Kata orang, roda itu pasti berputar. Mereka yang dulunya di atas, bisa saja jatuh kebawah. Ataupun sebaliknya.
Akan tetapi, tidak dengan hidupku. Aku merasa kehilangan saat orang-orang disekitar ku memilih berpisah.
Mereka bercerai, dengan alasan aku sendiri tidak pernah tahu.
Dan sejak perceraian itu, aku kesepian. Bukan hanya kasih-sayang, aku juga kehilangan segala-galanya.
Yuk, ikuti dan dukung kisah Alif 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perceraian
Niat semulanya, Misna malah melajukan sepeda motornya ke rumah Neli. Ia ingin mengadu dan meminta Neli untuk menasehati Haris.
Sampai disana, Alif di sambut hangat oleh Neli.
"Alif, nonton tv aja ya. Nenek sama ibu mau ngobrol bentar." ujar Neli, dia tahu maksud kedatangan menantunya. Apalagi, mata menantunya terlihat bengkak, akibat terlalu lama menangis.
"Ada apa?" tanya Neli, kala mereka berada di teras.
"Bang Haris bu ..." Misna menceritakan semuanya.
Mendengar itu, Neli memejamkan matanya, dia tak menyangka jika anak semata wayangnya sampai melakukan perbuatan keji itu.
Tak lupa Misna juga menceritakan perihal Haris yang tidak mau bekerja setiap hari. Dia hanya mau bekerja, kala uang belanja habis.
"Kenapa kamu baru cerita sekarang?" tanya Neli.
"Karena, aku pikir itu aib bu ... Tapi sekarang aku udah gak tahan. Aku lelah bu ,,," isak Misna di pangkuan mertuanya. "Izinkan aku untuk menyudahi semuanya, aku ingin bercerai." lanjut Misna.
Neli memejamkan matanya, ia ikut merasakan kepedihan yang di alami menantunya.
"Bersabarlah Misna. Kasihan Alif."
"Maafkan aku bu, aku menyerah ..." lirih Misna.
Misna dan Alif kembali ke kontrakan, karena tidak melihat adanya Haris. Misna pun, mengepak semua pakaian Haris. Ia ingin, hari ini juga Haris keluar dari kontrakan. Apalagi, jika Haris tidak membayar emas ibunya.
Malamnya, Haris kembali. Dia membelikan sebuah ponsel baru untuk Misna. Berharap, istrinya luluh dengan hadiah yang dibawanya.
"Ini, apa?" tanya Haris, kala melihat tas dan kantong yang berisi baju-bajunya.
"Kembalikan emas ibuku." Misna menadah tangannya.
"Ini, aku belikan kamu ponsel baru." Haris memberikan Misna ponsel.
"Kamu membeli ini dengan uang hasil curian?" sinis Misna.
"Ayo lah, sayang. Mari kita nikmati uang ini berdua." rayu Haris, duduk di ranjang samping Misna. Bahkan, ia merangkul Misna.
"Aku, gak mau menikmati sesuatu yang berasal dari uang haram. Kembalikan emas ibuku bang." tekan Misna.
"Atau, kita bercerai ..." lanjutnya, kala melihat Haris yang diam saja.
Haris terperangah, dia tidak menyangka jika Misna mengatakan hal itu.
"Hanya emas kan? Oke aku kembalikan. Tapi berikan aku waktu."
"Seminggu, ibuku hanya memberikan waktu satu minggu. Kalo kamu gak membayarnya, siap-siap kamu masuk penjara." ancam Misna menunjuk wajah Haris.
"Kamu, gak mungkin mau aku di penjara kan sayang?" Haris menelan ludah.
"Itu lebih baik untukku, dari pada aku harus menanggung malu pada keluargaku!" seru Misna.
"Baiklah, kita bercerai. Tapi dengan syarat, jangan pernah tuntut aku masalah emas itu." ucap Haris tanpa pikir panjang.
Karena bayangan penjara, lebih menakutkan dari segalanya.
Misna memejamkan matanya, bersiap mendengar kata-kata yang tak pernah di bayangkan akan terjadi dalam pernikahannya.
"Sebelumnya, bolehkah aku minta kamu layani untuk terakhir kalinya?" tanya Haris.
Alih-alih menjawab, Misna memilih memalingkan wajahnya, ke samping.
"Baiklah, aku talak kamu dengan talak satu Misna Sari. Mulai malam ini, kamu bukan lagi istriku." ucap Haris dengan perasaan yang sulit diartikan.
Setelah sebulan perceraiannya dengan Haris. Misna memilih untuk kembali ke rumah orang tuanya. Tentu saja, dia membawa Alif untuk ikut serta.
Namun, perlakuan yang di terima Alif sungguh berbeda dengan anak-anak abangnya. Bahkan, Ratna terang-terangan mengumpat Alif dengan sebutan anak pencuri.
Saat Alif merebut mainan sepupunya aja, Ratna langsung mengatakan jika Alif, begitu gara-gara mengalir darah pencuri.
