NovelToon NovelToon
Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Perperangan / Elf / Action / Budidaya dan Peningkatan / Cinta Murni
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Alif

Dibuang ke neraka Red Line dengan martabat yang hancur, Kaelan—seorang budak manusia—berjuang melawan radiasi maut demi sebuah janji. Di atas awan, Putri Lyra menangis darah saat tulang-tulangnya retak akibat resonansi penderitaan sang kekasih. Dengan sumsum tulang yang bermutasi menjadi baja dan sapu tangan Azure yang mengeras jadi senjata, Kaelan menantang takdir. Akankah ia kembali sebagai pahlawan, atau sebagai monster yang akan meruntuhkan langit demi menagih mahar nyawanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Alif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33: Amukan Sovereign

Lorong ventilasi di Sektor 3 Bastion terasa seperti kerongkongan raksasa besi yang sedang tersedak asap industri. Kaelan melangkah dengan ritme yang berat, memanggul beban wasiat terakhir yang ditinggalkan High Lord Valerius di atas pundaknya. Di dalam dekapannya, Lyra terus bergetar hebat, jemarinya mencengkeram kain seragam Kaelan hingga buku-buku jarinya memutih. Bau anyir darah dari luka di lengan kiri Kaelan yang didapat saat menahan serangan loyalis Alaric di hanggar tadi mulai mengering, meninggalkan sensasi kaku yang tidak nyaman.

"Kaelan... mereka ada di depan," bisik Lyra, suaranya pecah oleh isak tangis yang tertahan. "Aku bisa mendengar detak jantung mereka. Sangat banyak... dan sangat penuh kebencian."

"Jangan lepaskan peganganmu, Lyra. Tetaplah berada di balik cahaya bayanganku," sahut Kaelan dengan suara yang mendalam, mencoba menekan gejolak Ignition Tahap 3 yang mulai tidak stabil di dalam dadanya.

Dari arah depan lorong, cahaya obor mulai memantul di dinding logam yang berkarat. Suara riuh rendah massa yang terprovokasi merambat melalui pipa-pipa uap. Ribuan warga sipil Bastion, yang telah diracuni oleh informasi palsu tentang wabah Void yang dibawa pengungsi Elf, kini mengepung area gerbang sektor dengan senjata tajam dan batu.

"Keluar kalian, pembawa kutukan!" teriak seorang pria dari balik barikade. "Bastion tidak butuh putri bermata monster! Kami tidak ingin mati karena kiamat yang kalian bawa!"

Kaelan berhenti tepat di depan lubang keluar lorong yang telah dihancurkan massa. Di sana, ratusan orang berdiri dengan wajah yang terdistorsi oleh ketakutan dan prasangka. Saat sosok Kaelan muncul dengan menggendong Lyra yang matanya tertutup kain linen berlumuran rembesan hitam, teriakan massa semakin histeris.

"Itu mereka! Lihat matanya! Dia benar-benar monster!"

Sebuah batu melesat dari kerumunan, menghantam bahu Kaelan yang sudah terluka. Ia tidak menghindar. Kaelan berdiri tegak seperti pilar batu, membiarkan hantaman itu merobek kembali luka lamanya demi memastikan tidak ada satu pun proyektil yang mengenai tubuh Lyra. Darah segar merembes, membasahi kain penutup Lyra.

"Kaelan! Kau berdarah lagi!" Lyra menjerit, air mata asinnya jatuh mengenai tangan Kaelan yang kasar. "Hentikan ini... biarkan aku pergi saja! Jangan hancurkan dirimu demi aku!"

"Diam, Lyra," ucap Kaelan dingin, namun penuh proteksi. Ia menurunkan Lyra perlahan, menyandarkannya di sudut dinding yang paling terlindung, lalu melangkah maju tiga tindak. "Siapa di antara kalian yang merasa memiliki hak untuk menghakimi istriku?"

