Desa Semilir dan sekitarnya yang awalnya tenang kini berubah mencekam setelah satu persatu warganya meninggal secara misterius, yakni mereka kehabisan darah, tubuh mengering dan keriput. Tidak cukup sampai di situ, sejak kematian korban pertama, desa tersebut terus-menerus mengalami teror yang menakutkan.
Sekalipun perangkat desa setempat dan para warga telah berusaha semampu mereka untuk menghentikan peristiwa mencekam itu, korban jiwa masih saja berjatuhan dan teror terus berlanjut.
Apakah yang sebenarnya terjadi? Siapakah pelaku pembunuhannya? Apakah motifnya? Dan bagaimanakah cara menghentikan semua peristiwa menakutkan itu? Ikuti kisahnya di sini...
Ingat! Ini hanyalah karangan fiksi belaka, mohon bijak dalam berkomentar 🙏
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Petaka Di Balik Kabut
Malam harinya saat Guntur sedang melakukan pencarian dengan timnya, tiba-tiba roh leluhurnya berbisik dan menyuruhnya agar segera pergi dari desa itu.
Awalnya pemuda indigo itu sempat bimbang, tapi karena roh leluhurnya terus menyuruhnya untuk segera pergi, maka dia pun menghampiri ketua timnya dan menyampaikan maksudnya.
Mendengar penuturan Guntur, ketua tim yang bernama Pak Heri itu mulai memiliki perasaan yang tidak enak, tapi karena sudah sepakat untuk melanjutkan pencarian apalagi dia diberi tanggung jawab sebagai ketua tim, maka pria itu pun tetap melanjutkan penyisiran dengan yang lainnya.
Setelah pamit dengan ketua timnya, Guntur dan Nino pun segera kembali ke balai desa untuk mengambil motor lalu meluncur meninggalkan Desa Glagah.
Seperti yang telah disepakati tadi, jam 10 malam, semua kelompok harus kembali ke balai desa untuk istirahat dan pencarian akan dilanjutkan keesokan harinya.
Tim pencari itu bermalam di area balai desa dengan fasilitas seadanya. Ketika mereka sedang melakukan pencarian tadi, para kaum hawa, atas perintah Bapak Kepala Desa, dihimbau untuk menyediakan makanan dan minuman semampu mereka sebagai bentuk keramah-tamahan mereka terhadap para tamu.
Ketika tim yang diketuai oleh Pak Heri tiba di balai desa, pria itu pun segera mencari Pak Shodiq untuk memberitahu perihal kepulangan Guntur dan Nino beserta alasannya.
Mendengar perkataan Pak Heri, polisi berpangkat Bripka itu merasa was-was dan dia pun segera mengumpulkan personelnya dan anggota dari kodim untuk menyampaikan sebuah pemberitahuan agar malam itu mereka tetap berjaga-jaga demi keselamatan yang lainnya.
Tepat tengah malam, dari hutan terlarang, muncullah kabut tebal yang bergerak menuju ke Desa Glagah, yang 15 menitan kemudian kabut itu sudah sampai di pinggiran desa.
Dengan gerak pelan namun pasti, kabut tebal tersebut sudah menyelimuti sebagian area Desa Glagah hingga akhirnya sampai di balai desa. Kekhawatiran Pak Shodiq dan yang lainnya pun semakin bertambah dengan adanya kemunculan kabut tebal itu.
"Astaghfirullah al-adziiim... Kenapa musim panas begini ada kabut setebal itu?" Pak Purnomo, Kepala Desa Glagah yang saat itu sedang duduk di samping Pak Shodiq beristighfar karena merasa aneh.
"Kita berdoa saja Pak semoga tidak ada kejadian buruk," timpal polisi berpangkat Bripka itu sekalipun hatinya sedang cemas.
"Iya Pak, saya berharap kita semua di sini baik-baik saja," ucap Pak Purnomo.
Begitu kabut tebal itu sudah menjangkau balai desa, semua orang yang masih terjaga saat itu tidak bisa melihat sekitarnya, seolah-olah mereka sedang dikepung oleh kabut tebal tersebut.
Untuk menenangkan hati, sebagian dari mereka ada yang berdoa dalam hati dan ada yang melantunkan surat-surat pendek dengan pelan, berharap tidak ada hal buruk yang menimpa mereka ataupun para warga.
Setelah kabut tebal itu menyelimuti semua daerah Desa Glagah, dari hutan terlarang muncullah puluhan kelelawar yang semua matanya berwarna merah menyala. Kumpulan binatang nokturnal tersebut terbang dalam diam menuju ke balai desa.
