Kisah tentang seorang gadis yang cantik dan lembut, ia harus menjalani hari-harinya yang berat setelah kepergian kakak perempuannya. Anak-anak yang harus melakukan sesuai kehendak Ibunya. Menjadikan mereka seperti apa yang mereka mau. Lalu, setelah semuanya terjadi ibunya hanya bisa menyalahkan orang lain atas apa yang telah dilakukannya. Akibatnya, anak bungsunya yang harus menanggung semua beban itu selama bertahun-tahun. Anak perempuan yang kuat bernama Aluna Madison harus memikul beban itu sendirian setelah kepergian sang kakak. Ia tinggal bersama sang Ayah karena Ibu dan Ayahnya telah bercerai. Ayahnya yang sangat kontras dengan sang ibu, benar-benar merawat Aluna dengan sangat baik. **** Lalu, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang selalu menolongnya disaat ia mengalami hal sulit. Laki-laki yang tak sengaja ia temui di gerbong Karnival. Lalu menjadi saksi perjalanan hidup Aluna menuju kebahagian. Siapa kah dia? apakah hanya kebetulan setelah mereka saling bertemu seperti takdir. Akankah kebahagian Aluna telah datang setelah mengalami masa sulit sejak umur 9 tahun? Lika liku perjalanan mereka juga panjang, mereka juga harus melewati masa yang sulit. Tapi apakah mereka bisa melewati masa sulit itu bersama-sama? *TRIGGER WARNING* CERITA INI MENGANDUNG HAL YANG SENSITIF, SEPERTI BUNUH DIRI DAN BULLYING. PEMBACA DIHARAPKAN DAPAT LEBIH BIJAK DALAM MEMBACA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sugardust, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Karyawisata 3
Matahari mulai terbenam dan bulan telah menunjukkan sinarnya, dengan bintang-bintang yang menyelimuti langit yang gelap. Bulan penuh itu terang dan indah sekali. Setelah acara perlombaan selesai, kami kembali ke kamar untuk bersih-bersih dan kembali ke aula untuk makan malam. Ini adalah malam terakhir kami bermalam di villa ini, besok sore kami akan kembali pulang. Aku duduk bersama teman-teman perempuanku saat makan malam, Jaeden juga ikut bergabung dengan kami.
“ Hei Jaeden, kau ini boleh juga ya, bisa kah kau juga menggendongku seperti tadi uhh” Katrina memulai candaannya.
“ Ah kau berat, Edwin saja yang gendong, namamu Edwin kan?” balas Jaeden dengan menunjuk ke arah Edelyn.
“ Sialan, namaku Edelyn, kau mau mati hah?!” jawab Edelyn dengan menunjukkan garpu di tangannya ke arah Jaeden.
“ Ah aku sungguh iri, siapapun tolong gendong aku, aku juga mau, aku belum pernah digendong sejak lahir” ucap Katrina dengan muka memelas.
“ Memang sejak lahir kau bisa jalan sendiri hah tanpa digendong ibu dan ayahmu?!” saut Chloe sambil menutup mulut Katrina dengan roti.
Aku dan yang lain pun tertawa oleh tingkah Katrina.
“ Oh iya, omong-omong Jaeden, kita belum melakukan perkenalan dengan baik. Salam kenal, kami adalah teman-teman Aluna di sekolah, belum lama ini kami sudah saling akrab, aku Chloe, ini Katrina dan dia Edelyn” ujar Chloe sambil menundukkan kepalanya mengisyaratkan perkenalan dan menunjuk Katrina dan Edelyn.
“ Halo aku Katrina, maaf kami mengambil Aluna tanpa izin darimu” sambung Katrina sambil menundukkan kepalanya.
“ Kau harus menghafal namaku dengan baik, ingat ini di otakmu. E D E L Y N, awas kalau kau salah menyebutkan namaku lagi” ujar Edelyn dengan mengeja namanya dengan keras.
“ Iya, baiklah, salam kenal. Terima kasih telah berteman Aluna saat aku tidak ada” jawab Jaeden, dia berdiri dan membungkuk ke arah mereka.
Aku hanya tersenyum lebar, ternyata semenyenangkan ini ketika kita dikelilingi oleh orang-orang yang baik. Hari-hariku beberapa hari ini sungguh sangat bahagia dan menyenangkan. Lalu aku melihat ke arah meja di depan kami, Clarissa menghadap ke meja makan kami, ia terlihat menusuk-nusuk garpu ke makanan berkali-kali tanpa memakan makanannya, dengan tatapan yang penuh kebencian dan sangat sinis itu.
Setelah makan malam, kami diperbolehkan untuk berkeliling di area villa ini dan harus kembali pada jam sembilan malam. Kami pun memilih untuk pergi ke atas bukit, Jaeden akan menyusul karena perwakilan anak laki-laki diharuskan membantu untuk mengemas barang-barang properti saat perlombaan tadi.