Seorang sersan militer Bastion melangkah maju, menghunuskan pedang pendeknya ke arah Kaelan. "Dia bukan istri siapa-siapa! Dia adalah benih kiamat! Menyingkirlah, Manusia, atau kau akan mati bersama sampah Elf ini!"

Kaelan tidak menjawab dengan kata-kata. Ia memejamkan matanya sejenak. Di dalam batinnya, ia teringat bagaimana di masa sebelum reinkarnasi, ia selalu menjadi pihak yang diburu, pihak yang tidak memiliki otoritas atas wilayahnya sendiri. Namun hari ini, dengan darah High Lord yang masih membekas di tangannya, sesuatu di dalam inti energinya pecah. Hambatan antara dirinya dan alam sekitarnya runtuh total.

Manifestasi Domain yang Terkutuk

Udara di sekitar Kaelan mulai berderak. Suara petir hitam yang halus namun tajam terdengar dari celah-celah udara yang mulai terdistorsi. Frekuensi getaran rendah mulai menghantam gendang telinga setiap orang di sana, membuat mereka mual dan kehilangan keseimbangan.

"Kaelan... ada apa ini?" tanya Bara yang baru saja tiba di belakang massa, mencoba menahan emosi rakyatnya sendiri. "Komandan, energinya... energinya berubah!"

Kaelan membuka mata. Pupilnya tidak lagi menunjukkan pendar perak Ignition, melainkan putih murni yang memancarkan tekanan gravitasi absolut. Inilah awal dari evolusi Sovereign.

"Kalian bicara tentang keselamatan Bastion, tapi kalian menghunus pedang pada mereka yang baru saja kehilangan rumah," ucap Kaelan. Suaranya tidak keras, namun terdengar bergema langsung di dalam tengkorak setiap orang yang hadir. "Jika kalian menginginkan monster, maka aku akan menjadi monster yang akan menghantui setiap mimpi buruk kalian."

Seketika, tekanan udara meningkat ribuan kali lipat. Domain Kaelan tercipta secara paksa, menyelimuti radius seratus meter di sekelilingnya. Para penyerbu yang tadinya berteriak lantang tiba-tiba terdiam. Lutut mereka menghantam lantai logam dengan bunyi berdebam yang serempak. Mereka dipaksa berlutut bukan karena rasa hormat, melainkan karena gravitasi yang menekan pundak mereka seolah-olah seluruh Benua Langit sedang jatuh menindih mereka.

"Ugh... aku... tidak bisa... bernapas..." sang sersan terjerembap, wajahnya mencium lantai besi yang dingin.

Kaelan berdiri di tengah kerumunan yang berlutut paksa itu. Ia memikul murka dunia di pundaknya. Dilema martabat menyayat hatinya; ia tahu bahwa setelah malam ini, ia akan dicap sebagai tiran oleh rakyatnya sendiri. Namun, saat ia melirik ke arah Lyra yang tampak ketakutan melihat sosoknya yang dikelilingi petir hitam, Kaelan mengeraskan hatinya.

"Lyra, jangan tutup matamu," bisik Kaelan, meski ia tahu radiasi kekuatannya sangat menyakitkan bagi indera sensitif Lyra. "Lihatlah. Inilah harga dari martabat yang harus aku bangun untukmu."

Lyra meraba-raba udara, tangannya yang gemetar menyentuh lutut Kaelan. "Kaelan... kau terasa sangat jauh. Kau... kau bukan lagi manusia yang aku kenal di gubuk Ash-Valley... kau terasa seperti... Tuhan yang sedang marah."

Isak tangis Lyra menjadi satu-satunya suara di tengah keheningan absolut Bastion yang sedang ditekan oleh aura Sovereign. Kaelan merasakan dadanya sesak, bukan karena kekurangan oksigen, melainkan karena ia menyadari beban otoritas ini mulai mengikis kemanusiaan yang selama ini ia jaga bersama Lyra.

