Seorang mafia kejam yang ingin memiliki keturunan. Namun sang istri hanya memiliki sedikit kemungkinan agar dia dapat mengandung. Begitu tipis kesabaran yang di miliki oleh pria tersebut pada akhirnya dia mengambil jalan tengah untuk memiliki keturunan dari wanita lain. Apakah nantinya sang Istri dapat menerima dengan senang hati merawat anak dari wanita lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceritasaya22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MANSION
Helikopter hitam dengan baling baling berputar, berada tepat dihadapan mereka. Ziya begitu terkejut sebab ia tidak pernah melihat helikopter secara langsung.
" Ayo kita kesana " teriak Selly kepada Ziya.
Mereka melangkah mendekati helikopter tersebut, disampingnya terdapat dua orang memakai seragam sedang menunggu keberadaan mereka.
" Ini Ziya Ardenson," ujar Selly kepada seorang pemuda, ya... Pria tersebut Ellworth Franldin kaki tangan sang Mafia.
Ellworth menatap sinis kepada Ziya, pria tersebut memastikan dengan menelaah map berisi biodata Ziya.
"Baiklah !" seru Ellworth dan memberikan kode kepada rekannya.
Kedua bodyguard dengan baju seragam segera berlari kearah mereka dan memberikan sebuah koper hitam kepada Selly Ayrazed.
Seketika senyuman terukir di wajah tirus Selly Ayrazed.
"Seperti perjanjian bukan," tanya Selly memastikan.
"Apakah kau meragukan kemampuan Tuanku," tanya balik sang kaki tangan yang tidak senang dengan pertanyaan Selly.
"Tidak aku hanya bergurau," jawabnya canggung sadar atas kebodohannya.
Ellworth membuka pintu helikopter tersebut.
"Masuklah, Nona! " Perintah Ellworth kepada Ziya.
Ziya merasa sangat takut gadis ini amat ragu-ragu, bagaimana tidak ini pertama kali nya Ziya menaiki helikopter. Bahkan Ziya sangat jarang sekali mengendarai mobil, sekarang harus berhadapan langsung dengan sebuah helikopter. Ziya hanya diam membeku bak patung.
"Naiklah Nona atau mau saya gendong ? " tanya Ellworth tak sabaran, kesabarannya sangat tipis seperti tisu, terkena air pula.
Tanpa menjawab Ziya menggeleng kan kepala dengan cepat. Kaki nya terasa sangat berat rasanya ia tidak ingin masuk.
Selly yang melihat tingkah Ziya merasa sangat jengah , wanita tersebut melangkah menghampiri Ziya dan mendorong tubuh mungil itu hingga ke ambang pintu helikopter.
Dengan terpaksa Ziya harus masuk ke dalam helikopter, dengan badan bergetar Ziya masuk kedalam dan duduk.
Ellworth masuk menyusul Ziya, tak lupa ia memakai kan sabuk pengaman milik Ziya dan headphone.
Dengan satu sentakan Ellworth menutup pintu helikopter dengan sangat kuat.
Setelah duduk disamping Ziya, Ellworth segera memberikan kode kepada pilot untuk segera lepas landas.
Ziya yang sangat ketakutan menelan salvinanya sekuat kuatnya.
Gadis itu tidak dapat melakukan apapun kecuali memejamkan mata nya sekuat tenaga. Kedua tangannya mencengkram erat sabuk pengaman.
Penglihatan nya sangat gelap serta dunia rasanya berputar, Ziya merasa begitu mual, tidak tahan akan goncangan yang terjadi tiba-tiba.
"A-aku ... Aku.... " Seru Ziya yang dengan wajah sudah memucat dan akhirnya tak sadarkan diri.
Ellworth mengumpat kesal sambil menatap gadis yang berada dihadapannya .
Dengan kesal Ellworth menghubungi bodyguard, agar mempersiapkan tim medis di mansion. Sehingga ketika sampai Ziya dapat segera diperiksa.
