Hafsah bersimpuh di depan makam suaminya, dalam keadaan berbadan dua.
Karena kesalahan fatal dimasalalunya, kini Hafsah harus hidup menderita, dan berakhir diusir oleh orangtuanya.
Sepucuk surat peninggalan suaminya-Raga, berpesan untuk diberikan kepada sahabatnya-Bastian. Hafsah bertekad untuk mencari keberadaan sahabatnya itu.
5 tahun pencarian yang nihil, akhirnya Hafsah bertemu juga dengan Bastian. Namun, pertemuan itu mengungkap sebuah rahasia besar, yang akhirnya membuat Hafsah semakin benci setengah mati kepada Bastian.
"Bunda ... Yuna ingin sekali digendong Ayah!" Ucapan polos Ayuna mampu menggunjang jiwa Hafsah. Ia dihadapkan pada kebingungan, dan sebuah pilihan sulit.
Mampukah Hafsah mengendalikan rasa benci itu, demi sang putri? Dan, apa yang sebenarnya terjadi?
SAQUEL~1 Atap Terbagi 2 Surga~
Cuma disini nama pemeran wanitanya author ganti. Cerita Bastian sempat ngegantung kemaren. Kita simak disini ya🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31
Karena tidak sanggup membacanya hingga selesai, jadi tuan Gading langsung membuka lembaran paling akhir, yang dimana Hafsah menuangkan segala kekecewaannya kepada Bastian, disaat wanita cantik itu tau, bahwa sang sahabat lah yang telah merenggut kesuciannya.
"Jikapun saja aku tahu, jika kamu yang sudah mengambil kesucianku ... Demi ALLAH, aku tidak akan mau bersahabat lagi denganmu, Bastian Atmaja!"
"Kamu pergi meninggalkan tanggung jawabmu, menimpakan semuanya pada mas Raga, tanpa kamu merasa bersalah sama sekali. Kamu bebas melanjutkan hidup tanpa beban. Sedangkan aku ... Aku dengan tangisanku menahan segala nyeri, sesak, bahkan aku lupa untuk caranya melanjutkan hidup pada saat itu. Dan beruntungnya aku, ada pria berhati malaikat seperti mas Raga, yang mau bertanggung jawab kepadaku. Mengakui kebejadanmu sebagai darah dagingnya. Sunggu aku menyesal bersahabat dengamu, Bastian!"
Lalu, ada sebuah tulisan, yang dimana didalamnya terdapat tiga nama yang menyebutkan persahabatan mereka. Namun Hafsah mencoret nama Bastian, dan hanya menyisakan namanya dengan sang suami, Ragantara.
Tuan Gading mematung ditempatnya. Rasanya, oksigen didalam dadanya tercekat, hingga bernafas sulit sekali. Tanganya semakin meremas buku diary itu. Nafasnya mulai tersengal, bersamaan munculnya kemarahan yang terpendam.
'Nggak, ini pasti bukan Bastian putraku! Dia tidak mungkin menjadi pengecut seperti ini! Dan lagi ... Bastian tidak mungkin mengotori wanita manapun! Dia putraku, dan aku yang lebih tahu tabiatnya!'
Sorot mata tuan Gading saat ini penuh dengan kobaran api kemarahan. Dia masih menggelengkan kepala pelan, mencoba menepis semua pernyataan yang baru saja dia ketahui. Putra yang dia puja sebagai pria sejati. Pria dengan segala kecerdasan, kebaikan, sikap penyayang terhadap sesama. Tidak menutup kemungkinan akan berbuat hal sekeji itu.
Dan lagi, tuan Gading menundukan pandangannya, karena masih ada satu rangkuman kalimat tentang putri Hafsah.
"Dan sekarang, setelah semuanya berlalu. Aku yang hampir sembuh dengan lukaku ... Lalu kau bebas dengan datang menemui putriku. Anak tanpa dosa yang kini sudah tumbuh menjadi bocah manis, tanpa pernah merasakan hangatnya pelukan sang Ayah. Jikapun mas Raga masih hidup ... Aku pasti tidak akan mencari tahu tentang kebenaran semua ini. Rasanya tidak rela, setelah 5 tahun ini kamu datang, dan langsung mengakui putriku sebagai putrimu. Janin yang sudah kamu abaikan dulu!"