Tekanan gravitasi di dalam gerbang Sektor 3 semakin menggila, membuat pipa-pipa uap di langit-langit melengkung dan meledak, menyemburkan panas yang langsung membeku menjadi kristal karena distorsi energi. Kaelan berdiri tegak, membiarkan jubahnya yang koyak menari-nari ditiup angin badai sirkulasi energinya sendiri. Di bawah kakinya, ratusan orang mengerang kesakitan, terhimpit oleh otoritas absolut yang belum pernah mereka saksikan sejak masa kehidupan sebelum reinkarnasi.

"Hentikan... tolong... kami tidak bisa bernapas," rintih sang sersan dengan wajah yang nyaris remuk menghantam logam.

Kaelan menunduk, menatap pria itu dengan tatapan yang dingin dan kosong. "Kalian punya cukup udara untuk mencaci istriku tadi. Sekarang, gunakan sisa napasmu untuk merenungi mengapa kau masih hidup di bawah kakiku."

"Komandan! Cukup! Kau akan membantai mereka semua jika terus begini!" teriak Bara dari kejauhan. Tubuh raksasanya bergetar hebat, mencoba melawan tekanan Domain yang secara alami menolak siapa pun yang memiliki niat bertarung. "Mereka hanya orang-orang bodoh yang ketakutan! Jangan biarkan tanganmu kotor oleh darah rakyatmu sendiri!"

"Rakyatku?" Kaelan tertawa kecil, sebuah suara yang terdengar seperti gesekan pedang di atas kaca. "Rakyat mana yang melemparkan batu pada penguasa yang melindunginya? Rakyat mana yang ingin mencungkil mata seorang putri yang sudah kehilangan segalanya?"

Kaelan melangkah mendekati Lyra, setiap injakan kakinya membuat lantai besi bergetar seperti gempa kecil. Ia berlutut di depan wanita itu, namun radiasi kekuatannya membuat Lyra mundur dengan wajah pucat pasi.

Sentuhan yang Menyakitkan

"Jangan takut, Lyra. Ini aku," ucap Kaelan lembut, mencoba menurunkan intensitas energinya.

"Kau... kau panas sekali, Kaelan," isak Lyra, tangannya meraba udara sebelum menyentuh pipi Kaelan. "Rasanya seperti menyentuh matahari. Aku tidak bisa merasakan detak jantungmu lagi... hanya ada deru petir hitam yang mengerikan."

Kaelan membiarkan tangan Lyra yang gemetar tetap di pipinya, meskipun ia tahu suhu tubuhnya saat ini sanggup membakar kulit manusia biasa. Inilah kutukan Sovereign; semakin besar kekuasaannya untuk melindungi, semakin jauh ia terpisah dari mereka yang ingin ia dekapi.

"Mata itu... Mata Void-mu memberi tahu apa yang kau lihat, bukan?" tanya Kaelan lirih.

"Aku melihatmu sebagai raksasa perak yang sedang membakar dunia," sahut Lyra, air matanya kini mengalir jernih, membersihkan sebagian debu kristal di wajahnya. "Kaelan, kembalilah... aku lebih suka kita mati di tangan massa daripada aku harus kehilangan dirimu menjadi monster seperti ini."

Kata-kata Lyra menghujam jantung Kaelan lebih tajam daripada belati mana pun. Ia menoleh ke arah kerumunan yang masih berlutut tak berdaya. Di sana, ia melihat wajah-wajah ketakutan—anak-anak yang menangis di pelukan ibunya, prajurit yang gemetar ketakutan. Martabatnya sebagai pelindung kini bersimpangan dengan kenyataan bahwa ia telah menjadi sumber teror utama di Bastion.

"Bara!" panggil Kaelan, suaranya menggelegar menembus sunyi. "Bawa mereka pergi! Kosongkan area gerbang ini dalam hitungan sepuluh, atau aku akan memastikan tidak ada satu pun dari mereka yang bisa berdiri lagi seumur hidupnya!"

Bara segera bergerak, menarik orang-orang yang lemas itu untuk mundur. "Cepat lari! Jika kalian masih ingin melihat matahari esok hari, menjauhlah dari Sektor 3!"

