Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.
Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."
Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."
Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A M BAB 02 - siapa.
Pemuda tampan nan gagah itu keluar dari pekarangan rumah dengan setelan santai sembari membawa tas ransel yang hanya dikenakan pada pundak sebelah kiri. Hari belum terlalu pagi, tapi tungkai panjang miliknya sudah berayun untuk menyusuri trotoar kota berniat ingin berangkat ke sekolah sekalian berjalan-jalan dan menghirup udara segar.
Tap..
Tap..
Seperti yang ia katakan bahwasanya hari belum terlalu pagi. Tempat yang biasanya ramai oleh pejalan kaki yang berlalu lalang kini hanya satu dua orang saja yang berada diatasnya, itupun termasuk dirinya yang berjalan sembari sesekali bersiul.
Tap.. tap.. tap..
Tak terasa, trotoar yang awalnya hanya terdapat dia dan beberapa orang lain saja itu secara bertahap mulai dipenuhi banyak pejalan kaki. Beberapa puluh menit waktunya tadi memang terbuang hanya dengan berjalan santai sembari menatap sekitaran yang sebenarnya biasa saja. Hingga kini ketika jalanan mulai penuh, pemuda itu baru mulai sedikit melajukan langkahnya.
Jarak kediaman Sinan dengan sekolah sebenarnya tidak yang sejauh itu. Tapi ya tidak yang sedekat itu juga sampai dirinya bisa berjalan kaki dengan begitu santai. Oleh karena itu pemuda tersebut selalu merepotkan paman untuk menyiapkan mobil setiap harinya.
Tap..
Tap..
Matahari sudah mulai tinggi. Ini bukan kali pertama ia berjalan kaki ke sekolah tapi dirinya baru menyadari bahwa tadi ia benar-benar terlalu membuang waktu dengan bersiul dan menendang kaleng di jalanan secara tidak jelas. Sambil menatap jam pada punggung tangan pemuda jangkung tersebut celingukan. Ketika pandangannya berhasil menangkap keberadaan bus sekolah, ia sedikit bersorak sembari terus berjalan mendekat.
Tap..
Tap..
Sesampainya disana Sinan segera ingin masuk ke dalam bus, namun ujaran dari si supir yang menyuruhnya untuk santai karena hari masih cukup pagi dan bus baru kedatangan beberapa penumpang membuat ia memelankan langkah. Pemuda itu hanya memberi anggukan lalu melangkah dengan santai untuk masuk ke dalam bus, dan yang si supir katakan rupanya benar. Hanya ada tiga penumpang di dalam sana.
Tap.. tap.. bruk..
"Adek baru pertama kali naik bus, ya? Soalnya dari awal saya kerja sebagai supir bus SMA Moranvva saya gak pernah liat adek." Kata si supir tampak keheranan. "Atau emang adek naiknya pas bukan shift saya."
"Saya jarang naik bus, pak." Sahut pemuda itu singkat sambil menyandarkan tubuhnya. "Baru sekali dua kali ini."
Menit-menit berikutnya berlalu dalam keheningan. Karena ini bus sekolah, tentu yang ada didalamnya hanya murid-murid dari SMA Moranvva saja. Dan teruntuk ketiga murid yang ada, mereka hanya melayangkan kalimat sapa dan berbasa-basi pada pemuda populer seantero sekolah mereka itu sebelum kembali terdiam sibuk dengan urusannya masing-masing.
Waktu terus berjalan, dalam kurun yang lumayan singkat bus yang tadinya sunyi menjadi ramai bahkan kini kondisi didalamnya terbilang berdempetan. Terlebih pada area sekitaran kursi tempat pemuda tampan dengan setelan yang tak seharusnya itu.
"Sinan, kamu naik bus??!!! Ya ampun, ya ampunn~"
"Loh, An. Kenapa bisa kamu disini??! Hahahahaah!!"
"Iyatuh, tumben bangett."
