Dikhianati adik sendiri tentu akan terasa sakit, apa lagi ini soal cinta.
karena kesibukan Anya yang bekerja, dirinya selalu membuat sang kekasih berdekatan dengan sang adik, tidak tahu ini salah cinta atau salah Anya yang tak bisa menjaga kekasih nya.
sampai menjelang hari pernikahan dia baru tahu jika sang kekasih menghamili sang adik.
Bisakan Anya keluar dari bayang-bayang pengkhianatan cinta dan menemukan cinta baru dari lelaki lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewiwitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nyanyian Raka
Malam ini Anya terpaksa harus menginap di rumah orangtua nya, karena sang mama memaksanya.
Anya duduk di bangku taman di kebun milik keluarganya, disana gadis berparas cantik itu hanya memandang indahnya bulan yang berbentuk bulat sempurna.
"Anya..."
Anya memalingkan pandangannya ke arah sumber suara yang baru saja memanggilnya.
"Mama, belum tidur ma?"
Anya berdiri dari duduknya lalu menghampiri sang mama kemudian menuntun nya untuk duduk di bangku taman.
"Mama, kenapa belum tidur?" Tanya Anya kembali.
"Mama pengen ngobrol sama kamu, mama kangen banget sama anak mama yang hebat ini." Venia membelai lembut pipi Anya.
Venia tak menyangka bayi yang dulu dia lahirkan secara prematur kini tumbuh menjadi wanita cantik dan kuat, Vania teringat bahwa dulu Anya di vonis takkan berumur panjang tapi Tuhan berkehendak lain. Anya justru tumbuh menjadi wanita mandiri yang memiliki kepribadian baik.
"Mama, kenapa nangis?"
Anya cemas melihat mamanya menitihkan air mata, tangan halus nya bergerak mengusap buliran air yang keluar dari kedua mata Vania.
"Mama bangga punya anak seperti kamu sayang, mama sangat berterimakasih kepada kamu karena kamu sudah bertahan sejauh ini."
"Mama jangan nangis lagi nanti mama sakit, Anya enggak apa-apa."
"Maafin, Andira ya sayang. Jangan benci adik mu."
Kini Vania memeluk erat tubuh Anya, tubuh mungil yang entah sampai kapan bisa memikul semua beban dan rasa sakit.
"Mama jangan sedih, Anya sudah ihklas. Anya sudah benar-benar melepaskan mas Akbar, mama jangan sedih. Ingat ya ma, mama sebentar lagi mau jadi oma jadi mama hatus sehat-sehat."
Vania hanya bisa mengangguk dan menangis tersedu di dalam pelukan sang anak.
Setelah Vania lebih tenang, Anya mengantar sang mama untuk beristiraha. Mamanya mungkin sangat lelah secara fisik dan emosonal, Anya tak mau sampai nanti mamanya jatuh sakit.
"Mama istirahat ya, Anya juga mau istirahat. Jangan berpikir yang macam-macam, ma."
"Iya, selamat malam dan selamat istirahat anak cantik mama."
Vania mengecup seluruh wajah Anya sebelum Anya pergi meninggalkan kamar Vania.
Anya berjalan menuju kamarnya yang melewati satu kamar, kamar itu adalah kamar Andira yang kebetulan tidak terlalu tertutup rapat menyisakan sedikit cela.
Anya berhenti sejenak bukan bermaksut menguping tapi dia hanya ingin menutup rapat pintu itu, dari luar Anya mendengar semua pembicaraan Akbar dan Andira.
"Mas kadonya banyak sekali, aku ingin sekali membukanya."
"Besok saja ya sayang, ini sudah malam kasian dedek bayinya pasti dia juga lelah."
Anya melihat tangan Akbar yang mengelus perut Andira yang mulai terlihat membuncit.
"Iya deh, papa. Dedek bobo dulu."
Suara Andira yang menirukan suara anak kecil.
"Sayang nya papa bobo ya, jangan nakal. Papa sayang dedek."
Akbar mencium perut Andira dengan sayang, disana terlihat sekali Akbar sangat bahagia tak ada rasa bersalah atau penyesalan bahkan itu terasa seperti pernikahan yang memang di inginkan Akbar.
Anya yang tak tahan melihat tingkah manis Akbar kepada Andira memilih untuk berlalu pergi menuju kamarnya, membuka pintu kamarnya kemudian menguncinya dengan rapat.
"Sebahagia itu kah kamu mas, apa kamu lupa semua itu adalah impian ku."
"Aku yang bermimpi menikah dengan mu, aku yang bermimpi mengandung dan melahirkan anak mu bahkan aku yang bermimpi menjadi wannita yang menemani mu seumur hidup."