Perlahan, Kaelan menarik kembali auranya. Tekanan gravitasi yang mencekik itu menghilang secepat ia datang, meninggalkan keheningan yang mencekam dan bau belerang yang tajam. Kaelan terhuyung sejenak, merasakan lonjakan energi Sovereign Initial menguras esensi hidupnya. Sayap energi yang sempat termanifestasi secara samar di punggungnya kini retak dan menghilang menjadi partikel cahaya.

Takhta di Atas Reruntuhan

Mina berlari mendekat dengan wajah penuh kekhawatiran, membawa handuk bersih dan ramuan penenang. "Komandan, kau memaksakan diri. Tubuhmu belum siap untuk tahap Sovereign secara stabil pasca luka-luka di Benua Langit!"

"Aku tidak punya pilihan, Mina," sahut Kaelan sambil bangkit berdiri, menyapu darah dari sudut bibirnya. "Mulai malam ini, Bastion bukan lagi tempat persembunyian. Bastion adalah wilayah kekuasaanku. Siapa pun yang menentang keberadaan para pengungsi Elf, berarti mereka menentang nyawaku."

Kaelan kembali menggendong Lyra, yang kini sudah terlalu lemas untuk bicara. Ia berjalan melewati gerbang sektor yang sudah miring dan hancur, menatap langit Terra yang kelabu dan penuh debu. Di kejauhan, lampu-lampu kota Bastion berkedip, melambangkan ribuan mata yang kini menatapnya dengan rasa takut yang murni.

"Valerius menitipkan mereka padaku," gumam Kaelan pada dirinya sendiri saat mereka memasuki wilayah pinggiran kota yang lebih sepi. "Tapi dia tidak pernah memberi tahu seberapa berat rasanya menjadi satu-satunya tumpuan di tengah kiamat."

Ia tidak lagi merasa seperti pahlawan yang baru saja menyelamatkan orang-orang. Di dalam batinnya, Kaelan merasa telah kehilangan sesuatu yang berharga—mungkin itu adalah kedamaian sederhana yang ia impikan saat masih menjadi budak tambang. Kini, ia adalah seorang Sovereign yang berdiri di atas takhta berdarah, memimpin ras yang hancur menuju masa depan yang dipenuhi oleh bayang-bayang Void.

Langkah kaki Kaelan terus berlanjut menuju kegelapan pinggiran Bastion, sementara di belakangnya, kota itu terdiam dalam trauma. Takhta telah berdiri, namun harga yang harus dibayar adalah ketakutan dari orang-orang yang seharusnya ia cintai.

1
prameswari azka salsabil
awal keseruan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sungguh pengertian
prameswari azka salsabil
kasihan sekali kaelan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
luar biasa
Kartika Candrabuwana: jos pokoknya👍
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ujian ilusi
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sesuai namanya
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
syukurlah kaelan meningkat
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ada petubahan tradisi?
Kartika Candrabuwana: pergerseran nilai
total 1 replies
prameswari azka salsabil
kaelan bertahanlah
Kartika Candrabuwana: ok. makasih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bertarung dengan bayangan🤣
Indriyati
iya. untuk kehiduoan yang lebih baik
Kartika Candrabuwana: betul sekali
total 1 replies
Indriyati
ayo kaelan tetap semanhat😍
Kartika Candrabuwana: iya. nakasih
total 1 replies
Indriyati
bagus kaelan semakinnkuat👍😍
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
Indriyati
iya..lyra berpikir positif dan yakin👍💪
Kartika Candrabuwana: betul
total 1 replies
Indriyati
seperti di neraka😄🤭🤭
Kartika Candrabuwana: iya. makssih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
wuihhh. asyik benere👍💪
prameswari azka salsabil
iya kasihan juga ya🤣🤣
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ini pertambangan ya😄
Kartika Candrabuwana: kurang lebih iya
total 1 replies
prameswari azka salsabil
hidup kaelan👍💪
Kartika Candrabuwana: baik. ayo kaelan
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bersabar ya
Kartika Candrabuwana: iya. makasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!