Brak!!!!
Merasa penat, tuan Gading langsung melemparkan buku diary itu diatas meja kaca kecil. Dia menyunggar kepalanya, masih berharap itu semua hanyalah fiktif karangan belaka.
Arghhh!!!!
Tuan Gading menumpahkan segala amarahnya dengab teriakan frustasi. Dia masih tidak habis pikir, entah mengapa ada kejadian sekeji itu. Berarti, dia selama ini sudah memiliki seorang cucu?
Langkah tuan Gading berhenti ditepi balkon. Dia menopangkan kedua tanganya pada pembatas balkon, mulai mengatur oksigen dalam pernafasannya.
Sementara sang putra. Bastian kini baru saja keluar dari Resto, setelah makan siang bersama Ainun.
Drrt.. Drrt..
Mendengar ponsel yang berada ditangannya berdering, Bastian langsng saja mengangkat, karena tahu Papahnya yang baru saja memanggil.
"Iya Pah, apa?"
"Cepat kembali kekantor! Papah tunggu diruangan Papah!" Setelah mengatakan itu, Tuan Gading langsung memutus panggilannya.
Tut!!!!!!
Bastian spontan mengerutkan dahi. Merasa bingung, ada apa yang sebenarnya terjadi. Dia dapat merasakannya, karena tadi suara sang Papah terdengar dingin, seakan menahan kemarahan yang besar.
"Apa ada sesuatu?" tanya Ainun menoleh sekilas, saat Bastian baru masuk.
Bastian menggelengkan kepala singkat, "Tidak ada! Papah hanya meminta agar aku langsung ke kantor lagi."
Setelah itu Bastian melajukan kembali mobilnya. Sebelum kembali, dia harus mengantarkan Ainun ke kantornya terlebih dahulu.
Dan untuk perjalanan kali ini, mereka berdua hanya diam, tampak kalut dalam pikirannya masing-masing. Bastian fokus dengan menyetirnya, sementara Ainun tampak sibuk bertukar pesan dengan sang kekasih.
Karena tidak terlalu jauh dari Resto, kini mobil Bastian sudah sampai dihalaman perusahaan tuan Dirga. Ainun segera turun.
"Terimakasih, Bastian!"
"Oke, sama-sama! Aku kembali dulu," jawab Bastian tanpa dia turun. Setelah itu dia kembali melanjutkan perjalanannya menuju kantor miliknya.
Kala mobil Bastian baru saja keluat dari gerbang. Disisi kiri ada sebuah pria muda yang berdiri disamping motor bututnya, tengah menatap kedalam perusahaan, disaat melihat sang kekasih baru saja kembali diantarkan mobil yang baru saja melewatinya kini. Tangan pria itu terlihat menenteng sebuah kantung plastik, yang dimana terdapat sekotak bekal didalamnya.
Dialah Firman, kekasih Ainun.
"Ainun ...." Firman memanggil sang kekasih, sambil mengangkat kantung palstik yang dipegangnya saat ini.
Ainun yang sudah tahu, akan kedatangan sang kekasih. Dia langsung saja tersadar, dan bergegas berjalan keluar. Senyum hangat dibibirnya terlukis indah, semakin membuat paras cantik diwajahnya bertambah.
"Firman, kamu sudah lama? Maaf!" rengek Ainun menampakan wajah gemasnya.
Firman mengusap kepala sang kekasih, "Tidak juga! Kamu pasti belum makan siang, kan? Ini aku tadi sudah membuatkan nasi goreng buat kamu."
Ainun merasa bersalah. Jika saja kekasihnya memberitahu, akan mengirimkan makan siang, mungkin saja dia akan menolak ajakan Bastian untuk makan siang bersama.
"Terimakasih, Firman! Aku pasti bakal menghabiskannya. Apa kamu juga sudah makan?"
