PERINGATAN!!!
Sebelum membaca, siapkanlah hati kalian seperti judul novel ini 'Seluas Samudera'. Karena kalian akan dibuat jengkel setengah mati. Jika kalian tidak siap, lebih baik mundur!
----------
Novel ini mengangkat kisah tentang seorang
Kapten pasukan khusus Angkatan Laut. Yang jatuh cinta dengan anak Komandan-nya. Mereka bertemu di rumah sakit tanpa tahu satu sama yang lain. Saat sang Kapten tertembak, dan sebagai perawat wanita itu merawatnya. Namun sayang, karena ada sesuatu hal. Sang Kapten secara sepihak memutuskan jalinan asmara diantara mereka.
Memang kalau telah dijelaskan, aku mau lepas darinya? Tentu, tidak! Aku tidak mau Dia sudah buat aku begini, malah meninggalkanku. Itu gak boleh! Oh! Aku tahu caranya biar dia bisa balik lagi bersamaku. Ya! Akan kucoba.
-Dewi Abarwati-
Dia berharap ada kata maaf dulu dari Dewi, sebelum dia merubah status hubungan mereka menjadi sepasang kekasih kembali.
-Krisanto-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonelondo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9 Jalan Lagi?
Usai menyelesaikan tugasnya, Dewi beranjak ke belakang taman membawa kotak makan siangnya. Di sana, persisnya di gedung kanan yang berlantai dua. Di belakang gedung itu, ada ruang jenazah. Sangat jarang ada aktifitas di sana. Sudah barang tentu tidak setiap waktu atau pun setiap hari pasien meninggal.
Dewi menghindari makan siang bersama teman-temannya. Di tempat itu aman. Sudah beberapa hari Dewi melakukan ini. Duduk menyendiri makan siang di bangku taman ditemani pepohonan rindang.
(Gambar hanya ilustrasi)
Nasi-sayur, nasi-tempe-tahu, nasi-telor dadar, nasi-telor-sayur, atau nasi-tahu-tempe-buah, atau dikombinasikan yang tak jauh dengan hal diatas. Bekal seperti itu yang selalu dibawanya. Ibunya? Gak tahu, dia menyiapinya diam-diam. Kalau tahu pasti marah. Sekarang Dewi sudah hampir kayak vegetarian.
Andai pun Dewi makan yang berlemak karena situasinya gak bisa dielak. Misalkan, temannya membelikan sarapan untuknya. Atau, di rumah, nggak mungkin dia sepulang kerja selalu bilang sudah makan di luar. Nanti orang tuanya lama-lama heran, akhirnya buntutnya curiga. Tapi disaat dia mengaku sudah makan, ketika kedua orang tuanya terlelap di kamar dia ke dapur makan sesuai dietnya.
Usai makan, Dewi memandang sekeliling lalu membuang nafas kecil mengingat kejadian tempo hari. Ironi! Dia sampai harus mendompleg alasan Kris menjemput Rena di sini. Bukan itu saja, bahkan mendompleng Rena mengajak Kris pergi. Semata-mata demi jalan dengan Kris. Dia nggak masalah jadi kambing congek di sana. Kan usai itu, Kris mengantarnya pulang, dia jadi ada waktu berduaan dengan Kris.
Selama ini waktu yang di dapatnya ketika dia mengantar rantang makanan ke kantor Kris, Kris mengantarnya pulang. Itu saja, dan itu hanya sebentar. Andai rumahnya di luar kota bahkan jika bisa di luar angkasa dia dapat waktu lebih, ini hanya 1 jam. Rumahnya dan tempat kerja Kris tidak menempuh waktu lama.
*********
“Wi. Nanti kamu masukin makanan pasien itu sesuai dosis ya,” arah seorang Dokter.
“Iya, Dok.”
“Guh, nanti kamu kasih obat antibiotik bla bla bla... Dan berikan sesuai yang saya anjurkan ya.”
“Iya, Dok.”
Pasien yang selesai diperiksa Dokter itu mengalami alergi tenggorokan akut, dengan sariawan menyebar di dalam mulut. Jadi makanan yang masuk harus dari selang. Karena setiap makanan yang masuk dimuntahkan pasien itu lagi. Maka pasien itu butuh penanganan khusus. Dokter itu mengarahkan Teguh dan Dewi usai mereka keluar dari ruangan.
Saat ini Dewi lagi menemani Teguh. Tiba-tiba Teguh merasa nggak enak badan. Kebetulan Dewi lagi santai. Jadi sistem di ruangan rawat inap, tiap perawat memegang pasien masing-masing. Pembagian itu dibagi oleh Kepala Ruangan. Contoh : Jika pasien ada 28 orang. Maka 1 perawat memegang 7 pasien. Dokter itu sudah tahu Dewi lagi membantu Teguh.