"Gak nyangka bakal ketemu kak Sinan disini, ehehe~"
"Nanti pas masuk kita jalan bareng, ya! Kebetulan banget ini, masih gak nyangka bakal ketemu kamu."
"Jangan mau, sama aku aja, kak! Kelas kita satu arah, ehehe~"
Ujaran yang dilayangkan untuk pemuda berwajah ramah itu terus mengudara memenuhi bus, sementara seseorang yang jelas-jelas menjadi atensi hanya membalas itu semua dengan senyuman dan jawaban seadanya. Ditengah-tengah keributan yang ada, sebenarnya pemuda itu sama sekali tidak terganggu dengan fakta bahwasanya ia yang tak jarang dijadikan sorotan begini. Tetapi ia hanya berpikir mau sampai kapan kepura-puraan ini bertahan dan terus ada pada dirinya.
Kembali teringat pada kalimatnya saat berbicara di depan cermin. Entah mengapa hal itu seolah memberikan dorongan untuk dirinya agar terus bersikap sebagaimana biasa. Mempertahankan citra ramah tamah ini sebelum menghempasnya sambil mengucapkan kalimat sambutan pada sosok wanita misterius yang kemungkinannya untuk ada belum mencapai nol per-
"Shisinan.."
Deg!
Seketika suasana yang tadinya ramai mendadak sunyi dalam sudut pandang pemuda yang sedang terpaku itu. Indra pendengaran miliknya seolah dengan sengaja menulikan mulut semua orang sampai hanya gerakan bibir tanpa suara saja yang ada. Tetapi di balik itu, dia yang diam-diam menajamkan telinga hanya untuk satu suara saja tak ayal menunjukkan reaksi yang bertolak belakang dengan kalimat penuh nada ancamannya tadi subuh.
Jantungnya berdebar begitu pula dengan tubuh gagah yang secara terang-terangan bergetar hebat. Sebelum mengangkat pandangan, pemuda itu sudah lebih dulu mengangkat tangannya untuk di parkir didepan mulut. Menyembunyikan seringai yang selama delapan belas tahun ia hidup tidak pernah ditunjukan.
Wwuisshh~
Dunia seakan melambat ketika surai itu menerpa wajah si pemuda. Menciptakan sensasi menggelitik sekaligus menegangkan disaat yang bersamaan sehingga seringai tadi terganti begitu saja oleh raut cengoh. Sepasang netra dengan pupil tersebut dengan tanpa malu menyorot wajah di atasnya lamat-lamat. Mengabsen setiap deret yang ada pada wajah cantik itu sampai akhirnya mengalihkan pandangan ketika menangkap sudut bibir gadis yang ditatap sampai sedemikian rupa terangkat. Ia melemparkan senyum manis itu pada Sinan sembari menyerahkan seragam milik pemuda itu yang entah sejak kapan jatuhnya.
"Siapa.." kata pemuda itu setelah menelan mentah-mentah perasaan senang di dadanya. Seakan ada taman kupu-kupu yang bersarang. Begitu panas. "Siapa."
Untuk kesekian kali ia masih melayangkan pertanyaan yang sama. Meski sebenarnya ia tidak akan terlalu memperdulikan jawaban itu karena merasa apa yang dicari telah didapat. Sinan tetap menanyakannya sembari masih terpaku. Bahkan ketika sosok yang diajak bicara menghilang ditelan kerumunan murid-murid dalam bus. Sorotnya masih setia mengunci wajah asing yang anehnya begitu familiar itu.
***
"Jadi apa alasan lo sampai bisa keluar dari itu bus?"
"Hooh, lo bangkrut apa gimana?"
Yang diintrogasi hanya menatap kedua gadis itu santai sembari mengancing baju seragam yang tidak terpasang sepenuhnya. Penampilan urak-urakan pemuda yang biasanya selalu berpakaian rapih itu sedikit menarik perhatian berlebih dari para siswi sehingga tidak sedikit dari mereka yang rela menolehkan kepala secara terang-terangan sambil menatapnya penuh puja. Itu hal yang biasa terjadi.
