Perselingkuhan antara Kaivan dan Diana saat tiga hari menjelang pernikahan, membuat hati Alisa remuk redam. Keluarga Kaivan yang kepalang malu, akhirnya mendatangi keluarga Alisa lebih awal untuk meminta maaf.
Pada pertemuan itu, keluarga Alisa mengaku bahwa mereka tak sanggup menerima tekanan dari masyarakat luar jika sampai pernikahan Alisa batal. Di sisi lain, Rendra selaku kakak Kaivan yang ikut serta dalam diskusi penting itu, tidak ingin reputasi keluarganya dan Alisa hancur. Dengan kesadaran penuh, ia bersedia menawarkan diri sebagai pengganti Kaivan di depan dua keluarga. Alisa pun setuju untuk melanjutkan pernikahan demi membalas rasa sakit yang diberikan oleh mantannya.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Alisa dan Rendra? Akankah Alisa mampu mencintai Rendra sebagai suaminya dan berhasil membalas kekecewaannya terhadap Kaivan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hidup Baru, Luka Lama
Suasana haru begitu terasa di pekarangan rumah Pak Brata. Pelukan hangat Bu Rosa yang begitu erat, seakan melepas kepergian putrinya menuju kehidupan baru. Matanya berkaca-kaca tatkala menatap Alisa. Dibelainya wajah putri semata wayangnya itu sambil mengulas senyum.
"Sekarang kamu akan menempuh hidup baru, Alisa. Ibu harap, kamu bisa menjadi istri yang berbakti pada suamimu. Layani dia seperti raja, maka kamu akan disayangi olehnya layaknya seorang ratu. Ibu yakin, seorang pria dewasa yang bertanggungjawab seperti Rendra tidak akan pernah mengecewakanmu," tutur Bu Rosa.
Alisa tersenyum, sembari menoleh sebentar memandangi suaminya yang sedang memasukkan barang-barang ke bagasi mobil. Tak lama kemudian, ia menatap lagi ibunya sambil mengangguk pelan.
"Aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Kak Rendra, Bu. Meskipun ...." Alisa tercenung sejenak.
"Ibu tahu, kamu belum sepenuhnya menerima Rendra sebagai suamimu," kata Bu Rosa menyela.
Alisa menatap ibunya dengan mata membulat.
"Tapi nggak apa-apa," ujar Bu Rosa mengusap pundak putrinya. "Bukankah cinta bisa tumbuh jika selalu menjalani kebersamaan saat suka maupun duka? Lagi pula, setelah menikah, arti cinta itu bukan lagi tentang getaran dalam dada maupun hasrat yang menggebu-gebu, melainkan seberapa luas kesabaran dan pengertian satu sama lain dalam menerima kelebihan ataupun kekurangan pasangan. Suatu saat nanti kamu akan mengerti."
Alisa mengangguk takzim, lalu berkata, "Terimakasih atas nasihatnya, Bu."
"Baiklah, sekarang naiklah ke mobil suamimu. Kalau ada waktu luang, jangan sungkan mampir kemari," ucap Bu Rosa disertai senyum lebar.
"Tentu saja, Bu. Aku pasti akan selalu rindu masakan Ibu," tegas Alisa.
Selesai mengucapkan perpisahan, Alisa mencium tangan ibunya, kemudian melambaikan tangan sembari berjalan menuju mobil. Bu Rosa balas melambaikan tangan dan tersenyum simpul. Dalam hatinya ia berharap rumah tangga putrinya berjalan baik-baik saja, meski harus diawali oleh kecanggungan dan kesedihan atas pengkhianatan cinta sebelumnya.
Rendra melajukan mobilnya meninggalkan kediaman Pak Brata. Matanya memandang lurus ke jalanan, fokus menyetir kendaraan.
Sikap Rendra yang tenang dan tetap tertuju ke jalanan, membuat Alisa merasa canggung. Ia masih merasa bersalah atas kejujurannya semalam, yang ditanggapi dingin oleh Rendra. Pria itu hanya menjawab dengan seulas senyum tanpa mengatakan apa pun setelah Alisa berterus terang akan tujuannya menikah demi membalas pengkhianatan Kaivan.
Setibanya di rumah Rendra, Alisa tertegun melihat kediaman kakak Kaivan yang begitu rapi dan asri. Kendati bangunannya terkesan minimalis dengan cat tembok berwarna abu-abu dan kusennya diberi sentuhan putih, halaman yang ditumbuhi berbagai bunga dan tanaman hias seakan menambah kesan sejuk nan segar di sekitarnya. Tempat penyimpanan mobilnya cukup luas, sehingga memungkinkan untuk menyimpan kendaraan lebih kecil seperti sepeda motor.
"Ayo, Alisa, kita masuk!" ajak Rendra yang selesai mengambil koper dari bagasi mobil.
Alisa mengangguk, lalu mengikuti Rendra dari belakang. Pria itu segera membuka pintu, dan mempersilakan Alisa masuk lebih dulu.
Sejenak, Alisa mengedarkan pandangan ke seisi ruang tamu. Terdapat sofa serta meja kecil dengan vas bunga di atasnya. Berjalan lebih dalam, Alisa menemukan satu pintu kamar dekat ruangan utama yang mengarah ke ruangan keluarga dan pintu kamar kedua di sisi lain.
"Kamu mau tidur di kamar mana? Kamar depan atau belakang?" tanya Rendra sembari menaruh koper di ruang utama.
"Hmmm ... Sepertinya aku akan memilih kamar belakang. Tapi, kenapa kita harus tidur terpisah? Apa Kakak marah karena aku bilang kalau tujuan menikah ini--"
Rendra tertawa kecil. "Ini nggak ada hubungannya dengan ucapanmu semalam. Aku hanya ingin kamu merasa nyaman tinggal di sini dan menikmati privasimu. Tenang saja, aku nggak marah kok."