"Aa!"
"Aa!"
"Aa!"
Terdengar teriakan sahut-menyahut dari mulut tim pencari itu karena mereka digigit oleh sekelompok kelelawar tadi. Suasana berubah menegangkan ditambah lagi mereka tidak bisa melihat ke sekitarnya gegara kabut tebal.
"Apa ini?!" celetuk salah satu dari mereka.
"Sepertinya kita digigit oleh sesuatu!" sahut yang lainnya.
"Jangan-jangan kita digigit kelelawar iblis!" timpal yang lain lagi.
Kejadian itu berlangsung sangat cepat karena sekelompok kelelawar tadi sudah terbang lagi ke arah hutan terlarang. Binatang itu memang hanya ditugaskan untuk memberikan gigitan, namun gigitan mereka bukanlah gigitan biasa yang efeknya baru terasa beberapa jam kemudian.
Sepeninggal kelelawar tadi, semua orang mencium aroma langu, yang mereka yakini itu berasal dari tubuh binatang tadi.
Suasana di balai desa kembali tenang dan bersamaan dengan itu kabut tebalnya bergerak ke arah Barat lagi untuk kembali ke hutan terlarang. Hanya butuh waktu 30 menitan kabut itu meninggalkan Desa Glagah.
"Astagfirullah al-adziim...," beberapa pria tampak beristighfar setelah kabut tebal itu meninggalkan balai desa.
"Bapak-Bapak, Mas-Mas, bagaimana kabar kalian? Baik-baik saja kah?" tanya Pak Purnomo.
"Alhamdulilah, saat ini kita masih baik-baik saja Pak, tapi kami mendapat gigitan," balas salah satu dari mereka sambil melihat bekas gigitan di tangan kanannya.
"Sepertinya ini beneran gigitan kelelawar," sela seorang yang lain seraya mengamati bekas gigitan yang ada di kakinya.
"Tujuan kelelawar itu menggigit kita apa ya?" tanya yang lainnya penasaran.
"Jangan-jangan ini seperti peringatan," timpal orang yang lain.
"Mudah-mudahan gigitan ini tidak berdampak apa-apa," kata yang lain lagi.
"Amiiin...," sebagian besar dari mereka meng amini.
Tapi harapan mereka pupus karena ketika pagi menjelang sebagian besar dari mereka mulai ada yang mual, muntah-muntah, panas dingin, dan sakit di sekujur tubuhnya.
Menghadapi situasi genting seperti itu, sekalipun kondisi fisik Pak Shodiq sendiri juga mulai merasakan panas dingin, dengan dibantu para warga, mereka memapah tim pencari dari kelompok sukarelawan untuk dinaikkan ke mobil truk kepolisian agar segera dibawa ke rumah sakit.
Setelah mobil truk itu meninggalkan balai desa, Pak Shodiq segera menelpon pihak rumah sakit agar mereka mengirimkan beberapa mobil ambulance untuk mengangkut orang yang tersisa yang sebagian besar berasal dari personel kepolisian dan kodim termasuk Bapak Kepala Desa. Tak lupa, polisi berpangkat Bripka tersebut juga melaporkan kejadian itu ke atasannya.
Kondisi para kaum adam yang masih berada di balai desa semakin tambah parah, yang mana kulit mereka mulai terlihat membiru dan semuanya mengalami kelumpuhan. Para warga yang menyaksikan kejadian itu merasa sangat prihatin dan semakin ketakutan dengan musibah yang sudah melanda desa mereka.
45 menitan kemudian, beberapa mobil ambulance pun datang, dengan dibantu oleh para warga, driver ambulance segera menggotong tubuh para korban ke dalam mobil itu lantas segera meluncur ke rumah sakit.
Begitu mendapat laporan dari Pak Shodiq, Bapak Kepala Polsek bergerak cepat dengan melaporkan peristiwa itu ke Bapak Bupati sekaligus menghubungi beberapa pihak terkait agar mereka memberikan perhatian khusus termasuk menanggung biaya pengobatan bagi tim sukarelawan.
Karena kejadian itu ada unsur mistisnya, Bapak Kepala Polsek juga meminta bantuan pada beberapa kyai dan ustad untuk memeriksa sekaligus mengobati para korban.
Kabar serangan kelelawar yang membuat para tim pencari masuk rumah sakit didengar juga oleh Guntur, yang membuat pemuda itu turut merasa prihatin dan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk sekaligus membantu mengobati para korban, karena Guntur sedikit memiliki kemampuan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh hal mistis yang dia warisi dari Eyang Kakung nya.