Setelah lima belas menit perjalanan, akhirnya helikopter yang ditumpangi Ellworth dan Ziya sampai di halaman belakang mansion terdapat helipad yang amat luas.
Setelah helikopter mendarat sempurna, Ellworth segera memapah tubuh Ziya keluar dengan cara menggendong gadis itu.
Langkah yang lebar Ellworth memasuki mansion megah milik sang Tuannya.
Dokter berusaha mengimbangi langkah lebar Ellworth.
" Apa yang terjadi dengannya ? " tanya dokter .
" Semuanya baik-baik saja sampai pada akhirnya, helikopter lepas landas tiba tiba saja dia pingsan. Mungkin dia mengalami panik," jelas Ellworth .
"Pastikan tidak ada masalah dengan kesehatannya !" Sambung Ellworth.
Ellworth membaringkan Ziya di sofa besar dan mewah berada diruang tamu mansion.
Ellworth membiarkan dokter dan perawat melakukan tugasnya.
Memeriksa segala sesuatu, dari hal kecil maupun besar bersangkutan dengan gadis itu . Darren memberikan sepenuhnya tanggung jawab untuk memberikan laporan terkait Ziya.
Segera Ellworth mengirimkan pesan kepada sang Tuan, bahwa Ziya jatuh pingsan.
Dibelahan kota lain tepatnya di perusahaan milik Darren.
Darren yang tengah fokus melakukan meeting dengan klien nya terusik dengan pesan dari kaki tangannya.
"Apa wanita itu pingsan? Apakah wanita itu memiliki penyaki ? " batin Darren terucap, beribu pertanyaan berputar di kepala Darren.
Pria itu harus segera memeriksa keadaan gadis tersebut. Memastikan bahwa seseorang yang akan melahirkan keturunan nya harus sehat lahir batin.
Darren bangkit dari duduknya dan membuat semua klien terdiam. Termasuk seorang sekretaris Klien nya yang sedang menjelaskan sebuah proposal kerja sama.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun Darren melangkahkan pergi dari ruangan meeting tersebut.
Darren juga memerintahkan kepada Ellworth untuk membatalkan perjanjian hari itu juga. Ia harus segera pergi ke mansion, memastikan bahwa gadis tersebut tidak memiliki penyakit apapun.
.*.*.*
Ziya berusaha membuka kelopak mata nya. Namun, terasa begitu berat. Setelah penglihatan pulih, Ziya langsung duduk.
"Jangan lakukan itu Nona, berbaringlah kembali," Ucap perawat yang berjaga disamping Ziya.
Ziya menuruti perintah perawat dan kembali merebahkan tubuhnya. Benar saja ketika duduk semua kembali terasa berputar.
Diruangan bawah mansion.
"Tidak ada masalah dengan kesehatannya. Ia hanya panik dan shock," jelas dokter kepada Darren.
Darren merasa lega di hati. Walaupun wajahnya tetap datar tanpa ekspresi bak sedingin es kutub Utara. Inilah yang merupakan ciri khas seorang Darren Arshaq Ryzadrd, tidak ada satupun musuh yang dapat menebaknya lewat gesture wajah tampan milik sang Mafia.
"Apakah gadis itu bisa berhubungan malam juga," tanya Darren tak tahu malu.
"Tentu Tuan. Gadis itu pun sedang berada pada massa subur," ujar sang dokter menjelaskan.
Darren mengangguk faham, pria itu memerintahkan kan tangan kanan nya untuk mengantar sang dokter.
Darren menyentikan jari lentiknya , memanggil seorang kepala pelayan yang telah bekerja selama lebih dari 20 tahun di mansion megah ini.
"Bi Ira! Persiapkan gadis itu," Perintah Darren to the point.
"Laksanakan,Tuan. Kalau begitu saya permisi. " ucap bi Ira dan melenggang pergi setelah mendapatkan anggukan dari Darren.
.*.*.*
"Nona sudah merasa lebih baik? " tanya perawat sambil membantu Ziya untuk duduk.
