NovelToon NovelToon
Tersesat Di Hutan Angker

Tersesat Di Hutan Angker

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Rumahhantu / Mata Batin / Iblis
Popularitas:315
Nilai: 5
Nama Author: Juan Darmawan

Enam mahasiswa—Raka, Nando, Dimas, Citra, Lala, dan Novi—memutuskan untuk menghabiskan libur semester dengan mendaki sebuah bukit yang jarang dikunjungi di pinggiran kota kecil. Mereka mencari petualangan, udara segar, dan momen kebersamaan sebelum kembali ke rutinitas kampus. Namun, yang mereka temukan bukanlah keindahan alam, melainkan kengerian yang tak terbayangkan.

Bukit itu ternyata menyimpan rahasia kelam. Menurut penduduk setempat, kawasan itu dijaga oleh makhluk halus yang disebut “penunggu hutan”, sosok jin yang berwujud manusia tampan dan wanita cantik, yang gemar memperdaya manusia muda untuk dijadikan teman di alam mereka. Awalnya, keenamnya menertawakan cerita itu—hingga malam pertama di hutan tiba.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juan Darmawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pendakian Yang Penuh Misterius

Kabut pagi perlahan menipis, berganti dengan cahaya keemasan yang mulai menembus sela pepohonan. Udara di lereng Gunung Arga Dipa terasa sejuk, bahkan menusuk kulit. Di kejauhan, kabut tipis menari-nari di antara pepohonan pinus, menciptakan pemandangan yang nyaris tak nyata.

Tujuh mahasiswa itu — Nando, Raka, Citra, Lala, Novi, Leo dan Dimas — kini sudah berada di setengah perjalanan mendaki, di kaki bukit bagian timur. Meski jalurnya mulai menanjak dan jalan setapak penuh dedaunan basah, semangat mereka kembali tumbuh saat melihat pemandangan di depan mata.

Matahari perlahan muncul di ufuk timur, menembus kabut pagi dan mewarnai langit dengan gradasi jingga keemasan.

Citra yang berdiri paling depan memejamkan mata sejenak, menikmati sinar hangat itu.

“Ya Tuhan… indah banget,” bisiknya pelan.

Lala tersenyum kecil.

“Pantas aja warga sini betah tinggal di desa ini. Pemandangannya aja udah kayak lukisan.”

Raka melepaskan tas dari punggungnya, duduk di batu besar sambil menghela napas panjang.

“Capek juga, tapi sepadan sama pemandangannya. Lihat deh, dari sini kelihatan desa Mekar Sari.”

Novi berdiri di dekat tepi bukit, menunjuk ke arah bawah.

“Iya, itu rumah Pak Arman, kan? Kecil banget dari sini.”

Ayu mengangguk, tapi pandangannya tertuju ke arah yang berbeda — ke sisi utara, di mana pepohonan lebih rapat dan kabut lebih tebal.

“Eh… tapi itu apa ya?” tanyanya pelan.

Nando sedang sibuk memeriksa hasil rekaman kameranya, sementara Raka membuka bekal roti dari tasnya. Citra dan Lala duduk di atas akar pohon besar, beristirahat sambil meneguk air.

Tiba-tiba Novi menepuk pundak Citra pelan.

“Cit, bentar ya,” katanya dengan nada agak canggung.

“Gue datang bulan nih, mau ganti pembalut dulu.”

Citra mengangguk.

“Oh, ya udah. Mau gue temenin?”

Novi menggeleng cepat.

“Enggak usah, bentar doang kok. Gue ke balik batu situ aja, deket aja.” Ia menunjuk ke arah semak-semak di sisi kiri jalur, tempat dua batu besar berdiri agak menjorok. Dari sana terdengar suara gemericik air kecil, mungkin dari aliran sungai kecil di bawah

Semua menoleh. Di kejauhan, samar-samar terlihat sesuatu yang bergerak di antara kabut. Sekilas seperti bayangan orang berjalan perlahan… tapi tinggi, dan gerakannya terlalu pelan untuk manusia.

Nando yang baru saja mengeluarkan kamera menatap ke arah itu.

“Mungkin warga. Atau hewan.” Ia mengangkat kameranya dan mencoba memperbesar gambar, tapi lensa hanya menangkap kabut putih pekat.

“Ah, udah lah,” katanya sambil tertawa kecil.

“Jangan parno duluan. Gue lapar, kita istirahat bentar aja, abis itu lanjut naik.”

Raka mengangguk setuju, tapi Lala masih memandang ke arah kabut itu dengan kening berkerut.

“Aku ngerasa aneh deh… kenapa makin ke atas malah udaranya makin dingin, padahal matahari udah tinggi?”

Citra mendekat ke Lala.

“Udah, jangan pikirin. Nikmatin aja dulu.”

Namun, tanpa mereka sadari, di balik kabut tebal itu, sesuatu sedang memperhatikan mereka.

Dari balik pepohonan, sepasang mata gelap mengikuti gerak mereka tanpa suara — hanya sesekali terdengar desir ranting patah, seolah menandakan keberadaannya.

Dan ketika Nando tertawa kecil sambil menyalakan kamera untuk merekam vlog singkat, layar kameranya sempat menangkap bayangan hitam di belakang Citra — tinggi, kurus, dan berdiri diam tanpa kepala.

