Ye Chen, sang "Kaisar Pedang Langit", pernah berdiri di puncak dunia kultivasi. Pedangnya ditakuti oleh Iblis dan Dewa di Sembilan Langit. Namun, di saat ia mencoba menembus ranah terakhir menuju keabadian, ia dikhianati dan dibunuh oleh saudara angkat serta kekasihnya sendiri demi merebut Kitab Pedang Samsara.
Namun, takdir belum berakhir baginya.
Ye Chen tersentak bangun dan mendapati dirinya kembali ke masa lalu. Ia kembali ke tubuhnya saat masih berusia 16 tahun—masa di mana ia dikenal sebagai murid sampah yang tidak berguna di Sekte Pedang Patah.
Sekte Pedang Patah hanyalah sekte kelas tiga yang sedang di ambang kehancuran. Pusaka mereka hilang, teknik mereka tidak lengkap, dan murid-muridnya sering menjadi bulan-bulanan sekte lain.
Tapi kali ini, ada yang berbeda. Di dalam tubuh pemuda 16 tahun itu, bersemayam jiwa seorang Kaisar yang telah hidup ribuan tahun.
Dengan ingatan tentang teknik kultivasi tingkat Dewa yang hilang, lokasi harta karun yang belum ditemukan...........
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rikistory33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
asal usul pedang patah
"Minggir, gadis budak! Kami diperintahkan oleh Kakak Senior Zhang untuk memeriksa gua ini!"
Seorang murid senior bertubuh kurus dengan wajah licik mendorong bahu Su Xiao dengan kasar. Su Xiao terhuyung ke belakang, punggungnya menabrak dinding batu yang tajam, membuat jubah murid luarnya robek dan kulit putihnya tergores dan mengeluarkan darah.
Di hadapannya berdiri tiga orang murid senior. Mereka mengenakan jubah biru memiliki tanda murid dalam (Inner Disciple). Tingkat kultivasi mereka rata-rata berada di Tingkat 7 dan 8 Kondensasi Qi.
Mereka iri. Sangat iri.
Fenomena langit barusan, petir ungu dan awan berputar terpusat di gua ini. Mereka yakin Ye Chen pasti menemukan harta karun tingkat tinggi di sana.
"Kakak Senior, tolong jangan..." Su Xiao merentangkan tangannya, berusaha menghalangi pintu gua meski tubuhnya gemetar ketakutan. Matanya berkaca-kaca, tapi dia tidak menyerah. "Kakak Ye Chen sedang dalam masa penutupan diri (seclusion). Jika kalian mengganggunya sekarang, dia bisa mengalami Qi Deviation!"
"Persetan dengan dia!" bentak murid bertubuh kurus itu, namanya Ma Liu. "Dia hanya murid baru yang beruntung. Kami curiga dia mencuri teknik terlarang sekte. Minggir, atau aku akan menelanjangimu di sini juga!"
Ma Liu mengangkat tangannya, Qi berwarna hijau beracun berkumpul di telapak tangannya, siap menampar wajah gadis itu.
Su Xiao memejamkan mata, siap menerima rasa sakit.
Namun, tamparan itu tidak pernah sampai.
Tiba-tiba, suhu udara di sekitar gua melonjak naik secara drastis. Rumput-rumput liar di kaki mereka layu dan menguning dalam sekejap.
"Menelanjanginya?"
Suara itu terdengar rendah, tenang, namun mengandung getaran yang membuat tulang punggung ketiga murid itu merinding.
Ma Liu merasakan pergelangan tangannya dicengkeram oleh sesuatu yang sekeras catut besi dan sepanas bara api.
Dia menoleh dan melihat sepasang mata.
Satu ungu, satu emas.
"Ye... Ye Chen?" Ma Liu tergagap.
Ye Chen berdiri di sana. Pakaiannya setengah hancur akibat ledakan energi sebelumnya, memperlihatkan otot-otot tubuh bagian atasnya yang terbentuk sempurna, seolah dipahat dari marmer. Kulitnya memancarkan cahaya samar keemasan.
"Kau punya nyali besar menyentuh orangku," bisik Ye Chen.
Krak!
Ye Chen meremas pelan.
"ARGHHHHH!"
Jeritan Ma Liu membelah kesunyian malam. Tulang pergelangan tangannya tidak hanya patah, tapi hancur menjadi bubuk. Panas dari tangan Ye Chen membakar dagingnya hingga melepuh menjadi hitam.
