Setelah orang tuanya bunuh diri akibat penipuan kejam Agate, pemimpin mafia, hidup siswi SMA dan atlet kendo, Akari Otsuki, hancur. Merasa keadilan tak mungkin, Akari bersumpah membalas dendam. Ia mengambil Katana ayahnya dan meninggalkan shinai-nya. Akari mulai memburu setiap mafia dan yakuza di kota, mengupas jaringan kejahatan selapis demi selapis, demi menemukan Agate. Dendam ini adalah bunga Higanbana yang mematikan, menariknya menjauh dari dirinya yang dulu dan menuju kehancuran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Request & Proposal
Setelah beberapa hari berlalu, dan janji telah diucapkan di antara mereka, Araya dan Indra mengatur pertemuan di tempat yang lebih terpencil.
Indra dan Araya bertemu di pinggir sungai yang sepi, jauh dari hiruk pikuk kota. Kontras yang mencolok terlihat jelas: di satu sisi, ada Porsche Carrera GT putih milik Araya yang elegan dan mahal. Di sisi lain, terparkir BMW M8 Competition hitam milik Indra—mobil taksi Guardian Taxi yang dimodifikasi, tampak bertenaga namun menyembunyikan identitas aslinya.
Indra keluar dari mobilnya, tidak lagi mengenakan tracksuit, melainkan jaket kulit sederhana yang membuatnya terlihat lebih siap. Araya menunggunya, menyandarkan tubuh di pintu mobil.
"Aku senang kau datang," kata Araya, menyambut Indra dengan tatapan serius.
"Aku sudah berjanji," jawab Indra, ekspresinya kembali dingin dan fokus. "Jadi, mari kita bicara misi. Apa yang harus kulakukan untuk gadis itu?"
Araya mulai menjelaskan tentang misinya. Ia menyerahkan flash drive kecil yang berisi semua informasi yang telah dikumpulkan timnya tentang Akari dan AgateX.
"Misi ini bukan hanya tentang Agate, Indra. Ini tentang Akari Otsuki. Dia sudah memilih jalannya, dan kita tidak bisa menghentikannya. Dia akan bergerak sendiri, melanggar semua aturan," jelas Araya.
Araya menatap Indra dengan mata memohon.
"Aku meminta padamu... Aku ingin kau menemani gadis bernama Akari ini. Aku khawatir Akari dalam bahaya besar. Dia cepat dan tangguh, tapi dia masih mentah dan dipenuhi amarah. Akari adalah ujung tombak kita, Indra. Dia adalah pembalas dendam yang akan memaksa Agate keluar dari persembunyiannya."
Araya menekankan pentingnya peran Indra.
"Ini kemungkinan akan menjadi pengungkapan kejahatan yang selama ini kita selidiki—jaringan korupsi di kepolisian yang melibatkan Agate. Jika Akari berhasil memicu reaksi, kita bisa menangkap para polisi korup itu."
"Kau adalah otak di luar protokol yang kita butuhkan, Indra. Lindungi Akari, dan bimbing dia. Tapi ingat," Araya tersenyum tipis, "jangan sampai Akari tahu kau adalah seorang mantan detektif, atau bahwa kau dan aku..."
Indra mengangguk, menyentuh topi di kepalanya. Ia mengerti. Ia akan menjadi sopir taksi yang kebetulan membantu, sebuah bayangan yang bekerja di balik layar untuk gadis yang kini memegang takdir mereka semua.
Araya mendengarkan penolakan diam Indra. Ia mengerti. Indra harus menjadi 'bayangan' mereka, tidak terlibat secara resmi.
"Baiklah, Indra," kata Araya, menyetujui peran barunya. "Kau dan Akari akan bekerja di bawah tanah. Kami, aku bersama Akihisa dan Miku, akan membantu di permukaan."
Araya menunjuk mobil BMW M8 Competition hitam Indra, yang merupakan anomali di antara taksi-taksi lain.
"Kami akan memastikan kalian tidak terlihat oleh polisi korup atau antek-antek Agate. Kami akan memanipulasi informasi di sistem, mengalihkan perhatian, dan menyaring data mentah untukmu. Kau dan Akari yang akan berada di lapangan."
Araya kemudian menatap Indra dengan serius, sebuah permintaan yang merupakan garis pemisah terakhir mereka.
"Ini sangat penting, Indra. Akari akan memburu orang-orang yang merampok orang tuanya, dan dia akan menemukan antek-antek Agate. Biarkan dia melukai, mengancam, dan menghancurkan semua yang ada di bawah Bos Besar AgateX."
"Namun," Araya menegaskan, "jika dia menemukan petinggi AgateX, kau harus menghentikannya. Jangan biarkan Akari membunuh mereka. Aku yang akan mengadili mereka."
Araya memegang flash drive di tangannya.