Tapi Nando tidak menyadarinya. Ia hanya berkata riang,

“Guys, ini sunrise pertama kita di Arga Dipa! Keren banget, asli!”

Sementara itu, di tempat istirahat semula, Dimas — yang tadi sibuk menata ulang barang-barang bawaan — tiba-tiba berhenti. Wajahnya berubah, seolah baru teringat sesuatu yang penting.

Ia menatap Citra dan Lala dengan cemas.

“La… Cit… tadi Novi bilang apa sebelum pergi?” tanyanya cepat.

Lala menatapnya heran.

“Dia bilang mau ganti pembalut. Kenapa, Dim?”

Dimas menelan ludah, pandangannya mulai gelisah.

“Ya Allah…” gumamnya lirih.

“Aku baru inget kata-kata Bu Siti semalam…”

Citra menatapnya dengan alis berkerut.

“Kata-kata yang mana?”

Dimas menarik napas panjang, suaranya bergetar.

“Bu Siti bilang… perempuan yang sedang datang bulan nggak boleh mendaki ke bukit Arga Dipa. Katanya tempat ini sensitif… dan mereka yang ‘menjaga’ gunung ini nggak suka dengan darah manusia.”

Lala langsung pucat.

“Jadi maksud kamu…"

Nando yang mendengar percakapan Dimas dan Lala ia maju selangkah, menatap Dimas dan Lala dengan wajah kesal.

“Dim, La… kalian bisa nggak sih nggak usah mikir aneh-aneh?” katanya dengan nada tinggi.

“Setiap hal dikaitin sama hal mistis! Novi cuma datang bulan kok. Jangan lebay!”

Tak lama kemudian, Novi keluar dari balik semak-semak sambil merapikan jaketnya. Wajahnya tampak lega,

Nando yang sedari tadi menunggu bersandar di batu besar langsung tertawa kecil.

“Tuh kan,” katanya sambil melirik ke arah Lala dan Citra,

“gak ada apa-apa. Kalian sih terlalu mikirin apa kata Bu Siti. Katanya gak boleh naik kalau lagi datang bulan lah, nanti marah penunggu gunung lah… omong kosong.”

Lala mendengus pelan, tapi matanya masih gelisah.

“Namanya juga kepercayaan orang sini, Nando. Kita harusnya tetap hormat.”

“Ah, La… kalau semua omongan orang kampung kita ikutin, gak bakal ada yang berani keluar rumah,” sahut Nando, berusaha terdengar santai.

“Lihat tuh, Novi juga aman-aman aja.”

Dimas, yang sedari tadi diam sambil memandangi pepohonan di sekitar mereka, tiba-tiba bersuara pelan,

“Beda gimana, Nov?”

Novi menggeleng perlahan.

“Kayak ada yang ngelihatin dari balik pohon. Tapi pas aku nengok, kosong.”

Ucapan itu membuat suasana hening sejenak. Angin yang tadi sepoi-sepoi kini terasa sedikit lebih dingin, membuat dedaunan di sekitar mereka bergemerisik pelan.

Citra mencoba menertawakan suasana.

“Udahlah, mungkin kamu cuma kebawa suasana aja, Nov. Lagian, kita kan di gunung, pasti banyak suara aneh yang kita gak pernah dengar di kota,"

Nando berjongkok cepat, mencoba mengalihkan perhatian dari suasana yang menegang. Ia meletakkan tas ranselnya di tanah dan membuka resleting bagian depan dengan tergesa.

“Udah, udah, jangan panik dulu. Nih…” katanya, suaranya sedikit bergetar tapi berusaha terdengar santai. Dari dalam tas, ia mengeluarkan selembar kertas yang sudah agak kusut dan kekuningan.

“Ini peta pendakian Bukit Arga Dipa. Temen gue dulu pernah naik ke sini, katanya jalurnya aman kok asal gak nyasar.”

Kertas itu terbentang di atas batu datar. Di atasnya tergambar jalur setapak berliku dari kaki bukit hingga ke puncak, lengkap dengan beberapa tanda tulisan tangan

Citra menatap peta yang terbentang di atas batu dengan wajah serius. Garis-garis jalur yang berliku tampak membuatnya sedikit bingung. Ia kemudian menoleh ke Nando yang masih jongkok di sampingnya.

“Jadi sekarang posisi kita udah di mana, Ndo?” tanyanya pelan.

Nando menelusuri peta itu dengan jarinya, matanya menyipit berusaha mencocokkan bentuk jalur dengan kondisi sekitar.

“Nah, ini…” katanya sambil menunjuk ke sebuah titik kecil bertuliskan ‘Pos Pendakian 1 – Batu Menetes’.

“Kita belum sampai di sini. Jadi posisi kita masih di bawahnya, agak dekat sama desa Mekar Sari.”

1
Nụ cười nhạt nhòa
Belum update aja saya dah rindu 😩❤️
Juan Darmawan: Tiap hari akan ada update kak😁
total 1 replies
ALISA<3
Langsung kebawa suasana.
Juan Darmawan: Hahaha siap kak kita lanjutkan 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!