Ye Chen mengibaskan tangannya, melempar tubuh Ma Liu seperti membuang sampah. Murid itu terbang sejauh lima meter dan menghantam pohon hingga pingsan seketika.
Dua murid lainnya, yang tadinya sombong, kini mundur dengan wajah pucat pasi. Kaki mereka gemetar.
"Ti-Tingkat berapa dia?" bisik salah satu murid. "Aura ini... ini bukan Kondensasi Qi biasa! Rasanya seperti berhadapan dengan Tetua!"
"Lari!"
Insting mereka menjerit. Kedua murid itu berbalik dan mencoba melarikan diri dengan teknik gerakan Langkah Angin.
"Mau lari kemana?"
Ye Chen tidak mengejar. Dia hanya menghentakkan kakinya ke tanah.
BOOM!
Gelombang kejut menyebar dari pijakan kaki Ye Chen, meretakkan tanah dan melesat mengejar kedua murid itu seperti ular tanah.
"Jatuh!"
Gelombang energi itu menghantam kaki mereka.
Brak! Brak!
Kedua murid itu tersungkur dan mencium tanah, wajah mereka babak belur menghantam bebatuan. Mereka mencoba bangkit, tapi tekanan spiritual yang berat menindih tubuh mereka, membuat mereka tidak bisa bergerak, seolah ada gunung tak terlihat di punggung mereka.
Ye Chen berjalan perlahan mendekati mereka. Setiap langkah kakinya terdengar seperti detak jam kematian.
"Ampun! Ampun, Saudara Ye! Kami hanya disuruh!" salah satu murid menangis, air mata dan ingus bercampur darah di wajahnya.
Ye Chen berhenti tepat di depan mereka. Dia menatap mereka dari atas ke bawah dengan tatapan menghina.
"Siapa yang menyuruh?" tanya Ye Chen datar.
"Kakak Senior Zhang! Zhang Long! Dia bilang kau pasti punya harta karun dan menyuruh kami merebutnya!"
Ye Chen tersenyum dingin. Zhang Long... Murid Inti peringkat 3. Cucu keponakan Tetua Ketiga Guo Huai. Tentu saja, keluarga tikus itu tidak pernah menyerah.
"Kembalilah pada tuan kalian," kata Ye Chen.
Kedua murid itu menghela napas lega, mengira mereka akan dilepaskan.
"...Tapi tinggalkan kultivasi kalian di sini."
Mata mereka terbelalak ngeri. "TI-TIDAK! JANGAN!"
Bagi seorang kultivator, dihancurkan kultivasinya lebih buruk daripada mati. Itu berarti menjadi cacat seumur hidup.
Ye Chen tidak berbelas kasih. Dia menggerakkan jarinya. Dua jarum Qi yang terbuat dari api melesat masuk ke perut bagian bawah (Dantian) mereka.
Puff! Puff!
Terdengar suara seperti balon kempes.
"Ugh..." Mata mereka memutih, tubuh mereka kejang sesaat sebelum lemas. Dantian mereka bocor. Qi yang mereka kumpulkan selama bertahun-tahun hilang kembali ke alam. Mulai hari ini, mereka hanyalah manusia biasa yang cacat.
Ye Chen berbalik, tidak mempedulikan nasib mereka lagi. Dia berjalan menuju Su Xiao yang masih terpaku di depan gua.
"Kamu terluka," kata Ye Chen, suaranya melembut drastis saat berbicara pada gadis itu. Cahaya emas di matanya meredup, kembali menjadi hitam pekat.
Su Xiao menggeleng cepat, meski darah menetes dari lengan bajunya. "Ini hanya luka gores, Kakak Ye. Tapi... mereka..." Dia menunjuk tubuh-tubuh yang tergeletak itu dengan ngeri. "Sekte akan menghukummu karena melukai sesama murid..."
"Biarkan mereka mencoba," jawab Ye Chen santai. Dia mengeluarkan sebotol Salep Giok Putih dan melemparkannya pada Su Xiao. "Obati lukamu. Dan mulai besok, pindahlah ke kediamanku di Paviliun Murid Inti. Di sana lebih aman."
"Ta-tapi... aturan sekte..."
"Akulah aturannya sekarang," potong Ye Chen.
Arogansi? Bukan. Itu adalah kepercayaan diri mutlak. Dengan kekuatan Kondensasi Qi Tingkat 10, di Sekte Pedang Patah ini, hanya Master Sekte Lin Feng dan beberapa Tetua Agung yang bisa menandinginya. Sisanya hanyalah serangga.