"Jadi, kapan kamu membayar emasku?" tanya Ratna suatu malam. Saat, itu Alif sudah tertidur, di depan televisi.
"A-aku, bukan aku yang mengambilnya bu." sanggah Misna.
"Tapi, saat itu kamu masih istrinya Haris. Ibu gak mau tahu, kamu harus membayarnya Misna. Atau bila perlu, kamu jadi tkw aja, biar kamu bisa melunasinya dengan cepat." kata Ratna.
"Tapi, bagaimana dengan Alif?"
"Halah, serahkan dia sama ayahnya. Aku gak mau menjaganya, karena aku takut jika nanti cucuku yang lain ikut-ikut mencuri seperti ayahnya." sinis Ratna dengan mulut mengerucut.
"Bu, Alif masih kecil loh. Jangan ngomong begitu!" peringat Misna.
"Karena masih kecil, kita harus sering mengingatkannya tentang apa yang telah ayahnya lakukan. Semua itu, semata-mata biar dia tidak mengikuti jejak Haris." cerocos Ratna tak mau kalah.
Karena terus didesak oleh ibu, ayah dan abangnya. Terpaksa, Misna melamar menjadi tkw di negeri jiran. Karena dengan begitu, dia bisa melunasi emas ibunya.
Setelah mendapatkan jadwal kepergiannya. Misna mengajak Alif untuk mengunjungi ayahnya, dan bocah yang berumur lima tahun itu langsung kegirangan.
"Ibu, aku titip Alif ya." ujar Misna,setelah sejenak basa-basi.
Ia menatap Alif yang sedang bermain pasir di halaman Neli.
"Mau kemana?" tanya Neli lembut.
"Aku mau ke malaysia bu, aku ingin bekerja disana," sahut Misna.
"Kamu mau meninggalkan Alif?" Neli bertanya dengan nada terkejut.
"Mau bagaimana lagi? Ibuku, terus saja mendesakku untuk membayar emas yang di curi bang Haris tempo dulu. Dan jik aku bekerja disini, aku takut, uangnya akan lama terkumpul bu." jelas Misna.
"Tapi,"
"Bu, jika aku tidak kesana. Apa ibu sanggup membayarnya?" tanya Misna menatap Neli nyalang. "Aku hanya minta tolong bu, lagipula Alif itu cucumu, cucu satu-satunya. Dan jika bukan karena anakmu, aku gak mungkin pergi kesana. Jadi, jangan menolak permintaan ku ini." ucap Misna keukeh.
Neli menghela napas. "Bagaimana kalo ..."
"Aku pergi bu, tolong jaga Alif sebagai gantinya. Dan aku, tidak akan mengirimkan kalian uang, sebab aku ingin melunasi emas ibu terlebih dulu. Minta lah, bang Haris untuk bekerja." potong Misna.
Kemudian, dia bangkit dari kursi yang ada di teras, dan melenggang pergi begitu saja.
Alif yang mendengar suara sepeda motor ibunya, langsung meraung mengejar. Akan tetapi, Misna tidak menghentikannya, dia hanya melirik dari spion, dimana Neli yang memeluk Alif, untuk menenangkannya.
"Maafkan ibu Alif, hidupmu akan lebih baik disana. Dan kamu gak akan mengingat betapa kejamnya, mulut nenek Ratna."
Flashback off___
Suara tangisan bayinya, membuat Misna terkejut, padahal sang bayi sedang minum asi. Namun, dia seakan-akan tahu tentang kegelisahan hatinya.
"Cup, cup, cup ... Jangan nangis lagi ya sayang!" bujuk Misna menepuk-nepuk pelan punggung bayinya.
Misna sadar, jika perbuatannya salah. Namun, dia gak mungkin datang sekarang. Apalagi, mertuanya melarang keras jika ia mengurus Alif, apalagi memakai uang dari Faisal.
"Mungkin, lebih baik begini." gumamnya menguatkan hatinya.
Rasa rindu perlahan terkikis karena terbiasa tanpa sosok Alif, dia pun berusaha tidak mencari tahu tentang keadaan anaknya, karena yakin jika Haris dan Neli bisa mengurus Alif sebaik mungkin.
Apalagi, menurut kabar angin yang terakhir di dengarnya, Haris benar-benar berubah. Dia udah pergi merantau untuk pertama kalinya di hidup.
"Ibu, aku pulang." seru Raffa.
"Ganti baju ya sayang, terus cuci kedua tangan dan kakinya." ujar Misna mencubit pipi Raffa.
Bocah lelaki itu pun berlari menuju kamarnya yang berada tepat di samping kamar orang tuanya.
Setelah memastikan bayinya tidur dengan nyaman, Misna pun keluar pelan-pelan. Dia berencana akan membuat semur daging untuk menu siang ini.
Karena Misna harus memastikan gizi yang baik untuk Raffa.
Dan dia melupakan Alif, yang sudah makan, atau belum. Bahkan ia tak tahu, jika Alif tak pernah memakan daging kecuali jika Neli mendapatkan undangan kenduri, itupun ia harus bantu-bantu masak terlebih dulu.