NovelToon NovelToon
Tritagonis

Tritagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Pihak Ketiga / Poligami / CEO / Cintamanis / Dark Romance / Cintapertama
Popularitas:700
Nilai: 5
Nama Author: Girl_Rain

Setelah kesalahan yang dilakukan akibat jebakan orang lain, Humaira harus menanggung tahun-tahun penuh penderitaan. Hingga delapan tahun pun terlewati, dan ia kembali dipertemukan sosok pria yang dicintainya.

Pria itu, Farel Erganick. Menikahi sahabatnya sendiri karena berpikir itu adalah kesalahan diperbuat olehnya saat mabuk, namun bertemu wanita yang dicintainya membuat Farel tau kebenaran dibalik kesalahan satu malam delapan tahun lalu.

Indira, sang pelaku perkara mencoba berbagai cara untuk mendapat kembali miliknya. Dan rela melakukan apapun, termasuk berada di antara Farel dan Humaira.

Sebenarnya siapa penjahatnya?

Aku, Kamu, atau Dia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girl_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8. Ketakutan

   Farel berdehem dan masuk ke dapur. "Terima kasih telah menjaga, Rifqa. Aku akan membawanya pulang."

   Humaira bersidikap dada. "Kamu pasti mendengarkan perkataan kami tadi." Humaira memberikan tatapan datar.

   "Iya, aku mendengarnya," jawab Farel sembari memandang teduh Rifqa yang tersenyum padanya. Tangannya mengelus kepala anak itu.

   Humaira menghela napas. "Aku tidak mau ikut campur urusan keluarga Kamu, hanya saja...."

   Farel menatap Humaira, dan tersenyum. "Kenapa?"

   "Aku kecewa," tutur Humaira memalingkan wajah.

   "Kecewa kenapa?"

   Humaira membalas pandangan Farel. "Aku berpikir Kamu bakal menjadi ayah yang baik."

   Alis Farel menyatu sesaat pertanda kebingungannya, tapi senyumannya kembali terbit. Tubuhnya sepenuhnya menghadap Humaira. "Kenapa Kamu tiba-tiba berpikir Aku bakal menjadi ayah yang baik?"

   "Ya, Kamu yang kukenal punya sifat hangat, humoris, pokoknya soft spoken banget. Makanya Aku pikir--"

   "--Maksudku...." Farel mengambil langkah mendekati Humaira, dan reflek Humaira mundur. "Kenapa Kamu kepikiran Aku yang menjadi sosok ayah?"

   Dan Farel benar-benar meninggalkan jarak sekitar dua jengkal dengan Humaira yang menubruk dinding, hingga menatap jelas wajah panik itu yang menoleh ke samping agar terhindar dari tatapannya.

   "Me-memangnya ada yang aneh dengan itu? Semua o-orang juga suka menebak-nebak masa depan orang lain," jawab Humaira gemetaran. Berdekatan dengan Farel begini menyebabkan wajahnya pucat. Bayangan tragedi delapan tahun lalu membayanginya, dan takut terulang kembali.

   Ia menyesal memang, tapi nafsu sangat sulit ditentang terlebih disaat perasaannya pada Farel masih sama dengan dirinya di beberapa tahun belakang.

   "Mundur! Kalau enggak, Aku akan menampa®mu!" pekik Humaira tertahan diiringi napas terengah-engah.

   Namun yang terjadi, Farel justru memberikan pipinya. "Nih, tampa® saja supaya aku sadar. Sadar bahwa Aku tidak berhak mendekat padamu seperti ini."

   Farel tau perbuatannya menimbulkan ketakutan pada Humaira, tapi dirinya tak bisa menahan diri, dan justru mendekatkan wajahnya pada Humaira. Lebih dekat, menginginkan lebih dekat sampai raga dan jiwa raga mereka menyatu.

   Humaira memekik, dan spontan mendorong Farel hingga mundur beberapa langkah. Kedua tangannya memeluk dirinya sendiri dan ambruk di lantai.

   Farel tersadar, dan terperangah melihat kondisi Humaira yang menggigil. Seketika jantungnya seolah dihantam palu menyaksikan wanita yang dicintai menjadi depresi karenanya.

   "Kumohon, mundur," lirih Humaira berusaha menyampaikan keinginannya pada Farel.

   Farel menunduk. "Maaf, maaf."

   Hanya itu yang bisa dikatakannya, kata yang dimaksud Farel agar menenangkan Humaira. Mereka bukan seperti sepasang orang yang saling mencintai lainnya, yang bisa menenangkan lewat pelukan atau sentuhan lainnya.

   Ini bukan soal mereka belum menikah, ada tembok yang lebih tinggi.

   Farel menggendong Rifqa, dan melangkah perlahan keluar dapur, meninggalkan Humaira yang masih menenangkan diri.

   "Tidak papa, Humaira. Tidak ada yang terjadi. Dia tidak dekat denganmu, dan Kamu juga tidak mendekatinya," racau Humaira. Napasnya masih tersengal-sengal dan dadanya kembang-kempis seakan kata-kata itu belum cukup.

   "استعفر اللہ العظیم." Dan Humaira mengulang kalimat itu beberapa kali.

   Farel menyempatkan diri menoleh ke belakang, namun posisi Humaira tidak bertepatan dengan pintu untuk bisa terlihat.

   "Papa, ngapain Tante Ninja?" tanya Rifqa yang sadari tadi diam. Rifqa memerhatikan dan takut bertanya jika masih dalam perkara.