"Aku harus pergi sebentar," kata Ye Chen, menatap ke arah puncak tertinggi sekte yang selalu tertutup awan mendung. "Ada sesuatu yang memanggilku.
******
Area Terlarang: Kuburan Pedang (Sword Burying Mound).
Terletak di lembah belakang sekte, ini adalah tempat di mana pedang-pedang milik pendahulu sekte dikuburkan. Tempat ini dipenuhi oleh Niat Pedang (Sword Intent) yang kacau dan ganas. Murid biasa yang masuk ke sini bisa menjadi gila atau tercabik-cabik oleh angin tajam yang berhembus tanpa henti.
Ye Chen berdiri di gerbang masuk, sebuah gerbang batu kuno yang ditutupi lumut.
Dia tidak punya senjata. Pedang berkaratnya hancur melawan Raja Kadal. Pedang biasa tidak akan sanggup menahan kekuatan barunya. Dia butuh pedang spiritual sejati.
Dan sejak dia menembus Tingkat 10 tadi, dia merasakan resonansi aneh dari tempat ini. Seolah ada suara tua yang berbisik memanggilnya.
Ye Chen melangkah masuk.
Wuuussh!
Angin setajam silet langsung menyambar wajahnya.
Ye Chen tidak menghindar. Qi emas melapisi kulitnya. Angin itu menghantam tubuhnya dan pecah berantakan, hanya menimbulkan suara denting logam.
Dia berjalan melewati ratusan gundukan tanah dengan pedang-pedang patah yang tertancap di atasnya.
"Pedang Awan Biru... Kualitas rendah." "Pedang Pemutus Besi... Sampah." "Pedang Roh Angin... Terlalu ringan."
Ye Chen terus berjalan masuk ke bagian terdalam. Tekanan Niat Pedang semakin kuat. Di sini, bahkan seorang Tetua pun akan kesulitan bernapas.
Akhirnya, dia sampai di sebuah altar batu hitam di tengah danau kecil yang airnya berwarna hitam pekat.
Di atas altar itu, tidak ada pedang yang tertancap. Yang ada hanyalah sebuah Gagang Pedang.
Benar, hanya gagangnya. Bilahnya patah total, hanya menyisakan sekitar lima sentimeter logam bergerigi yang terlihat kusam dan jelek.
Namun, saat Ye Chen melihat benda itu, jiwanya bergetar hebat.
"Ini..."
Ye Chen teringat legenda kuno dari Era Dewa. Konon, ada sebuah pedang yang terlalu kuat hingga langit cemburu dan mengirim petir untuk menghancurkannya. Pedang itu patah, tapi jiwanya tidak pernah mati.
Pedang Pendiri Sekte. Pedang Pemutus Takdir (Fate Severing Sword).
"Jadi selama ini kau bersembunyi di sini," gumam Ye Chen. "Pantas saja Sekte Pedang Patah jatuh miskin. Harta terbesarnya terkubur dan dianggap sampah besi tua."
Ye Chen melompat ke atas altar.
Saat tangannya menyentuh gagang pedang itu, sebuah ledakan visi menyerbu pikirannya.
Dia melihat lautan darah. Dia melihat seorang pria berdiri di atas tumpukan mayat dewa, memegang pedang patah ini, menantang langit. "Lebih baik patah daripada bengkok! Lebih baik hancur daripada menyerah!"
Teriakan itu bergema di jiwa Ye Chen. Itu adalah kebanggaan yang sama. Keras kepala seperti dia.
"Bagus!" teriak Ye Chen, matanya menyala. "Kau dan aku sama! Di kehidupan ini, kita berdua rusak, kita berdua patah! Tapi kita akan membunuh jalan kita untuk kembali ke puncak!"
Ye Chen menyalurkan Qi Emas Tingkat 10 miliknya ke dalam gagang pedang itu.
DREEEENG!
Suara dentingan logam yang sangat nyaring bergema, bukan hanya di lembah itu, tapi terdengar hingga ke seluruh penjuru sekte.
Semua pedang milik murid dan tetua di Sekte Pedang Patah tiba-tiba bergetar di dalam sarungnya, seolah sedang bersujud ketakutan pada raja mereka.
Di atas altar, karat pada gagang pedang itu rontok, memperlihatkan logam hitam legam dengan ukiran naga merah yang menyala.
