NovelToon NovelToon
AIR MATA SEORANG ISTRI DI BALIK KOSTUM BADUT

AIR MATA SEORANG ISTRI DI BALIK KOSTUM BADUT

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Poligami / Cintamanis / Patahhati / Konflik Rumah Tangga-Pernikahan Angst
Popularitas:499.8k
Nilai: 5
Nama Author: 01Khaira Lubna

Karena sang putra yang tengah sakit, suami yang sudah tiga hari tak pulang serta rupiah yang tak sepeserpun ditangan, mengharuskan Hanifa bekerja menjadi seorang Badut. Dia memakai kostum Badut lucu bewarna merah muda untuk menghibur anak-anak di taman kota.

Tapi, apa yang terjadi?

Disaat Hanifa tengah fokus mengais pundi-pundi rupiah, tak sengaja dia melihat pria yang begitu mirip dengan suaminya.

Pria yang memotret dirinya dengan seorang anak kecil dan wanita seksi.

''Papa, ayo cepat foto aku dan Mama.'' Anak kecil itu bersuara. Membuat Hanifa tersentak kaget. Tak bisa di bendung, air mata luruh begitu saja di balik kostum Badut yang menutupi wajah ayu nya.

Sebutan 'Papa' yang anak kecil itu sematkan untuk sang suami membuat dada Hanifa sesak, berbagai praduga dan tanda tanya memenuhi pikirannya.

Yang penasaran, yuk mampir dan baca tulisan receh Author. Jangan lupa like, subscribe dan follow akun Author.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 01Khaira Lubna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Pagi hari jam delapan lewat, usai mandi dan beres-beres rumah yang tak luas, Hanifa telah siap dengan gamis panjang dan jilbab segi empat berwarna hitam. Wajahnya nampak bersinar, hiasan tipis semakin menambah kecantikan nya. Disampingnya berdiri si tampan Arif, Arif juga telah siap dengan seragam Paud miliknya. 

Hari ini Hanifa akan menemani Arif untuk mengambil lapor hasil belajar semester dua, sudah setahun ini Arif duduk di bangku sekolah Paud, biasanya ia selalu pergi bersama Teh Hamidah, tapi karena hari ini pembagian lapor, dan harus di dampingi oleh orang tua wali, Hanifa dengan senang hati menemani sang putra. Sedangkan Teh Hamidah sudah pergi duluan karena Teh Hamidah banyak yang harus di urus di sekolah.

''Sudah siap,'' tanya Hanifa menatap lekat kearah sang putra.

''Siap dong Bunda.'' jawab Arif dengan wajah ceria. Senyum di wajah si kecil itu sudah kembali lagi. 

Hanifa dan Arif berjalan kaki menuju persimpangan depan, mereka akan menaiki ojek menuju lokasi Paud yang jaraknya tidak terlalu jauh, tapi kalau berjalan kaki lumayan lelah juga, akan berkeringat.

Begitu sudah sampai di persimpangan, di pangkalan ojek.

''Ehhh .... Si ganteng Arif mau kemana ini?'' tanya seorang pria sepantaran Setya berbasa-basi.

''Aku mau ambil lapor Om.'' jawab Arif sopan.

''Pak Mahmud, bisa anterin Saya ke sekolah nya Arif tidak?'' tanya Hanifa kepada pria yang berusia sekitar lima puluh tahun. Hanifa sengaja memilih Pak Mahmud untuk tumpangannya karena Pak Mahmud orang nya sudah berumur dan juga kalau bicara tidak nyinyir. Berbeda sama tukang ojek yang lain.

''Bisa banget Neng. Ayo,'' jawab Pak Mahmud cepat seraya menyalakan motor.

Hanifa dan Arif naik motor Pak Mahmud.

''Mari .....'' pamit Hanifa sopan kepada tukang ojek yang lain. Tukang ojek yang lain pun mengangguk sopan. Sebagian dari mereka terkesima melihat keanggunan Hanifa.

''Eleh-eleh, si Setya ko tega ya menduakan Istri seperti Hanifa. Sayang sekali, ya,'' ucap salah satu pria ketika Hanifa sudah berlalu.

''Iya. Lihat noh, si Hanifa akhir-akhir ini aku lihat semakin cantik aja,'' timpal temannya.

''Kalau Hanifa mau sama aku, aku siap menggantikan posisi Setya yang tak setia.'' sahut pria yang satu lagi.

''Hahahaha mimpi lo.'' seru temannya lagi tertawa.

''Setya, Setya. Setya yang tak setia. Hahahaha ...'' tawa para tukang ojek itu pecah, setelah mengata-ngatai Setya.

