyaan.

"Duke, apa pendapatmu tentang Saintes Elisa?"

Duke Emeric mengangkat alis heran. "Saintes Elisa? Maaf, aku tidak mengenalnya. Bahkan belum pernah mendengar namanya sebelumnya."

Adeline mengernyitkan kening "Oh, begitu..."

Duke Emeric menatap Adeline dengan kebingungan "Kenapa kau tanya tentang itu?"

"Oh, bukan apa-apa. Aku hanya penasaran." Adeline menggeleng-gelengkan kepala.

Duke Emeric tertawa ringan "Apa aku perlu mengetahui tentang nya?"

"Oh tidak... Tidak... Jangan, Duke!" Seru Adeline dengan cepat, kemudian menggerakkan kedua tangannya mengisyaratkan ketidaksetujuan nya.

"Oke?!"

Duke Emeric tersenyum melihat reaksi Adeline. Dia membalas pandangan Adeline dengan kehangatan, memahami bahwa ada sesuatu yang penting bagi Adeline terkait nama tersebut.

Adeline merasa lega, namun juga merasa cemas dengan kemungkinan Duke bertemu dengan Saintes Elisa. Dia tidak ingin keduanya sampai bertemu. Dalam kelegaan itu, terdapat kekhawatiran yang dalam, seperti angin yang berdesir lembut di antara daun-daun pepohonan.

Duke Emeric meraih tangan Adeline dengan lembut, sepenuhnya terhubung dengan kehangatan dan kelembutan yang tersirat dalam sentuhan itu.

Rasanya seperti dia ingin memperkuat ikatan mereka, mengungkapkan rasa sayang dan perlindungan yang dalam.

Matanya penuh dengan ketulusan dan kelembutan saat dia menatap Adeline, seolah berkata bahwa dia tak ingin melepaskan tangan itu selamanya.

***

Kediaman Duke Bethel.

Duke Emeric masuk ke dalam ruang kerjanya dengan langkah-langkah ringan, masih terpancar kegembiraan di wajahnya setelah sehari yang menyenangkan bersama Adeline.

Dia duduk di balik meja kerjanya, wajahnya tersipu malu ketika kenangan tentang Adeline menyapanya. Saat dia tenggelam dalam lamunannya, pintu terbuka dan kepala pelayan, Fredrick, masuk dengan hati-hati.

"Permisi, Yang Mulia. Saya minta maaf jika mengganggu, tapi saya punya beberapa laporan yang perlu Anda tinjau untuk persiapan acara besok."

Duke Emeric mengangkat kepalanya dari meja, ekspresinya berubah menjadi kesal ketika dia disadarkan dari lamunannya yang menyenangkan.

"Fredrick, tidak sekarang. Aku ingin sedikit waktu sendiri."

Fredrick, dengan sikap yang penuh penghormatan kepada Duke Emeric, menyampaikan pesannya dengan tegas. Duke Emeric, meskipun masih terbawa oleh lamunan tentang Adeline, merasa terganggu oleh urgensi dalam suara Fredrick.

"Maafkan saya, Yang Mulia, tetapi laporan ini sangat penting. Ini berkaitan dengan undangan dari Kuil terkait wahyu dari saintess yang baru muncul."

Duke Emeric mengangkat alisnya dengan keheranan. Kabar tersebut sepertinya cukup menarik perhatiannya, meskipun pikirannya masih terfokus pada Adeline.

"Baiklah, Letakkan saja di atas meja. Aku akan melihatnya nanti."

Fredrick memberikan laporan tersebut dengan hormat, mengetahui bahwa Duke Emeric akan menanggapi undangan itu dengan serius.

Setelah Fredrick pergi, Duke Emeric merenung sejenak, menyadari bahwa dia harus segera mengalihkan perhatiannya dari Adeline untuk melihat undangan tersebut.

Duke Emeric menatap undangan tersebut dengan perasaan enggan yang mendalam. Kehadiran seorang saintess baru menimbulkan pertanyaan yang tak terduga dalam pikirannya, terutama mengingat Adeline sempat menyinggung nama seorang saintess, Elisa.