"Dimana ini ? " tanya Ziya linglung.
"Kita berada di mansion, Nona. Lokasi tidak boleh disebutkan yang pasti tempat ini jauh dari jalan raya. Saat ini kita berada di kamar tamu, karena kamu pingsan dan harus dirawat," jelas perawat sambil tersenyum.
Ziya hanya bisa membalas senyuman perawat. Di lubuk hatinya masih banyak pertanyaan yang ingin gadis itu tanyakan. Namun, ia tidak berani.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar, Ellworth dan kepala pelayan masuk kedalam kamar.
"Bi, bisakah persiapan dilakukan sekarang?" tanya Ellworth kepada sang perawat.
"Tentu, Tuan," jawab perawat tersebut.
Kepala pelayan menghampiri Ziya dan membatu gadis tersebut untuk bangkit dari ranjang.
"Mari, Nona. Kamu harus segera bersiap," ajak sang kepala pelayan.
Ziya mengangguk dan mengikuti wanita paruh baya tersebut menuju keluar kamar.
"Bawa gadis itu pukul delapan malam, ke kamar pribadi milik Tuan! " perintah Ellworth sebelum melenggang pergi.
"Baik, Tuan," balas sang kepala pelayan .
Ziya dibawa keruangan lain , ruangan yang tidak kalah megah . Dimana terdapat tiga orang pelayan berseragam.
"Mari, Nona. Ikut saya," ucap salah satu seorang pelayan, sambil melangkah kedalam kamar mandi yang terdapat di dalam ruangan ini.
Ziya memperhatikan seluruh interior ruangan, Ziya tidak munafik ia begitu mengagumi setiap desain interiornya.
Ziya masuk kedalam kamar mandi yang dihalangi oleh pintu putih berukir rumit.
"Lepaskan pakaian dan berendam lah, Nona," ujar salah seorang pelayan itu. Ziya patuh dan dengan wajah merona, serta kepala menunduk, ia mulai melepaskan pakaiannya satu per satu.
Tangannya gemetar, saat membuka kancing kemeja yang dikenakannya. Setelah telanjang, Ziya melangkah masuk ke dalam jacuzzi yang telah berisi air mandi hangat yang begitu harum dengan banyak kelopak mawar merah.
Tentu ia harus dipersiapkan, sebelum melakukan hubungan dengan pria yang mempekerjakannya.
Walaupun, Nyonya Selly mengatakan banyak wanita yang ingin tidur dengan pria ini, tapi Ziya yakin itu lebih karena kekayaannya. Sebab, ia juga begitu.
Ketiga pelayan mencuci rambutnya, menggosok tubuhnya, merapikan kuku tangan dan kaki. Lalu, menghilangkan semua bulu yang ada di tubuhnya, termasuk bagian private nya.
Ini amat sakit dan menyiksa, tapi tidak ada yang dapat dilakukan, selain patuh dan berharap ini semua segera berakhir.
Setelah semua selesai, para pelayan mengeringkan dan merapikan rambut panjangnya yang ditata sedikit ikal. Pelayan itu tidak merias wajahnya, hanya krim pelembab yang dioleskan ke wajahnya. Ziya yang masih mengenakan jubah mandi, duduk di sofa besar yang terdapat diruangan itu .
"Ini makan malam, Nona," ujar kepala pelayan yang melangkah masuk dengan sebuah nampan di tangannya.
Ziya yang begitu tegang, mengusahakan seulas senyum. Bagaimana ia bisa makan? Bahkan, ia tidak merasa haus. Nampan diletakkan di meja yang ada di samping Ziya dan si kepala pelayan membuka tudung saji.
"Makanlah, Nona. Agar, Nona tidak kembali pingsan," ujar kepala pelayan sopan, sebelum keluar dari kamar dan meninggalkan gadis itu seorang diri.
Ya, ia harus makan. Jika tidak, mungkin ia akan pingsan karena panik. Menu makan malam ini sangat menggiurkan yaitu stik daging yang amat menggugah selera.