"Aku membutuhkan mereka hidup-hidup sebagai bukti. Aku yang akan memastikan mereka dieksekusi... secara hukum. Aku akan mengurus berkas, kesaksian, dan bukti yang dibutuhkan untuk membuat mereka tidak hanya dipenjara, tetapi dihukum mati di pengadilan. Itu adalah keadilan yang bisa kuberikan pada Akari."
Indra mengangguk. Ia mengerti perannya: menjadi perbatasan moral bagi Akari. Ia harus membimbing sang Higanbana, membiarkannya membakar rumput liar, tetapi mencegahnya menyentuh akar yang akan mereka tangkap dan adili.
Araya mengambil sebuah folder dari dalam mobilnya dan menyerahkannya kepada Indra.
"Ini berkas yang kau butuhkan," kata Araya. "Semua data intelijen yang kita miliki tentang Agate, dan yang terpenting, ini identitas Akari agar kau mengenalnya dan tahu latar belakangnya."
Indra mengambil berkas itu. Ia melihat dan membaca sekilas berkas tersebut, tatapannya terpaku pada foto Akari.
"Akari Otsuki," gumam Indra, mengamati foto gadis itu. "Atlet kendo. Korban bullying." Ia mengangkat alisnya. "Dia terlihat sangat tidak berbahaya. Kau yakin dia adalah 'ujung tombak' kita? Aku lebih mirip ujung tombak, tahu?"
"Jangan tertipu penampilannya," balas Araya. "Amukan dan disiplin yang digabungkan adalah kombinasi yang mematikan. Dia punya alasan yang sangat kuat."
Indra membalik-balik halaman, melihat laporan kekerasan Akari di sekolah.
"Lihat, dia bahkan tidak pernah melawan saat di-bully. Sekarang kau mau dia melawan mafia? Ini adalah ide gila, Araya."
"Ide gila yang kau butuhkan, bukan?" balas Araya.
Araya kemudian menyandarkan tubuhnya ke Porsche Carrera GT putih miliknya. Ia menatap mobil taksi Indra, BMW M8 Competition hitam.
"Omong-omong," ujar Araya, tersenyum kecil. "Mobilmu sangat mencolok. Semua taksi di Guardian Taxi itu rata-rata adalah Honda Accord lama. Kau sendiri yang bilang ingin 'hidup santai'."
Araya melangkah mendekat.
"Aku tahu kau diam-diam juga melakukan keadilan di luar hukum, Indra. Kau hanya terlalu Tsundere untuk mengakuinya. Mobil cepat itu bukan hanya untuk mencari nafkah halal. Kau menggunakannya untuk berlari kencang di jalanan, mencari penjahat rendahan, dan memberikan pelajaran selama ini ketika malam hari."
Indra tersenyum, senyum pertama yang tulus sejak Araya datang. Senyum itu mengandung sedikit pengakuan dan kenakalan.
"Oh, benarkah? Aku hanya menguji batas kecepatan, Araya. Tapi, jika kau tahu, apa kau akan menangkapku dan memenjarakanku sekarang? Atau kau mau ikut?" tantang Indra, matanya kini dipenuhi cahaya yang Araya rindukan.
Araya menggelengkan kepala pelan, menjawab tantangan Indra. Ia tidak menunjukkan amarah, melainkan senyum yang penuh cinta dan janji.
Ia kemudian mendekatkan wajahnya ke Indra, tatapan mereka saling mengunci, mengabaikan dunia di sekitar mereka.
"Mana mungkin aku menangkap dan memenjarakan calon suamiku?" bisik Araya, suaranya lembut namun tegas.
Indra, yang tadinya penuh percaya diri dan siap berdebat, seketika membeku. Pipinya yang dingin mulai memerah hebat. Sifat Tsundere-nya langsung muncul, membuatnya salah tingkah.
"A-apa?" tanya Indra, gagap. "Calon suami? Aku tidak ingat pernah membuat janji itu padamu, Araya. Jangan mengarang!"
Araya hanya tertawa kecil, tawa yang tulus dan sudah lama tidak didengar Indra. Ia meletakkan tangannya di dada Indra.
"Kau memang tidak membuatnya. Aku yang mengatakannya sekarang," balas Araya, senyumnya kini serius. "Aku ingin kau menikahi diriku setelah semua ini berakhir, Indra. Setelah kita menghancurkan Agate, membersihkan nama kita, dan mengembalikan keadilan pada Akari. Itu adalah satu-satunya cara bagiku untuk menebus kata-kataku."
Indra semakin salah tingkah. Wajahnya memerah hingga ke telinga. Ia mencoba menarik topi bisbolnya lebih rendah, berusaha menyembunyikan ekspresi terkejut dan bahagianya, tetapi sia-sia. Detektif jenius yang bisa melacak penjahat paling licik di kota itu kini tak berdaya menghadapi proposal pernikahan yang tiba-tiba.
Araya dengan mudah membuat Indra salah tingkah dan kehilangan semua kekuatannya. Indra tahu, ia tidak bisa menolak permintaan itu. Misi mereka kini bukan hanya tentang Akari dan keadilan, tetapi juga tentang masa depan mereka berdua.