Menanti Janji

***

Hari libur telah tiba, Nara yang satu minggu full time sibuk dalam pekerjaan kini dia dan Tuti membuat janji bahwa hari ini mereka akan pergi healing bersama untuk sekedar menghilangkan penat.

Sedang berdandan di depan cermin dengan raut wajah yang ceria, namun kedatangan ibu Dini tiba-tiba membuatnya kaget.

"Astaga ibu, datang kok gak nyapa. Bikin kaget aja!" kedatangan ibu Dini dikamarnya membuat hatinya kaget, dan untung saja alisnya tidak sampai salah ukir. "Maaf sayang, tadi ibu gak sengaja lewat depan kamarmu!" ibu Dini menyadari, dengan senyuman yang lebar dia membaik-baikin sebisa mungkin agar Nara tidak ngambek padanya. "Hem ada apa ibu kesini?" tanya Nara yang tidak mempermasalahkan hal itu lagi kepada ibunya, dia dengan santai kembali bersolek di depan cermin.

"Em tidak, ibu cuman pengen tau aja kamu mau kemana kok cantik banget?" jawab ibu Dini tersenyum sambil mengelus-elus bahu Nara. "Aku ada janji sama Tuti hari ini bu, mau jalan-jalan aja," jelas Nara tidak sedikit pun mau membohongi ibunya, karena itu satu hal yang tidak pernah diajari kepadanya.

Wanita paruh baya itu mengangguk-angguk saja dengan bibir yang masih tersenyum merekah. Sebenarnya ada tujuan terpenting kenapa dia menemui Nara, tapi dia bingung harus mulai dari mana untuk mengungkapkannya.

"Ehm ibu mau ngomong sesuatu sama kamu, boleh?" ucap ibu Dini sangat berhati-hati, setelah mengimbang-imbangi akhirnya dia memberanikan diri untuk berbicara. "Katakan lah bu, tapi jangan lama-lama karena di depan Tuti udah nunggu!" sahut Nara yang sangat bersemangat ingin segera pergi setelah siap berdandan.

Ibu Dini menarik nafas panjang sebelum dia mengatakan, terlebih dahulu dia mengumpulkan tenaga agar jika Nara membantah dia masih sabar dan tetap tenang.

"Bisa gak kali ini ibu minta kamu tunda dulu berpergiannya, ehm tapi klo gak boleh ya udah jangan marah sama ibu," ucap ibu Dini sangat berhati-hati, dia yakin Nara pasti tidak setuju dengan permintaannya, tapi tidak apa-apa yang terpenting dia sudah menyampaikan.

What? Ibu nya menghalangi rencananya, oh tidak-tidak! Nara tidak mungkin menyetujui sebab dia tidak ingin Tuti kecewa padanya.

" Tapi kenapa bu, apa Nara gak boleh keluar rumah?" dia terlihat syok mendengar ibu Dini yang membatalkan kepergiannya, dan tentu ini tidak mungkin disetujui. Apa salah nya sih orang cuman pengen healing doang kok tidak diperbolehkan? Nara menggeleng dengan raut muka menyedihkan, melihatnya ibu Dini jadi serba salah. Jika boleh jujur dia pun tidak ingin menahan Nara tetapi suaminya yang menyuruh sehingga terpaksa dia melakukan.

"Maaf sayang tapi ayah yang menyuruh ibu, ada sesuatu yang ingin ayah katakan padamu," kata perempuan paruh baya itu ingin mengela agar Nara tidak marah dan ngambek padanya. " Ya udah aku mau dengar apa yang ayah sampaikan. Tapi please, untuk jalan-jalan hari ini tidak boleh ditunda," sahut Nara, gadis itu masih memiliki watak yang bisa menghargai orang yang lebih tua dari nya terutama itu kedua orang tuanya. Dia mungkin bisa memberi waktu sebentar untuk mendengar ayahnya berbicara tapi untuk membatalkan yang sudah dia rencanakan sepertinya tidak bisa dia setujui.

