Seoul tidak pernah tidur, tetapi bagi Han Ji-woo, kota ini terasa seperti sedang koma.
Di bawah gemerlap lampu neon Distrik Gangnam, Ji-woo duduk di bangku taman yang catnya sudah mengelupas, menatap layar ponselnya yang retak. Angin musim gugur menusuk jaket tipisnya yang bertuliskan "Staff Event". Dia baru saja dipecat dari pekerjaan paruh waktunya sebagai pengangkut barang bagi para Hunter (pemburu).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjebak di Zona nyaman
SERANGAN BANTAL ORTOPEDI
Lantai 6: The Hall of Mirrors.
Han Ji-woo mundur terhuyung-huyung. Di dalam cermin raksasa itu, Ji-woo Mapan (versi dirinya yang sukses dan membosankan) bangkit dari kursi kerjanya. Dia mengenakan sweater rajut warna krem dan kacamata baca.
"Halo, Ji-woo," sapa bayangan itu dengan suara lembut yang meninabobokan. "Kenapa kau terus berlari? Kenapa kau terus bertarung? Lihatlah aku. Aku punya kolesterol yang terkontrol dan asuransi gigi premium."
"Diam!" teriak Ji-woo asli. Dia mencoba memukul cermin itu dengan Palu Gadai (yang sudah berubah kembali jadi batu bata).
TANG!
Cermin itu tidak pecah. Malah beriak seperti air.
Dari dalam cermin, keluar tangan-tangan bayangan yang memegang... bantal, selimut tebal, dan secangkir teh chamomile hangat.
SKILL ILUSI: THE COMFORT ZONE (ZONA NYAMAN).
Efek: Menurunkan Adrenalin hingga 0%. Meningkatkan rasa kantuk dan kemalasan hingga 100%.
"Tidurlah, Ji-woo," bisik bayangan itu. "Ini bantal memory foam seharga 5 juta. Lehermu tidak akan sakit lagi."
Ji-woo dipukul oleh bantal itu.
PUK.
Bukannya sakit, rasanya... enak sekali.
Lutut Ji-woo lemas. Matanya berat.
"Empuk..." gumam Ji-woo tanpa sadar. "Baunya lavender..."
"Benar," kata Ji-woo Mapan. "Lupakan Menara. Lupakan Dewa Perang. Kita bisa nonton berita sore sambil minum teh. Aman. Stabil. Membosankan tapi pasti."
Ji-woo mulai merosot ke lantai. Aura tempurnya memudar. Dia sedang ditarik masuk ke dalam "Kehidupan Normal" yang dia hindari selama ini.
MIMPI BURUK PARA PENGIKUT
Sementara Ji-woo berjuang melawan kantuk, Yuna dan Valerius juga menghadapi cermin mereka sendiri.
Di Cermin Yuna:
Yuna melihat dirinya berdiri di panggung. Tapi tidak ada penonton. Dia memegang buku novel yang ditulisnya.
Seorang kritikus sastra (wujud bayangan) muncul.
"Tulisanmu klise, Yuna. Plot hole di mana-mana. Lebih baik kau jadi admin olshop saja. Gajinya UMR, tapi pasti."
Yuna menutup telinganya. "Tidak! Aku penulis berbakat! Aku punya 5 pembaca setia!"
"Lima? Itu ibumu dan 4 akun palsumu sendiri," ejek cermin itu.
Di Cermin Valerius:
Valerius melihat meja kerjanya yang rapi... berantakan. Dokumen berserakan. Kopi tumpah di atas laporan pajak.
Seorang Auditor Senior (lebih senior darinya) berteriak.
"Kau salah input data, Valerius! Kau menyebabkan inflasi 0.01%! Kau dipecat! Lisensimu dicabut! Kau akan menjadi gelandangan tanpa NIP!"
Valerius gemetar hebat, memeluk lututnya. "Tidak... jangan cabut NIP saya... Saya rela lembur tanpa dibayar..."
Ketiga petualang itu lumpuh. Mental mereka diserang tepat di titik terlemah: Insecurity (Rasa Tidak Aman).
KEJUTAN LISTRIK REALITA
Ji-woo sudah hampir terlelap di lantai, dipeluk oleh selimut ilusi yang hangat. Ji-woo Mapan tersenyum menang, siap menarik Ji-woo asli masuk ke dalam cermin untuk menjadi warga sipil abadi.
Tiba-tiba, saku celana Ji-woo bergetar.
Bukan HP. Tapi Cincin Kesialan (Ring of Bad Luck) yang dia simpan di saku.
Cincin itu mendeteksi bahwa Ji-woo terlalu "Nyaman". Dan bagi Cincin Kesialan, kenyamanan adalah musuh.
Cincin itu mengaktifkan Kejadian Sial Acak #404.
KRETEK.
Lantai di bawah pantat Ji-woo retak. Sebuah paku berkarat menonjol keluar dari lantai, menembus celana training Ji-woo, dan menusuk pantatnya.