**

Semua murid sudah berkumpul dilapangkan sekolah. Guru pun siap mengumumkan nama anak-anak yang berprestasi di usia belia. Satu persatu nama anak disebut, dan nama anak yang di sebut itu kedepan dengan di dampingi oleh kedua orang tua. Ada Ayah dan Ibu mereka. Arif duduk di kursi dibawah tenda yang telah disiap oleh pihak sekolah. Dia memegang erat tangan sang Bunda yang duduk disampingnya. Anak berusia lima tahun itu menatap lekat kearah satu persatu temannya. Semua temannya duduk dengan didampingi oleh kedua orang tua mereka, tapi ia tidak. Rasa iri tak dapat di hindari. Arif menunduk sedih, ''Kenapa hanya aku yang tidak punya Ayah disini, kenapa hanya aku yang punya Ayah jahat!'' batin Arif, matanya berkaca-kaca. Hanifa yang menyadari itu lalu mengangkat dagu sang putra. 

''Arif kenapa?'' tanya Hanifa lembut. Arif tak menjawab, tapi tatapan matanya tertuju kearah anak perempuan yang di peluk oleh Ayah nya. Hanifa pun merasa sesak melihat wajah polos sang putra yang terlihat sedih dan tak bersemangat.

''Arif punya Bunda. Rasa sayang dan cinta Bunda untuk Arif lebih besar dan luas dari apapun. Jadi tersenyum lah Sayang, kamu anak kuat. Maaf!'' tutur Hanifa, Hanifa meraup wajah sang putra dengan kedua tangan nya. Arif pun mengangguk kecil.

Setelah itu terdengar suara Ibu Guru menyebut nama Arif.

''Peringkat satu kelas dua melati jatuh kepada Muhammad Arif ... Putra dari Bapak Setya dan Ibu Hanifa.'' seru seorang Guru yang memegang mikrofon. Semua orang bertepuk tangan, termasuk Hanifa, Hanifa merasa bangga sama prestasi sang putra. Kemudian Hanifa menggandeng tangan Arif agar kedepan.

''Sayang, ayo.'' ucap Hanifa lembut ketika mereka sudah berdiri. ''Terimakasih, dan selamat ya untuk anak Bunda.'' Hanifa memeluk dan mencium wajah sang Putra.

''Iya, Bunda.'' Arif tersenyum simpul. Arif anak yang pintar, ia memasang wajah ceria, karena ia tidak mau membuat sang Bunda sedih.

Begitu sudah sampai di lapangan, Teh Hamidah memberikan piala ke tangan Arif beserta bingkisan yang berisi buku tulis dan peralatan sekolah lainnya.

''Selamat ya Sayang.'' ucap Teh Hamidah.

''Iya. Terimakasih Ibu.'' balas Arif, memeluk tubuh wanita yang dipanggilnya Ibu.

''Selamat ya jagoan.'' ucap Yusuf lagi seraya mengelus pucuk kepala Arif. Yusuf merupakan ketua Yayasan di paud itu.

''Terimakasi Pak Yusuf.'' balas Arif.

''Mau Bapak temani kamu dan Bunda berdiri disini?'' tawar Pak Yusuf dengan senyum simpul. Ia menatap kearah Hanifa yang berdiri sendiri disamping sang Putra.

''Mau, mau Pak,'' jawab Arif girang.

''Oke.'' Jawab Yusuf berdiri di sisi sebelah Arif.

''Mas Yusuf enggak usah repot-repot. Malu diliatin yang lain.'' kata Hanifa yang merasa sungkan.

''Tidak apa-apa Hanifa.'' balas Yusuf santai.

***

Di tempat berbeda.

Setya menggendong tubuh anak perempuan yang sedikit berisi dengan rambut di ikat dua. Anak itu menangis sesenggukan.

''Sudah, Caca jangan cengeng dong, itu Ibu Gurunya saja yang salah memberi nilai, padahal Caca 'kan anak pintar.'' kata Arumi menenangkan sang Putri. Bukannya malah diam, tapi Caca semakin menangis histeris. Caca menangis karena tidak dapat juara. Di sekolahnya Caca juga sama, lagi ada acara pembagian lapor. Caca sudah sekolah di tingkat TK. Sekolah yang berbeda dengan Arif.

''Caca mau apa? Biar Papa beliin, asal Caca jangan nangis lagi.'' bujuk Setya lembut. Dari tadi Setya sudah berusaha keras agar Caca diam.

''Caca mau beli mainan yang banyak dan bagus-bagus di Mall, Caca mau jalan-jalan sama Papa dan Mama.'' kata Caca. Tangisnya sedikit reda. Setya pun tersenyum mendengar jawaban Caca. 

**

Hari pun berganti lagi.

Di perusahaan ternama yang bergerak di bidang Elektronik. Abdillah duduk termenung di kantin perusahaan. Pikirnya akhir-akhir ini selalu tertuju kepada Hanifa, apa kabar Adikku? Sehat kah? Pikirnya selalu. 

Permohonan nya untuk cuti waktu itu tidak mendapatkan izin, ia harus menunggu sekitar dua Minggu lagi. Karena memang Perusahaan tempat ia bekerja sekarang lagi sibuk-sibuknya. Apalagi status Abdillah di perusahaan juga merupakan orang yang sangat penting. Abdillah beberapa bulan ini baru saja di angkat menjadi Asisten pribadi sang Bos pemilik perusahaan. Karena kesabaran dan kegigihan nya selama ini akhirnya Abdillah bisa menduduki posisi penting sekarang ini.

''Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Besok lusa kita akan segera pulang.'' kata Sang Bos besar seakan mengerti apa yang ada dipikiran Abdillah. Ia duduk di hadapan Abdillah. Sang Bos juga merupakan asli orang Indonesia, hanya saja cabang perusahaan nya ada di mana-mana.

''Tuan, anda sungguh-sungguh?'' tanya Abdillah terlihat senang. Ia menatap pria yang bermata tajam, beralis tebal itu dengan intens.

''Iya. Besok kita pindah ke perusahaan yang ada di Indonesia. Yang di sini biar ditangani oleh orang kepercayaan ku saja. Aku juga sudah capek tinggal di negeri orang.'' jawab Ceo muda itu lagi setelah menyeduh minuman kaleng bersoda. Ia memang sudah menganggap Abdillah seperti temannya sendiri. Mereka sudah begitu akrab.

**

Sore hari.

Setya menyetir mobil dengan pelan, ia baru saja habis mengantar Arumi kerumah salah satu temannya, karena sedang ada arisan.

Setya yang tak tahu harus kemana lalu membelokkan mobil yang di bawanya kearah rumah nya. Tiba-tiba saja ia merasa rindu sama Hanifa dan Arif.

Setelah menyetir cukup lama, akhirnya Setya tiba. Setya turun dari mobil dengan dada terasa berdebar. Sepanjang perjalan masuk kedalam gang rumahnya, ia menutup jendela mobil. Banyak masyarakat yang heran melihat mobil yang dibawa Setya, karena tidak biasanya mobil masuk ke gang itu. Jalan kerumah itu memang sempit, tapi masih muat untuk mobil satu buah. 

Tanpa mengucap salam, Setya masuk begitu saja ke dalam rumah sederhana yang ia beli dengan hasil keringatnya sendiri. Wajahnya ditutupi masker. Hanya nampak matanya saja.

Begitu sudah sampai di dalam, rumah terlihat sepi, Arif tak ada. Karena biasanya sore-sore Arif ikut Teh Hamidah mengaji di Musholla.

Setya melihat ruangan sederhana itu dengan perasaan sulit diartikan. Lalu tiba-tiba saja Hanifa yang baru selesai mandi sore muncul dari belakang. Hanifa yang hanya memakai handuk untuk menutupi tubuhnya merasa begitu kaget.

''M-mas,'' ucap Hanifa terbata. Hanifa lalu berlalu kekamar dengan cepat. Begitu sampai di dalam Hanifa menutup pintu kamar, lalu mengunci nya.

Setya yang masih berdiri melongo melihat penampilan wanita yang masih berstatus istri nya itu. Ia menelan saliva, Hanifa yang hanya memakai handuk sedada, dengan rambut basah nampak sangat cantik. Tubuh Hanifa semakin berisi, hingga membuat Setya begitu tergoda, ia merasa baru pertama melihat Hanifa lagi, seperti pertama kali bertemu dahulu saat di kampung. Sekilas bayang-bayang masa lalu memenuhi pikiran Setya.

Setya berjalan kearah kamar, lalu mengetuk pintu.

''Hanifa, bukak pintunya.'' seru Setya  terdengar tak sabaran.

Bersambung.

Like, komen, subscribe dan follow akun aku yah pembaca yang baik hati.

1
Haerul Anwar
halah bacot anying lu Arumi dasar govlok
Tijanud Darori Tiara
lah thorr,,
DNA ga mungkin langsung keluar gitu aja,,,😁
Herma Wati
begitu cepatnya hasil DNA keluar?/Sob//Sob/
Sutiani Sutiani
kecewa
Muhyati Umi
jodohkan Hanifah dengan Malik
Ameera sama Abdillah ya thor
Muhyati Umi
semoga aja Malik suka ke Hanifa
Dian Rahmi
Thor ..buatlah Malik berjodoh dengan Hanifa
Dian Rahmi
Thor.....Hanifa sama Malik ya
guntur 1609
llha ternyata oh ternyata
guntur 1609
dasar ayah biadab
guntur 1609
tega setya sm anaknya
guntur 1609
kok sampai diulang lagi thor bab ni
guntur 1609
,apa yg istrimu lakukan dulu akhirnya kau jalani juga akhrnya setya. ni nmnya hukum tabur tuai
guntur 1609
ameera sm abdilah saja
guntur 1609
cie..cie hakimmm gercep juga
Samsia Chia Bahir
woaaalllaaahhhh, ma2x rian bebaik2 rupax da udang dibalik U 😂😂😂😂😂😂😂 laaahhh harta pa2x rian i2 milik istri k duax loohhh ma2 😫😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
Laaaaaahhhh gimana critax kong rian udh nikah ma intan 😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
Penyesalan slalu dibelakang, klo didepan namax pendaftaran 😄😄😄😄😄😄😄😄
Samsia Chia Bahir
Haaaaahhhhh, penjara t4mu shanum N setya 😄😄😄😄😄😄
Samsia Chia Bahir
Cari gara2 kw setya, g ada tobat2x 😫😫😫😫😫
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!