"Tidak Nara, ayah meminta agar kamu tunda dulu untuk pergi bersama Tuti hari ini," ucap ayah Niko yang ternyata sedari tadi berada disana, dia mendengar perbincangan antara istri dan anaknya. Sebelum Nara benar-benar mengambil keputusan dia harus membatalkan terlebih dahulu.

Serentak, Nara dan ibu Dini menoleh kearah ayah Niko yang melangkah masuk kekamar anak gadisnya. Nara mengerutkan dahi menatap ayahnya, aneh kok tiba-tiba ayahnya bersikap galak. Setaunya dari dulu mereka tidak pernah memarah-marahi Nara, tapi sekarang kenapa mereka bersikap seperti ini?

"Kenapa yah, apa ada sesuatu yang Nara langgar?" tanya gadis itu, mencoba untuk tetap tenang sebelum pikirannya kemana-mana.

"Tidak ada nak, tapi hari ini calon menantu ayah datang untuk melamar mu,"

Deg! Detak jantung Nara saat itu juga berdetak kencang, dia kaget bahkan bingung dengan apa yang dia dengar. Siapa yang di maksud ayah Niko, calon menantu yang mana ? Apa dia adalah Juna?

"Ma-maksud ayah, calon menantu?" Nara gugup sekali, entah kenapa jantungnya semakin berdetak sehingga telapak tangannya terasa berkeringat dingin. "Yah calon menantu, dia adalah anak teman ayah. Hari ini kalian harus bertemu!" balas ayah Niko sangat santai sambil mengangguk-angguk di depan Nara.

Oh tidak! Ini tidak boleh terjadi, Nara tidak boleh di jodohkan kepada orang lain. Keinginannya hanya satu yaitu tetap hanya mau menikah kepada Juna, titik!

"Gak mau dijodohkan sama siapa pun ayah, kalian tau kan aku udah punya pacar?" detik itu juga Nara harus membantah, matanya mulai berkaca-kaca ingin menangis karena kecewa dengan sikap ayahnya. "Iyah ayah udah tau kamu sudah punya pacar, tapi apa kamu yakin dia setia sama kamu?" balas ayah Niko yang sebenarnya tidak seegois itu kepada Nara, dia memang menyetujui hubungan anak gadisnya kepada Juna tapi pria itu masih memiliki cita-cita tinggi yang harus dia capai dan sepertinya menikahi Nara bukan lah prioritas utamanya.

Sepasang suami istri itu saling bertukar pandang, mereka jadi tidak tega melihat Nara bersedih. Padahal tujuan ayah Niko melakukan ini hanya ingin melihat anaknya bahagia kepada orang yang tepat.

"Juna masih setia kok yah sama aku, udah lah batalkan perjodohan ini. Sampai kapan pun aku gak akan mau!"

Huh! Nara sudah tidak tahan lagi, dia kesal dan marah jika saja orang lain yang berada di depannya mungkin dia sudah mengusir kedua orang itu dengan kasar.

"Jangan membantah ayah, pokoknya tunda dulu hari ini berpergian!" ayah Niko kembali menegaskan kata-katanya bahwa apa yang sudah dia rencakan tidak boleh untuk dibantah.

"Ayah jahat banget sih!"

"Demi kebaikan mu,"

"Pokoknya Nara gak mau yah!"

"Harus mau, titik!"

Untuk menghentikan perdebatan yang tidak jelas ini, ayah Niko dan ibu Dini segera berlalu pergi dari sana. Nara yang sudah sangat marah melempar tasnya kesembarangan arah, lalu menghempaskan tubuhnya dengan kasar diatas ranjang.

Hiks, hiks! Tega banget dah ayah Niko lihat anak gadis nya menangis. Nara jadi patah semangat, sepertinya untuk pergi hari ini sudah tidak ingin dia lakukan. Tapi tidak, dia kembali berpikir. Jika dia tetap disana maka otomatis pria yang dijodohkan padanya akan datang, astaga itu tidak boleh terjadi. Nara tetap kekeuh ingin pergi sekarang juga. Menghapus air mata, dan memungut tasnya lalu pergi secara diam-diam. Tetapi...

***

BERSAMBUNG...