   "Papa monster ya?" tanya Farel balik.

   Rifqa menggeleng. "Enggak, Papa baik."

   Dan Farel tersenyum simpul atas jawaban putrinya.

   Seseorang membuka pintu depan dan bergerak ke hadapan Farel. "Siapa yang perlu Saya bawa."

   "Cepat juga Kamu sampai. Dia ada di sana, tolong bawa Dia ke kantor. Dan...." Farel merogoh saku celananya dan menyerahkan ponsel pria itu pada Fredrik. "Tolong perbaiki ponsel."

   "Wah, parah juga rusaknya." Fredrik membolak-balikkan ponsel itu, lalu memasukkan ke dalam saku jas. Dia memerintahkan anak buahnya untuk mengangkut pria tadi.

   Farel tetap di sana, masih menunggu Humaira keluar dari dapur. Namun sepertinya itu harapan yang sia-sia. Memang siapa yang mau dekat-dekatnya setelah kelakuannya bak binatang buas?

   Farel pergi dari toko beserta bawahannya.

   Humaira muncul kembali ke meja kasir saat dirasa tenang, dan lebih tenang lagi mengetahui Farel sudah pulang.

   Humaira menempatkan tangannya di dada, ingin tau kadar detak jantungnya. Abnormal, selayaknya orang yang trauma pada sesuatu, begitulah sikapnya tadi.

"Farel punya pengaruh besar padaku."

   Jarak toko kue dan rumahnya tidak jauh, sehingga Humaira memilih pulang jalan kaki meski tengah malam.

   Humaira melangkah lesu menaiki teras rumahnya. Mulutnya menghembuskan napas lelah melihat kardus berbungkus rapi di pintu rumahnya.

Haruskah ia melihat isinya? Bisa saja kali ini berbeda. Dan keputusan akhirnya tetap sama, Humaira membuka selotip di kardus dan mendapati bangkai ayam yang berdarah.

"Apa Aku harus kembali merasakan teror? Kurasa nenek peyot itu memberitahukan padanya soal Farel yang menemuiku."

Walau wajahnya tertutup cadar, namun bau menyengat bangkai ayam tetap merasuk hidungnya. Humaira menahan napas saat mengangkat kardus dan membuangnya ke dalam tong sampah.

"Aku tidak perlu takut, karena jelas-jelas Aku tidak mendatangi Farel. Farel-lah yang membuat alasan anaknya menyukai kueku untuk menemuiku," gumam Humaira, dan memilih masuk ke dalam rumah.

Rumah yang ditempatinya bersama Khalisah dulu, namun tinggal dirinya saja setelah kematian Khalisah tiga tahun silam. Sempat Humaira mengembalikan kuncinya pada Imam-suaminya Khalisah, tapi pria itu bilang Khalisah akan lebih senang kalau rumahnya ditempati olehnya.

Berbeda dengan Humaira yang mulai tenang, Indira masih terus gelisah dan menggigit kuku tangan kanannya.

Nada dering ponsel mengejutkan Indira, dan membuatnya bergegas menerima panggilan dari seseorang yang ditunggunya. "Bagaimana ini, Oma?"

Tadi siang ia telah memberitahukan kegagalan rencana mereka pada Oma, dan saat ini Indira sedang menunggu pemberitahuan lain.

"Apanya yang bagaimana? Ini salahmu karena tidak mengatakan pada pria itu untuk melakukan saat Farel tidak ada. Oma takut Farel menyelidikinya," sembur Oma menyugar rambut panjangnya ke belakang.

"Indira pun enggak menduga bakal seperti ini," ucap Indira gemetaran dalam duduknya di atas kasur.

Pikirannya terus memikirkannya jika Farel mengetahui yang sebenarnya, apa yang bakal terjadi padanya? Apa Farel bakal memaafkannya disaat Farel marahnya segunung meski ia cuma menyentuh Humaira seujung kuku?

Oma Rena menghela napas. "Kamu tenanglah, Oma nggak mau penyakit jantungmu kambuh. Kita memang nggak mampu mengusik pihaknya Farel, tapi kita bisa menekan wanita itu. Oma bakal menemukan cara agar wanita itu menghilang dari kehidupannya Farel."

"Benar ya, Oma? Indira enggak mau dibenci oleh Farel," aku Indira.

"Iya, iya. Kamu tenang saja. Oma tutup telpon dulu."

"Baik, Oma." Dan panggilan itu pun terputus.

"Sial, kalau saja bukan karena ayahnya, Aku sudah lama membuatnya," tutur Oma Rena segera melakukan panggilan lain.

"Kamu ada dimana sekarang?" ucap Oma Rena ketika panggilannya dijawab.

...🌾🌾🌾🌾...

1
kalea rizuky
hmmmm gass mp
kalea rizuky
anakmu yg jalang kok nyalahin orang oh tua bangka
kalea rizuky: tau ih sebel bgt liat modelan aki2 tolol
total 2 replies
kalea rizuky
Farel ma Indira selama jd istri sering tidur bareng gk thor
@Girl_Rain67: Nggak pernah 😄
total 1 replies
kalea rizuky
Farel uda tau bukan anak nya np g cerai oon amat
kalea rizuky
uda tau kn berarti Rifka bukan anak mu jd jangan sok baik
kalea rizuky
Indira jahat amat lu
@Girl_Rain67: Cinta, Mbak🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!