Dia merenung sejenak, bertanya-tanya dari mana Adeline memperoleh informasi tentang hal ini. Namun, pikirannya kemudian berpindah, menyimpulkan bahwa Adeline mungkin mendapatkannya dari Nathaniel.

"Nathan pasti memberi tahu nya, itulah yang terjadi." gumam Duke Emeric.

Duke Emeric melempar undangan itu dengan sedikit ketidaksenangan, sebelum mengangkat kakinya dan meletakkannya di atas meja.

Dia membiarkan pikirannya melayang, kembali terhanyut dalam kenangan indah bersama Adeline. Bayangan tentang pelukan mereka membuat senyum terukir di wajahnya, sementara pikirannya mulai terjerat dalam fantasi yang liar.

"Adeline... Ah, betapa indahnya dia. Begitu rapuh dan menggemaskan. Setiap gerakannya, setiap senyumnya... begitu manis."

Dia merasakan gairah yang memuncak dalam dirinya, membuat wajahnya memerah secara tidak terkendali. Pikirannya melayang ke arah yang gelap, dipenuhi oleh fantasi-fantasi yang tidak senonoh tentang Adeline.

Dalam sekejap, dia melupakan segala hal di sekitarnya, tergila-gila dalam imajinasi yang membara.

Duke Emeric tersadar dari lamunannya yang liar, menghantam dirinya sendiri dengan penyesalan atas pikiran-pikiran kotor yang melintas dalam benaknya.

Dia merasa malu karena memikirkan Adeline dengan cara yang begitu tidak pantas. Duke menggumamkan ke dalam, mencoba untuk menyingkirkan pikiran-pikiran yang tidak senonoh itu.

"Demi Dewa, Emeric Bethel! Sadarlah! Ini benar-benar kotor sekali. Bagaimana mungkin aku memikirkan Adeline dengan cara seperti ini? Dia adalah malaikat yang begitu suci dan bersih."

Namun, meskipun berusaha mengusir pikiran-pikiran itu, gairah dalam dirinya masih membara. Duke merasakan desakan yang kuat untuk meraih Adeline, mengungkapkan keinginannya dengan kegilaan yang tak terbendung.

"Ah, seandainya aku bisa merangkulnya, memeluknya erat di kasur, dan melakukan banyak hal liar dengan nya."

Duke Emeric terus-menerus memukul kepala dan menghantam dirinya sendiri dengan penuh penyesalan. Setiap kali pikiran kotor tentang Adeline muncul, dia berusaha menyingkirkannya dengan kekerasan.

Namun, upayanya sia-sia. Fantasi-fantasi liar itu terus menghantuinya sepanjang malam, menyebabkan perasaan gelisah yang tak tertahankan.

"Aduh, Emeric Bethel, kenapa kamu begitu kotor? Bagaimana mungkin kamu memikirkan Adeline dengan cara ini?"

Pukulan demi pukulan, renungan demi renungan, Duke berjuang melawan pikiran-pikiran yang mengganggu itu. Namun, semakin dia mencoba menahan diri, semakin kuat dorongan dalam dirinya untuk memiliki Adeline.

Akhirnya, Duke merasa kelelahan dan terhempas oleh kelelahan. Dengan hati yang berat, dia meninggalkan pertempuran pikiran yang sia-sia itu dan kembali ke kamarnya.

Dengan harapan, dia meraih tidur, berharap untuk mendapat mimpi yang damai dengan Adeline.

***

Adeline duduk di tempat tidurnya, terselimuti oleh kesendirian malam. Dia memperhatikan setiap kata yang diucapkan Duke Emeric, terus memutar ulangnya dalam pikirannya. Perasaannya campur aduk, menciptakan kekacauan emosional di dalam dirinya.

Adeline meremas-remas selimut yang melingkupi tubuhnya, mencoba menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat. Dia tak percaya bahwa Duke Emeric telah mengungkapkan keinginannya yang begitu jelas. Pikiran tentang apa yang sebenarnya dimaksud oleh Duke dengan kata-kata itu terus menghantui Adeline.