Anya menangis tersedu, dadanya kembali sesak seperti terhimpit batu besar. Melupakan hubungan yang terjalin selama delapan tahun itu tak mudah, bohong jika Anya selama ini baik-baik saja. Bohong jika Anya bilang dia sudah mengihklasnya Akbar dengan mudahnya nyatanya luka di hatinya semakin melebar.
"Kamu jahat mas, aku mungkin salah tapi apakah aku tak bisa mendapat kesempatan untuk memperbaikinya."
"Terlebih orang itu Andira, adik kandung aku sendiri. Tega kamu mas, tega."
Anya menangisi semua kesalahannya, dia menyesal telah menyiakan Akbar dirinya merasa bersalah karena kesibukan nyalah yang membuat Akbar berubah dan pergi.
Drrrrtt
Drrrrtt
Drrrrtt
Telvon nya berdering, dan itu adalah Raka.
Anya mengusap air matanya, mencoba menenangkan dirinya dan menetralkan suaranya.
"H-halo mas."
Dari sebrang Raka bisa mendengar jika suara Anya berbeda.
"Anya kamu gak apa-apa?"
Kata tidak apa-apa ibaratkan seperti bom waktu yang tidak tahu kapan meledaknya, saat dia sudah meledak hancur semua benteng pertahan layaknya air mata Anya yang kini sudah mengalir deras.
"Sakit mas, dada aku sakit. Aku hancur mas, aku harus bagaimana?"
Raka mendengar suara Anya yang begitu bergetar, rasanya dia ingin sekali merengkuh tubuh Anya.
"Aku yang salah mas, aku egois. Demi karir aku selalu mengecewakan mas Akbar, aku bodoh mas."
"Aku memang tidak layak untuk di cintai, aku wanita serakah mas."
Tangisan Anya terdengar menusuk sampai relung hati Raka, dirinya tak bisa melihat wanita yang diam-diam dia cintai hancur seperti ini.
"Anya dengerin mas, kamu enggak salah. Ini sudah takdirnya kamu tidak berjodoh dengan Akbar, ini bukan salah kamu sepenuhnya. Jangan buat diri kamu lebih hancur dengan pikiran bodoh kamu."
"Anya, disini banyak yang sayang kamu. Disini banyak yang mendukung kamu, kamu enggak salah, berkarir itu bukan hal yang salah kamu pantas mencapai apa yang kamu impikan. Kamu punya ekspektasi yang harus kamu wujutkan, Anya kamu tidak salah."
"Anya jangan sedih lagi, aku kesana ya kita jalan yuk. Mau muterin jalanan engak."
Raka beranjak dari duduknya bersiap mengambil kunci mobil dan jaket tapi tindakananya terheti oleh ucapan Anya.
"Enggak usah mas, aku enggak apa-apa. Aku mau tidur aja."
Suara Anya sesenggukan, sedalam apa luka mu Anya batin Raka.
"Vidio call mau?"
"Gak mau."
"Kenapa?"
"Muka ku jelek, abis nangis."
Tak bisa di tahan, Raka langsung tertawa dengan ucapan Anya.
"Mas Raka jangan ngetawaain aku."
"Enggak, kamu enggak pernah jelek. Kamu selalu cantik."
"Merdunya suara buaya."
"Mas vidio call aja, mas temenin sampai pagi. Bahaya kalau bocil lagi galau."
"Iss, apasih dibilang bocil. Ngambek nih aku."
Tak menunggu lama, panggilan suara kini berubah menjadi panggilan vidio.
"Cantik jangan di tutup dong wajahnya."
"Mas malu."
Anya menutup wajahnya denga bantal sehingga hanya terlihat rambutnya saja.
"Anya, kamu adalah wanita baik, wanita paling cantik yang pernah aku temui setelah mama. Aku sangat kagum dengan apa yang kamu lakukan selama ini, Anya kamu enggak pantas menangisi lelaki seperti Akbar. Kamu spesial Anya."
"Martabak kali mas spesial, duh renyah sekali suara buaya."
Tak di sangka Anya justru terkekeh geli, Anya sudah kembali menjadi wanita ceria lagi walau masih ada kekecewaan yang tergambar di wajahnya.
"Tidaur Anya, kamu pasti lelah."
"Aku susah tidur nih mas."
"Mau aku nyanyiin, aku ada gitar."
Raka mengambil gitar akustiknya dan memamerkan nya pada Anya, gadis itu sedikit terkejut karena Raka ternyata suka bermain gitar.
"Mas kamu serius bisa main gitar?"
"Dengerin ya."
Raka memainkam gitarnya dan bernyanyi, Raka menyanyikan lagu milik Tiara Andini~Cintanya aku.
biar aman dari adik durjana Thor