Kini dokter itu melaju ke ruangan lain diikuti dua orang itu lagi. Begitu seterusnya hingga akhirnya dokter itu balik ke ruangannya.
Mereka berdua kemudian mengerjakan apa yang diperintahkan. Balik lagi ke ruangan satu-persatu menemui semua pasien yang tadi dikunjungi mereka.
Gambar hanya ilustrasi)
“Mas,” ucap seorang pasien. Tentu ditujukan ke Teguh. Pasien itu tahu perawatnya Teguh.
“Ya?”
“Apa benar jambu kelutuk bagus buat penyakit saya? Tadi saya lupa nanya ke dokter. Itu... Tadi anak saya bawa, dia beli di supermarket.”
Pasien yang satu ini mengalami penyakit demam berdarah. Di atas nakas ada dua kotak besar jus jambu yang dibeli anaknya sebelum berkunjung.
“Jus jambu kelutuk memang baik untuk penyakit Ibu. Namun untuk kasus Ibu tidak boleh sebab Ibu punya riwayat penyakit maag. Itu nanti akan mengganggu jalannya penyembuhan Ibu. Saran saya, Ibu makan saja buah-buahan sesuai yang kami sajikan di sini. Juga saran saya, nanti Ibu sudah sembuh. Lain kali, jika mau minum jus jangan beli dalam bentuk kemasan ya. Itu nggak baik untuk kesehatan.”
“Baik, Mas.”
**********
Dewi mengelap-elap keringatnya. Biar ruangan ber-AC peluhnya sehabis ke sana kemari belum juga berhenti. Mereka berdua lagi duduk mengerjakan laporan. Di lorong tempat jaga mereka berada di lantai 3 di gedung utama. Ditengah-tengahnya ada ruangan yang berbentuk seperti receptionist. Dengan meja berbentuk seperti bar namun tidak tersedia bangku di depan. Di belakang meja itu ada 4 bangku, dan di belakang bangku-bangku itu ada lemari brankas.
(Gambar hanya ilustrasi)
Dewi melirik, mendengus iri. Keringat di sebelahnya cepat banget kering. Diambilnya tisu, lagi, dan lagi, sambil nulis lagi. Teguh memperhatikan tangan yang hilir mudik mengganggu pandangannya. Tisu itu berada di sisi kanan Teguh. Dewi duduk di sisi kiri Teguh.
“Habis deh tuh tisu."
Melirik. “Orang gemuk kan produksi keringatnya banyak. Elo mah enak uda kering.”
“Gue nggak keringetan karena badan gue demam kali, Wi.”
“Oh iya, ya, lupa gue! Nggak berpikir ke arah sana. Padahal juga, dari tadi elo nggak keringetan ya. Kalau gitu, tolong dong tisunya dekatin ke gue."
Mengambil. “Nih!”
“Hai..,” sapa Laras, bergabung bersama mereka. "Katanya, elo nggak enak badan, Guh?” lanjutnya seraya berdiri di samping Teguh.
Mendongakkan kepala. "Iya.”
“Ya sudah sini, biar gue kerjain laporan elo.”
“Emang elo lagi kosong?”
“Iya.”
“Ya uda, tolong ya. Gue mau ijin pulang nih. Nanti kalau elo bingung tanya aja ke Dewi.”
“Ya uda, sono...”
Teguh pun beranjak, Laras pun duduk menempati bangku Teguh.
“Tadi elo bantu Teguh, Wi?”
“Iya.”
“Eh, iya Wi. Nanti pulang kerja temenin gue yuk?”
“Mau kemana?”
“Mau beli sepatu nih! Gue kemarin lihat di majalah koleksi sepatu bulan ini bagus-bagus loh!”
“Ah, males ah.”
“Yaelah, iseng nih gue jalan sendiri. Ntar gue traktir deh!”
“Males gue.”
“Idihh... Mau kemana sih elo? Lagian, ngapain juga elo nanya kalau nggak mau bantuin."
“Yee... Emang gue nggak boleh nanya? Nggak ah, gue mau pulang.”
“Idih... Di rumah juga elo ngapain.”
“Ya, istirahat.”
Tiba-tiba Rena nimbrung. “Mau kemana?”
“Ih! Bikin kaget aja!” kejut Dewi dan Laras.
Rena menaruh tumpukan berkas di samping Laras. Rena baru selesai mengunjungi pasien. Sekarang mau buat laporan.