Entah sudah berapa lama, ia tidak makan daging. Ziya menelan beberapa potong daging dan tidak merasakan kelezatan apa pun. Sebab, ia begitu takut dan khawatir.
Tidak lama, pintu kamar kembali terbuka dan seorang pelayan melangkah masuk, dengan membawa sehelai gaun tidur tipis berwarna putih gading.
"Pakailah, Nona." Ziya berdiri dan menerima gaun itu dengan tangan gemetar.
"Ehm..., di mana pakaian dalam?" tanya Ziya .
"Pakai itu saja Nona, tanpa pakaian dalam," jawab wanita muda itu, sebelum meninggalkan kamar.
Ziya, melepaskan jubah mandi dan mengenakan gaun tidur itu. Jantung Ziya berdegup kencang, saat melihat pantulannya di cermin. Gaun tidur ini panjang, menutup sampai mata kaki.
Namun, ada belahan tinggi pada bagian depan. Jadi, jika melangkahmaka salah satu kakinya akan terpampang sampai bagian paha. Lalu, gaun ini memiliki kerah yang begitu rendah. Pada bagian kerah ada kombinasi dengan kain brokat warna senada.
Ya, gunung kembarnya yang cukup berisi dan bulat, tercetak jelas, begitu juga dengan bagian pucuk. Gaun terbuat dari kain sutera yang mencetak setiap lekuk tubuh Ziya dengan sempurna.
Ziya melirik ke arah jam dan waktu menunjukkan 10 menit lagi, sebelum pukul 8 malam. Pintu kamar kembali terbuka dan kepala pelayan, melangkah masuk dengan sebuah jaket tebal dan panjang di tangannya.
"Kenakan ini, Nona. Kita harus pergi ke kamar pribadi Tuan " jelas kepala pelayan.
Ziya patuh dan segera mengenakan jaket tersebut, kemudian menarik erat untuk menutup tubuhnya. Lalu, mereka melangkah keluar dari kamar dan berjalan ke ujung koridor mansion .
Di depan kamar utama, Ellworth sudah berjaga . "Selamat malam, Tuan," sapa kepala pelayan kepada Ellworth. Ellworth hanya mengangguk untuk menanggapi sapaan itu.
"Dengarkan baik-baik, apa yang akan aku katakan," ujar Ellworth kepada Ziya. Ziya mengangguk dan menatap serius ke arah Ellworth.
"Jangan menatap mata Tuan dan jangan berbicara jika tidak ditanya. Jikalau pun ditanya, maka cukup jawab secukupnya saja. Paham?" tanya Ellworth .
"P-Paham," jawab Ziya tergagap.
"Masuklah," ujar Ellworth dan membukakan pintu kamar untuk Ziya.
"Tunggu, Nona," ujar kepala pelayan dan menghampiri Ziya , untuk melepaskan mantel tadi. Bulu kuduk Ziya meremang. Ia merasa seakan tidak berpakaian dan telanjang.
Dengan langkah kaki penuh keraguan, akhirnya Ziya melangkah masuk ke dalam kamar yang pencahayaannya begitu remang.
Setelah ia masuk, pintu pun kembali ditutup. Ziya berhenti melangkah dan berusaha menyesuaikan matanya, di ruangan yang cukup gelap ini.
Saat ini, Ziya yang begitu gugup bahkan dapat mendengar suara debar jantungnya sendiri. Darren Arshaq Ryzadrd yang berdiri di depan jendela besar dengan segelas wine di tangannya, langsung berbalik dan menatap ke arah wanita yang akan melahirkan keturunannya itu.
Darren sudah telanjang dan tubuh bagian bawah, hanya tertutup oleh handuk yang melilit di pinggang. Meletakkan gelas wine ke meja sudut, Dastan lalu melangkah ke arah di mana Ziya berada. Melihat pria itu melangkah mendekatinya, spontan kaki ziya melangkah mundur.