Firman mengangguk tulus. Pikirannya masih berkecamuk, tentang hal yang baru saja dia lihat tadi.
"Ya sudah ... Sekarang sudah hampir jam 1, kamu masuk dulu gih! Jangan lupa dimakan, biar fokus kerjanya!"
Ainun menggenggam sejenak tangan sang kekasih. Setelah itu dia melonggarkan genggaman tanganya. Dia langsung melenggang masuk kedalam, sambil melambaikan tangan.
Firman hanya dapat tersenyum nanar, dengan tangan melambai. Setelah itu dia kembali memakai helm, dan segera menjalankan motor bututnya.
'Ya ALLAH ... Aku bukannya ingin berpikir negatif! Tapi siapa pria didalam mobil itu? Apa tadi Ainun sudah makan siang bersamanya? Nggak, nggak! Aku lebih percaya dengan Ainun daripada kecemasanku ini!'
*
*
*
*
~Atmaja Group Official~
Begitu sampai, Bastian langsung saja turun dari mobilnya. Langkah jenjangnya membawa dia menuju ruangan sang Papah.
Setelah sampai didepan ruangan tuan Gading, Bastian langsung saja membuka pintu itu, dan melenggang masuk begitu saja, tanpa rasa curiga apapun. Pikiranya, pasti berhubungan dengan perusahaan.
Bastian sempat mengentikan langkah sejenak, hingga dia melanjutkan jalannya. Keningnya mengernyit, kala mendapati sang Papah seakan tidak perduli dengan kedatanganya. Parubaya itu memalingkan wajah kearah samping, membiarkan hawa dingin yang mencekat, dengan bebas melewati kornea matanya.
Karena saat ini tuan Gading tengah menatap lurus kedepan, dengan tatapan kosong.
"Pah, ada apa?"
Mendengar teguran sang putra, tuan Gading langsung membanting kuat buku diary tadi, diatas meja kerjanya.
Brak!!!!
Bastian terkejut, dengan tatapan penuh tanya besar. Dia sendiripun tidak paham, buku apa itu, dan apa maksud sang Papah membanting buku tersebut.
Tuan Gading segera bangkit. Tatapanya langsung menghunus kearah sang putra, dengan amarah yang sudah memuncak.
"KATAKAN? APA MAKSUD SEMUA INI, BASTIAN? HAL KEJI APA YANG TELAH KAMU PERBUAT? JAWAB!" bentak sang Papah, hingga urat dilehernya ikut menonjol. Tuan Gading kali ini benar-benar marah besar.
Degh!
Bastian tersenyum paksa, masih tidak mengerti dengan kemarahan sang Papah. "Hal keji apa maksud Papah? Bastian sama sekali nggak ngerti?" sangkal Bastian.
"Ambil! Ambil buku itu, dan bacalah!" tunjuk tuan Gading kearah buku diary tadi.
Dengan cepat, Bastian langsung saja mengulurkan tangan untuk mengambil buku tadi.
Tatapan Bastian spontan terbuka lebar, disaat dia baru menyadari ternyata itu buku diary milik Hafsah. Pikiran Bastian benar-benar terasa bungkal, entah bagaimana sang Ayah sampai bisa mendapatkan buku diary itu.
Bastian masih membuka lembaran demi lembaran buku itu. Namun Bastian tidak membaca sepenuhnya. Dia hanya mengambil inti, hingga bacaannya sampai dihalaman akhir, yang dimana dituliskan, semua kekecewaan Hafsah terhadapnya, tentang masalah 5 tahun yang lalu.
Degh!
Degh!!!!
Tubuh Bastian terasa lemas, bagai tiada tulang. Dia hanya dapat mematung, dengan perasaan yang sudah tak karuan lagi.
"Kenapa diam? Katakan sekarang pada Papah, kebusukan apa yang telah kamu sembunyikan 5 tahun ini, Bastian? Katakan?" Tekan tuan Gading sambil menggebrak meja kuat.
Brak!!!
Ceklek..
"Ada, apa ini?"