"Yakali seorang elo bangkrut, jir." Ujar Bianca lagi. "Kalaupun bangkrut juga gapapa, sih. Toh ada gue."
Masih tak menyahut. Ia yang hanya memikirkan satu hal sama sekali tidak memiliki minat untuk mengurus yang lainnya. Bertopang dagu lalu melarikan pandangan ke arah jendela luar, Sinan yang masih terbayang-bayang pertemuannya dengan si gadis misterius di dalam bus hanya menatap lurus sambil benaknya terus digerayangi perasaan aneh yang tak tertahankan. Lega. Marah. Bingung. Dan.. kerinduan? Entahlah.
Hanya perasaannya saja atau bukan. Persetan. Sosok familiar itu datang disaat segala pemikiran yang selama delapan belas tahun tak pernah di temukan ujungnya memuncak. Gadis itu datang ketika benaknya meneriakkan panggilan. Gadis itu datang disaat-saat yang paling tepat bagi pemuda yang selama ini hidup dalam kepura-puraan. Menarik perhatian bahkan atensi. Membuat pikiran dan sorotnya hanya tertuju pada gadis itu. Itu berarti, si gadis siap menjadi miliknya.
Mengenai benar atau tidaknya segala tebakan yang ada sama sekali tidak menjadi masalah. Dan mengenai si gadis yang mengenakan serta masuk ke dalam bus yang sama dengannya itu. Si pemuda tentu menantikan dimana jelasnya gadis itu akan berhadir. Tapi keyakinan bahwa mereka akan kembali dipertemukan ini mustahil akan begitu kuat jikalau meleset atau bahkan tidak terjadi. Mustahil.
Kekehan melayang dari bibir seorang pemuda yang sibuk dengan dunianya. Membiarkan menit-menit terus berlalu sampai bell pertanda pelajaran telah dimulai berbunyi dan wali kelas datang tak hanya seorang diri. Melainkan membawa seorang gadis dibelakangnya yang langsung menciptakan senyuman lebar bagi siapa yang sejak tadi menunggu.
"Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru."
Dengan garis bibir yang masih melengkung keatas, sepasang netra buas itu menyorot penuh pada sosok gadis mungil yang berdiri disamping Bu Tessa— wali kelas itu sedikit mendorong si gadis mungil yang tampak gugup juga takut-takut. Lalu ketika gadis tersebut mengangkat wajah, pandangannya segera bertemu dengan milik pemuda itu.
"Dapat." Kata pihak lelaki yang langsung membuat pihak lain mengalihkan pandangan.
Ditengah hirup pikuk para murid di kelas yang heboh akan datangnya murid baru. Pemuda yang tak bisa menyembunyikan perasaan senang hanya dengan terang-terangan terus memperlihatkan senyum sambil bersandar pada kursi, kedua lengannya yang kokoh nan kuat terlipat didepan dada sambil mengamati bagaimana si dia berusaha menepis kegugupan dengan memasang wajah datar. Setiap gerakan kecil yang gadis itu tunjukan tak pernah lepas dari pengamatan matanya.
Di selingi sorakan dan pertanyaan terburu-buru dari para murid, gadis itu meremas roknya sebelum akhirnya membuka mulut. Suara yang ia keluarkan seolah mengkonfirmasi segala tebakan yang ada di benak seorang pemuda yang mengamatinya begitu dalam. Paling lekat dan paling berarti dari banyaknya pasang mata yang menatapnya kini.
"Gue Dinya, semoga bisa berteman baik." Singkatnya sambil mengulirkan tatapan ke arah si pemuda. Menyapa dengan gerakan bibir. "Yo."
Senyum Sinan mengembang sepenuhnya. Lirikan yang dilayangkan gadis itu memberikan sensasi aneh hingga ia secara gamblang menampilkan reaksi berlebih di hadapan banyaknya pasang mata yang sejak awal memang sudah mengamati bagaimana ia tersenyum, terkekeh, sampai mengigit bibirnya sendiri sambil menyorot penuh kearah si murid baru. Semua tak luput dari perhatian mereka. Benar-benar mengherankan tingkah yang terkesan berlebihan ini.