"Serius?!" Alisa membelalakkan mata. "Aku pikir, Kakak akan marah karena ... tujuanku berumah tangga ini tidak lain adalah balas dendam perbuatan Kaivan."
"Dia memang harus diberi pelajaran." Rendra tercenung sambil mengangguk pelan. "Tapi nggak apa-apa, setidaknya dengan begitu dia bisa belajar pentingnya menghargai kehadiran seseorang."
"Jadi ... Kakak setuju dengan tujuan pernikahanku untuk membalas perbuatan Kaivan? Kalau begitu, kita bisa berpura-pura romantis di depan dia biar semakin tersulut amarah! Bagaimana?" cetus Alisa mendekati Rendra dengan mengangkat kedua alisnya.
"Hmm ... Aku rasa ... sepertinya nggak ada gunanya kalau kita cuma berpura-pura romantis di depan Kaivan," kata Rendra sambil melipat kedua tangannya.
"Loh? Kenapa?" Alisa mengernyitkan kening.
"Jika kita bisa sama-sama bahagia, untuk apa berpura-pura romantis di depan Kaivan? Lagi pula, pembalasan terbaik adalah menjadi diri yang baru dan mampu menerima luka dengan lapang dada," jelas Rendra.
Alisa mengembuskan napas berat dengan mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Kenapa? Kamu nggak setuju dengan pendapatku?" Rendra menatap Alisa lebih dekat.
Alisa terhenyak. "Ng? E-Enggak, hanya saja ... aku justru merasa malu menjadi istri Kakak. Pemikiran Kakak jauh lebih bijak dari yang aku kira. Aku merasa kalau aku ini cuma iblis yang sedang memanfaatkan kebaikan malaikat."
Rendra terkekeh-kekeh seraya berkata, "Nggak usah berlebihan. Aku bukan malaikat yang selalu benar."
Alisa tersenyum tipis.
"Sekarang, kita jalan ke sana," ajak Rendra menunjuk dapur.
Alisa mengangguk dan mengikuti Rendra. sekali lagi ia tertegun melihat perabotan dapur yang cukup lengkap. Terdapat kulkas dua pintu di salah satu sudut dapur. Kompornya tampak bersih dan mengkilap. Wajan serta piring-piring tersusun rapi di sudut lain. Jika ingin mencuci piring, Alisa bisa melakukannya di ruangan yang sama.
Di sebelah dapur, terdapat kamar mandi yang tak begitu besar. Meski begitu, saluran airnya berfungsi cukup baik, bahkan jarang macet. Lalu, di belakang dapur, terdapat mesin cuci sekaligus tempat menjemur pakaian.
"Perabotan selengkap ini Kakak beli dari jauh-jauh hari?" tanya Alisa, terkesima memandangi tempat menjemur pakaian.
"Tentu saja. Rasanya aneh jika rumah yang dibeli satu tahun lalu masih kosong melompong," jelas Rendra.
Alisa menoleh dan berbalik badan memandang Rendra yang sedang berjalan mengambil gelas di dapur.
"Lalu ... tujuan Kakak membeli rumah dan seisinya untuk apa? Bukankah rumah ibu Kakak juga sama-sama nyaman? Pasti Kakak sudah merencanakan semua ini karena ingin segera berumah tangga dengan perempuan idaman Kakak, kan?" tanya Alisa, penasaran.
Rendra segera berbalik badan, lalu meneguk air di gelasnya sampai habis. "Bisa ya, bisa tidak. Kalaupun benar sampai berumah tangga, setidaknya aku tidak perlu menyusahkan istri dalam membeli perabotan, terutama untuk memasak makanan dan mencuci pakaian."
Alisa menyengir sambil menggaruk belakang kepalanya. "Tapi aku nggak terlalu jago memasak, Kak. Memang, aku suka membuat kue, tapi untuk memasak makanan rumahan ... aku nggak begitu mahir. Belum lagi kalau mencuci pakaian, tanganku suka gatal-gatal," ungkapnya sungkan.
"Itu bukan masalah besar. Kita bisa beli makanan di luar kalau kamu kelelahan bekerja. Lagi pula, kamu ini istriku, bukan pembantu," sanggah Rendra.
Bergetar hati Alisa mendengar perkataan Rendra. Baru kali ini ia merasa berharga di mata seorang pria. Selama berhubungan dengan Kaivan, dirinya sering merasa kurang karena tuntutan kekasihnya yang bertubi-tubi.
Kaivan sering marah jika keinginannya membeli barang kesukaan tidak dituruti, bahkan saat berkencan pun selalu Alisa yang membayar makanan dan minumannya. Kendati demikian, Alisa tetap berusaha memenuhi semua kemauan Kaivan karena rasa cinta yang tulus dan ingin hubungannya tetap langgeng. Namun, rupanya takdir berkata lain.
Di tengah obrolan mereka, terdengar suara kaca pecah dari depan. Maka bergegaslah Rendra menuju sumber suara itu berasal, disusul Alisa di belakangnya.
Ketika tiba di ruang tamu, Rendra terperangah mendapati kaca jendela rumahnya telah berserakan. Begitu pula dengan Alisa yang tak kalah terkejutnya melihat pecahan kaca di lantai.
"Astaga! Sepertinya kita harus segera mengganti kaca jendela," desis Rendra memperhatikan jendela rumahnya.
Adapun Alisa, memungut batu besar yang dibalut kertas putih dari bawah sofa. Ia segera membuka kertas itu dari batu dan menemukan tulisan di sana.
Selamat datang di kehidupan baru, Pengantin Baru! Penderitaan kalian akan dimulai detik ini juga.
lanjut thorrrr.