“Ah, sama elo aja kali ya, tau kan elo?”
Laras menganggap pasti Rena dengar. Karena tadi berkata begitu. Rena menarik kursi, duduk di sebelah Laras.
“Beli sepatu?”
“Iya.”
“Di traktir, 'kan?”
“Tenang...”
“Oke!”
Tidak lama laporan Laras beres, dia lebih dulu karena Teguh sudah banyak mengerjakan. Teguh mengerjakan lebih banyak dari pada Dewi karena awalnya dia berniat biar lekas ijin pulang sebelum Laras datang membantu.
Laras pamit sebab ada hal yang lupa belum dikerjainya. Tidak lupa dia mengingatkan Rena nanti pulang kerja.
Tinggallah dua orang itu. Rena sibuk membongkar kertas laporan hasil kunjungannya dari tiap-tiap pasiennya. Dewi juga masih sibuk mengerjai laporan. Namun tiba-tiba ada hal yang membuatnya nggak konsen.
Tempo hari Kris dan Rena jalan, pasti Kris bersenang-senang. Seseru apa ya temu kangen mereka? Kris di sana ngapain aja? Ah, tawa Kris kan manis. Sudah lama dia tidak melihat hal itu.
Penasaran, tapi dia bingung bagaimana cara menanyakannya. Masa, Kris nggak ada cerita padanya?
Maka matanya bolak-balik melihat kesibukan di sebelahnya. Pulpennya diputar-putarnya di jari. Dia lagi menyusun kata biar Rena tidak mencium bau-bau aneh dari ucapannya. Akhirnya dia dapat ide.
Ah!
“Ren, seru ya kemarin. Kris cerita sama gue. Katanya kemarin, seru banget.”
Menoleh. “Iya, seru banget Wi... Gila! Sumpah! Gue baru lihat loh Bang Kris sampe gak berhenti ketawa ngakak begitu. Iya sih, zaman SD wajar sih tingkah mereka masih pada lugu.”
Oo... Ternyata teman SD.
“Kayak elo gak pernah lihat Kris ketawa aja, Ren."
“Tapi gue kan nggak pernah lihat dia sampe sengangkak itu kan, Wi.”
"Iya sih."
Duh... Irinya... Boro-boro bisa lihat Kris tertawa biasa, ini Rena bisa lihat Kris tertawa selepas itu.
“Kris nggak banyak cerita sih Ren, tapi waktu dia bicara seru banget," sambung Dewi.
“Oo... Gitu. Cerita mereka lucu-lucu sih! Jadi dulu sewaktu di sekolah Bang Kris dipanggil si Timun. Ada cerita nggak dia bagian ini?”
Menggeleng. "Nggak.”
“Dia dijulukin begitu, karena sewaktu kecil dia sering pake baju dan celana ijo, dan demen main di sawah. Uda mana badannya panjang. Jadi teman-temannya kalo nyari dia di sawah, nanti dia nongol deh di antara padi. Haha...”
“O, o... Ha, a, ha... ”
Dewi tertawa telat persekian detik karena otaknya lagi membayangkan bagaimana lucunya tingkah Kris dulu.
“Ini juga mau janjian ketemu lagi. Sabtu ini. Tahu deh jadi atau nggak. Tahu kan elo?”
Mantan Kris itu terpana. Hah? Namun wanita itu buru-buru...
“Oo... Iya tau...”
“Kalau misalkan jadi, gue ijin lagi ya sama elo. Please... Jangan marah elo ya. Tenang... Nanti gue minta jemputnya nggak di sini kok. Sebenarnya, nggak mungkin juga gue begitu. Nanti ribet lagi urusan kita sama orang-orang sini haha... Nggak apa-apa, 'kan?"
Tersenyum tipis. "Oke."
Selanjutnya Dewi menghela nafas kecil. Gila... Jalan lagi? Enak banget Rena. Eh, tunggu, tunggu. Berarti dengan begitu, Rena bisa jalan dengan Kris berulang-ulang? Oh my God... Ini nggak boleh terjadi, bisa-bisa gawat!
penasaran alasan kris
aslinya laki apa banci sih 😑
seolah dia ga masalah orang yg dia cintai dibikin sakit ama temen2nya
ngapa ga putus hubungan aja ama temennya
temen kayak gt kok dipiara
si rena lah dianter ksana kmari, parah ini kriss
baik sih baik, tpi ya ga gt jg kalik...
babehku sibuk mo anter2 tmnnya, lgsg aku tikung buat ngantrerin aku