Prok prokk prokkk!
Tapi yang pasti, tiada keperdulian yang si sosok tampan itu perlihatkan. Ia bahkan sama sekali tak mempedulikan. Malahan dengan santai berdiri lalu bertepuk tangan dalam ritme tepuk tangan yang jelas-jelas dua kali lebih semangat dari milik orang lain.
Prok prokk!
Seolah kehilangan kendali dirinya. Bahkan sampai semua omong kosong yang dilayangkan para murid mereda dan si gadis diperbolehkan untuk duduk. Pandangan pemuda itu tetap terpaku terhadap si gadis yang sial malah mendapatkan tempat bagian pojok paling belakang. Sebuah tempat yang jelas-jelas begitu berjarak dengannya yang notabene berada di baris paling depan. Sialan.
Menit-menit berikutnya kembali diisi oleh bosan. Guru yang mengajar menjelaskan dan para murid mendengarkan, sedangkan Sinan hanya bertopang dagu dengan pikiran melayang. Memikirkan si murid baru dipojok belakang yang jelas sedang memegang posisi paling mencolok, terbukti darinya yang disepanjang kelas hanya menggerak-gerakkan pulpen dengan gelisah.
Srek.
Entah sudah kali keberapa dirinya secara tanpa sadar menoleh kearah belakang. Bahkan ketika guru yang mengajar menegur dan sedikit memarahi. Meminta untuk lebih fokus juga memberinya beberapa soal receh yang bahkan setelah menjawab dia malah dengan santai kembali menoleh lagi.
"Stt ssttt.. liat tuh si Sinan." Valeri menyenggol dan berbisik pada Bianca. Keduanya yang memang memperhatikan sahabat mereka dengan segala keanehan yang secara terang-terangan ditunjukannya tak ayal merasa heran. "Hari ini tuh anak kacau bener. Kek bukan dia aja."
Sedangkan yang menjadi topik perbincangan masih tak mengalihkan pandangan. Mengamati sosok gadis yang melamun sambil menatap luar jendela. Sampai beberapa puluh detik kemudian baru pemuda itu mulai kembali meluruskan leher lalu tubuhnya luruh begitu saja di atas kursi.
Tak.. tak.. tak..
Bunyi ujung pulpen beradu dengan meja. Sinan yang sedang bertopang dagu sedikit mengerucutkan bibir sembari terus memperhatikan jam dinding yang menunjukkan bahwa tak lama lagi kelas akan berakhir. Jujur setiap detiknya seolah begitu lama bagi seorang pemuda yang sedang haus akan waktu luang.
Teng.. tengg.. tenggg..
Ketika bell berbunyi dan pelajaran ditutup, seseorang yang sejak tadi menunggu saat-saat itu tiba segera menyambar untuk bangkit dari kursi dan berjalan dengan langkah panjang menuju bagian kelas paling pojok. Dari langkah yang tergesa-gesa terlihat dengan begitu jelas bahwa ia menanti momen tersebut sampai terkesan tidak sabaran.
Bruk.
"Sorry sorry." Ujarnya ketika secara tidak sengaja menabrak Bianca. Tak membuang waktu dengan berlama-lama berdiam disana, ia yang sempat menghentikan langkah segera lanjut berjalan tanpa menghiraukan Bianca yang sepertinya memiliki suatu hal untuk disampaikan. Decihan dari Bianca mengudara di balik punggung namun ia yang tidak ingin menunda-nunda lagi hanya dengan tidak sabar terus berjalan.
Tap..
Tap..
Sampai pada meja seseorang yang begitu membuatnya penasaran dan yang menjadi tujuannya berdiri menjulang disana. Sempat pemuda itu amati dulu tatapan bingung dari si gadis sebelum dengan ramah mengajukan tangan.
"Hai, aku Sinan."