JLEB!
"ADUH!!!" Ji-woo melompat bangun, matanya melotot. Kantuknya hilang seketika digantikan rasa sakit tetanus.
"Sakit!" teriak Ji-woo sambil mengusap pantatnya. "Sialan! Siapa yang taruh paku di sini?!"
Ji-woo Mapan di cermin kaget. Ilusi kenyamanannya rusak karena paku kecil.
"Abaikan pakunya, Ji-woo. Itu hanya kerikil kecil. Kembali tidur..."
"TIDAK!" Ji-woo menatap bayangannya dengan marah. Matanya menyala kembali.
"Rasa sakit ini... Rasa tidak nyaman ini..."
Ji-woo menyeringai lebar.
"INILAH HIDUP!"
"Aku tidak butuh bantal empuk!" Ji-woo merobek selimut ilusi itu. "Aku butuh paku! Aku butuh tagihan! Aku butuh rasa takut besok mau makan apa! Karena itulah yang membuatku bergerak!"
Ji-woo mengangkat tinjunya.
"Zona Nyaman adalah kuburan bagi ambisi!"
SKILL: PANIC ATTACK PUNCH (PUKULAN SERANGAN PANIK).
Efek: Mengubah kecemasan masa depan menjadi daya hancur fisik.
Ji-woo memukul cermin itu.
PRANG!!!
Cermin Ji-woo Mapan hancur berkeping-keping. Bayangan sweater rajut dan teh chamomile lenyap menjadi asap.
Pecahan kaca beterbangan. Ilusi di seluruh ruangan mulai retak.
MEMECAHKAN ILUSI TEMAN
Ji-woo tidak berhenti. Dia berlari ke arah Yuna.
"Yuna! Bangun!"
Yuna masih menangis di depan cermin. "Aku penulis gagal..."
Ji-woo mengambil naskah novel Yuna (yang selalu dibawa Yuna di tasnya), lalu menampar pipi Yuna dengan naskah itu.
PLAK!
"Siapa peduli tulisanmu jelek?!" teriak Ji-woo. "Novel Twilight saja laku keras! Yang penting percaya diri! Tulis sampah pun kalau kau konsisten, pasti ada yang beli!"
Yuna tersentak. Logika aneh bosnya masuk akal. "Benar... Selera pasar itu aneh!"
Yuna bangkit, mengambil pulpennya, dan menusuk cermin kritikus sastra itu.
"MATI KAU, HATERS!"
PRANG!
Ji-woo beralih ke Valerius yang masih meringkuk ketakutan.
"Valerius! Bangun! Kau sedang diaudit!"
"Saya tidak salah input..." isak Valerius.
Ji-woo mencengkeram kerah Valerius.
"Dengar! Kau bukan lagi Auditor Pemerintah! Kau sekarang Kriminal Buronan yang pernah menghancurkan ekonomi galaksi! Kau lebih hebat dari Auditor manapun!"
"Jadilah Penjahat Kerah Putih yang bangga!"
Mata Valerius terbuka lebar. "Benar... Saya kriminal. Saya tidak perlu takut dipecat karena saya sudah di luar hukum!"
Valerius tertawa gila, lalu melempar kalkulatornya ke cermin.
PRANG!
Ketiga cermin hancur.
Ruangan gelap itu mulai runtuh. Cahaya terang muncul di ujung lorong.
HADIAH KETIDAKNYAMANAN
Mereka berlari keluar dari Aula Cermin, napas terengah-engah, keringat bercucuran.
Mereka sampai di lobi elevator menuju Lantai 7.
Di sana, melayang sebuah peti harta karun kecil sebagai hadiah penyelesaian lantai.
[FLOOR CLEARED!]
[ANDA TELAH MENOLAK KESTABILAN]
Ji-woo membuka peti itu.
Isinya bukan senjata atau emas.
Isinya adalah sebuah Kartu Nama.
[ITEM DIDAPAT: KARTU AKSES PASAR GELAP VIP]
Berlaku di lantai manapun.
Diskon khusus untuk orang yang hidupnya berantakan.
"Lumayan," Ji-woo menyimpan kartu itu. Dia memegang pantatnya yang masih sakit karena paku.
"Yuna, kau punya plester?"
"Tidak ada, Bos. Plester itu barang mewah."
Pintu elevator terbuka.
Angin panas menyembur keluar. Bau belerang dan suara logam beradu terdengar keras.
[LANTAI 7: THE FORGE OF WAR (BENGKEL PERANG)]
[MISI: BUAT SENJATAMU SENDIRI ATAU JADI BAHAN BAKAR]
Ji-woo tersenyum.
"Bengkel? Akhirnya, kerja kasar lagi. Aku bosan dengan serangan mental."
Dia melangkah masuk ke lift.
"Ayo, kita buat sesuatu yang berisik."