Meski bilahnya patah, Ye Chen bisa merasakan bahwa pedang ini "lengkap" secara spiritual. Dia bisa membentuk bilah pedang menggunakan Qi-nya sendiri.
Ye Chen mengangkat pedang patah itu. Dia mengayunkannya ke arah danau hitam.
"Bangun!"
Qi emas dan merah (Api Inti Bumi) mengalir dari tangannya, memanjang dari ujung patahan, membentuk bilah pedang energi sepanjang satu meter yang berwujud api padat.
SLAASH!
Danau hitam itu terbelah menjadi dua. Airnya tidak kembali menyatu selama sepuluh detik, dan tertahan oleh sisa niat pedang yang dominan.
"Nama lamamu terlalu panjang," kata Ye Chen sambil menatap pedang hitam di tangannya. "Mulai sekarang, namamu adalah Pedang Iblis Langit (Heavenly Devil Sword). Karena kita akan membantai dewa dan iblis tanpa pandang bulu."
Pedang itu berdengung senang, seolah menyetujui nama barunya.
Saat Ye Chen menyarungkan pedang (yang hanya berupa gagang itu) ke pinggangnya, dia merasakan kehadiran seseorang.
Dia menoleh ke pintu masuk lembah.
Di sana berdiri seorang pria paruh baya dengan jubah putih keperakan, menatap Ye Chen dengan ekspresi yang sulit diartikan. Kaget, kagum, dan waspada bercampur jadi satu.
Itu adalah Master Sekte Lin Feng.
"Ye Chen..." suara Lin Feng bergetar. "Kau... kau berhasil menarik Pedang Leluhur?"
Ye Chen tidak berlutut. Dia berdiri tegak, menatap mata pemimpin sekte itu setara. Status murid dan guru sudah tidak relevan di hadapan kekuatan absolut.
"Pedang ini memilih tuannya, Master Sekte," jawab Ye Chen tenang. "Dan sepertinya dia lelah menunggu pecundang, jadi sekarang dia memilihku."
Kalimat yang sangat tidak sopan. Namun, Lin Feng tidak marah. Dia justru tertawa. Tawa yang keras dan lepas.
"Hahaha! Bagus! Bagus! Pecundang... ya, kami semua pecundang karena membiarkan pusaka ini berkarat."
Lin Feng melangkah maju, wajahnya menjadi serius.
"Ye Chen, aku tidak akan bertanya rahasiamu. Aku tidak akan bertanya dari mana kau mendapatkan kekuatan monster itu, atau kenapa kultivasimu melonjak gila-gilaan. Tapi aku punya satu pertanyaan."
Tatapan Lin Feng menajam.
"Apakah kau akan menggunakan pedang itu untuk melindungi Sekte Pedang Patah, atau untuk menghancurkannya?"
Ini adalah momen penentuan. Loyalitas Ye Chen dipertanyakan.
Ye Chen memegang gagang pedangnya. Dia teringat Su Xiao. Dia teringat Tetua Penjaga Perpustakaan yang memberinya kitab. Dia teringat masa lalunya.
"Selama sekte ini tidak mengkhianatiku," kata Ye Chen perlahan, "maka pedang ini akan menjadi dinding baja yang melindungi sekte ini. Tapi jika ada yang mencoba menusukku dari belakang..."
Mata Ye Chen berkilat dingin.
"...maka bahkan jika itu seorang Tetua Agung sekalipun, aku akan memenggal kepalanya dan menggantungnya di gerbang sekte."
Lin Feng terdiam sejenak, merasakan kesungguhan dan aura pembunuh yang mengerikan dari pemuda 16 tahun di depannya.
Lalu, dia mengangguk.
"Cukup. Itu janji yang cukup bagiku."
Lin Feng berbalik badan.
"Sebulan lagi adalah Kompetisi Tiga Sekte. Sekte Harimau Hitam dan Sekte Awan Ungu akan datang untuk memperebutkan hak kepemilikan Tambang Batu Roh. Aku mengangkatmu menjadi Kapten Tim Sekte Pedang Patah."
Lin Feng melempar sebuah lencana emas murni ke arah Ye Chen.
"Lakukan sesukamu. Bunuh siapapun yang perlu dibunuh. Bawa kejayaan kembali ke sekte ini."
Ye Chen menangkap lencana itu. Senyum iblis terukir di bibirnya.
"Dengan senang hati."