"Apa yang sebenarnya kau maksudkan, Duke? Aku merasa begitu kacau dengan semua ini." gumam nya.

Jantungnya berdegup kencang, seolah-olah ingin melompat keluar dari dadanya. Dia merasa takut, gugup, dan dalam ketidakpastian yang tak terduga. Apakah ini benar? Apakah Duke Emeric sungguh-sungguh ingin lebih dari sekadar ciuman?

"Uwaaa... Duke...! Apa yang harus ku lakukan???" Adeline menutup wajah nya yang merah dengan kedua tangannya.

Adeline menggigit bibir bawahnya, berusaha menenangkan diri saat pikiran-pikiran liar tentang Duke Emeric terus menghantui. Dalam kegelapan kamar tidurnya, dia merangkak ke tempat tidur dan meraih bantal, menekan wajahnya di antara lutut yang tertekuk.

Dalam keheningan malam, dia bergumam pada dirinya sendiri dengan suara bergetar, menyadari betapa pikirannya melampaui batas ketika memikirkan Duke.

"Duke Emeric... begitu tampan, seksi, dengan badan yang tinggi dan berotot. Dia seperti tampilan yang sempurna sebagai pria ideal idaman. Tapi, oh, pikiranku... begitu kotor tentangnya," bisiknya pelan.

Adeline berguling di atas kasurnya, mencoba menenangkan diri agar bisa tidur. Dia menutup matanya erat-erat, berharap agar pikiran yang liar itu bisa diusir oleh kegelapan malam. Namun, usahanya sia-sia. Pikiran tentang Duke Emeric terus melintas seperti badai yang tak kunjung reda.

Setiap kali dia hampir meraih tidur, bayangan Duke kembali muncul di benaknya, membalikkan perutnya dengan sensasi yang tak terkendali. Dia merasa seperti terjebak dalam pusaran pikiran yang tak terhentikan, dan semakin dia berusaha mengusirnya, semakin kuat mereka menyerang.

"Oh tidak... aku seperti akan gila..."

Adeline memejamkan mata dan merasakan kelelahan mulai menyelimuti tubuhnya, tetapi pikiran yang terus menerus berputar, begitu pagi menjelang, dia menyadari bahwa dia belum tidur sekalipun.

"Aku benar-benar gila...Duke Emeric, kau membuat ku gila."

1
salwi
/Chuckle/
Melsbay
Halo... terima kasih sudah menjadi pembaca setia. Untuk mendukung author, mohon di like, subscribe, komentar, kasih bintanng dan di vote ya... terima kasih banyak...
Melsbay
mohon di like, subscribe, bintang dan follow akun ya gaess ya...😇 biar authir lebih semangat up karya dan jangan lupa di komen juga ya😇😇😇 Sankyuuu...
Olive
/CoolGuy//CoolGuy/
Niaa🥰🥰
Luar biasa
Niaa🥰🥰
😁😁🥰🥰
Melsbay
mohon bantu support author dengan like, subscribe, follow dan bintang ya... jangan lupa dikomen ya, teman2... sankyu😇😇😇
Bird
👣👣👣
Keyzie
👣👣👣👣
Pembaca Setia
update terus ya thor👍👍
Pembaca Setia
gentle👍👍
Pembaca Setia
/Hey//Facepalm/
Ryfca
🥰🥰🥰
Vallleri Abel
up up up
Suryavajra
Saintes itu apa kak?
Melsbay: sama sama😄
Suryavajra: wah keren.. insight baru.. thanks kak
total 3 replies
Suryavajra
buat aku, author yang bisa bikin cerita kerajaan itu sesuatu banget.. keren ah kak.. baca pelan2 ah 👍👍👍
Suryavajra
wow.. produktif sekali kak.. udah keluar karya baru lagi 👍👍👍👍👍
Ryfca
🥰🥰🥰🥰
Keyzie
keren👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!