Kami mulai menaiki bukit yang landai itu sambil menikmati pemandangan. Di temani dengan bulan yang terang benderang, bintang yang bertebaran di langit yang sunyi. Suara hewan seperti belalang menemani perjalanan kami menuju bukit. Udara begitu sejuk dan dingin saat di malam hari, entah kenapa kami memilih untuk pergi ke atas bukit. Ada beberapa murid yang juga pergi menaiki bukit, termasuk Clarissa dan teman-temannya.
Saat tiba di atas bukit yang tidak terlalu tinggi itu, kami sangat takjub karena pemandangan dari atas sini terlihat lebih indah. Kami bisa melihat city lights yang sangat terang. Danau di malam hari juga terlihat indah karena di pinggirnya diberikan lampu lampu jalan.
“ Wah gila baru pertama kali aku melihat pemandangan seperti ini, ayo kita mengambil foto bersama” ujar Katrina sambil mengeluarkan ponselnya dari saku jaketnya.
Kami berfoto bersama, lalu aku mengeluarkan polaroid ku dan kami meminta tolong pada murid lain untuk mengambil foto kami. Hasilnya terlihat sangat bagus sekali, mereka adalah teman pertama yang mau berfoto denganku, karena selama ini aku tidak punya foto bersama teman-temanku. Aku hanya mempunyai foto canggung terlihat sangat kaku yang difotokan oleh ayahku.
“ Hei, lima puluh tahun ke depan, mari kita tetap berteman seperti ini, meskipun pertemanan kita baru berumur lima hari lamanya” ujar Katrina sembari memasukkan ponsel ke dalam saku jaketnya.
“ Ayo kita lakukan yang terbaik untuk menjaga pertemanan ini, sungguh dari awal aku ingin berteman denganmu Aluna, tapi aku tidak punya nyali untuk memulai pada waktu itu” ucap Chloe dengan mata yang berkaca-kaca.
“ Aku sih terserah kalian saja” jawab Edelyn dengan singkat.
“ Hei sial, kalau bersikap acuh tak acuh seperti itu terus, sampai menjadi nenek-nenek pun kau tidak akan punya teman!!” Katrina membalas perkataan Edelyn.
“ Memangnya dari awal, aku bilang akan jadi temanmu?”
“ Ah dasar makhluk satu ini sangat menyebalkan, kalau begitu kau jadi nenek-nenek saja sekarang!!” Katrina terlihat ingin memukul Edelyn namun dihadang oleh Chloe.
“ Baiklah, mulai sekarang aku akan berperan sebagai nenekmu, sebagai gantinya kau harus menuruti mauku seperti kau menuruti nenekmu” ucap Edelyn sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Katrina.
“ Tidak mau, kau dan nenekku sangat kontras, nenekku sangat berhati lembut tidak sepertimu yang berhati batu, tidak pantas disandingkan olehmu” jawab Katrina sembari menepis uluran tangan Edelyn.
“ Hei, sudahlah, kenapa kalian seperti anak kecil begini, tolong jaga sikap kalian, nanti Aluna jadi takut berteman dengan kalian tahu!!” ujar Chloe sambil memukuli pundak Edelyn dan Katrina.
Aku hanya tertawa melihat tingkah mereka, tingkah mereka itu selalu menghiburku.
“ Ah ibuku menelepon. Halo, halo ibu. Sial tidak ada sinyal, aku harus mengangkat telepon dari ibuku dulu, aku turun duluan untuk mencari sinyal” Edelyn izin untuk turun duluan karena sinyal di atas sini tidak terlalu bagus.
“ Oke, hati-hati, kami akan tetap disini sebentar lagi” saut Chloe sembari duduk di bangku dan mulai memfoto pemandangan.
“ Ah sial perutku sakit sekali karena terlalu lama berada di atas sini, hei temani aku turun, aku takut” ucap Katrina dengan memeluk perutnya sendiri sambil menahan sakit.
“ Aluna, kau mau turun apa tetap di atas sini?” tanya Chloe padaku.
“ Aku akan tetap disini sebentar lagi, katanya Jaeden akan menyusul setelah selesai membereskan properti perlombaan” jawabku dengan tenang.
“ Baiklah, jaga dirimu, turunlah saat kau sudah mulai lelah, kami pergi dulu. Ayo cepat kita pergi” ucap Chloe sambil menepuk pundak Katrina dan mereka pun melangkah menuruni bukit.
Terlihat murid-murid lain juga sudah mulai menuruni bukit. Di atas bukit ini terlihat begitu sepi dan sunyi, aku hanya akan menunggu Jaeden sebentar dan duduk menikmati pemandangan yang tidak akan bisa aku lihat lagi besok. Tiba-tiba ada yang mengambil polaroid yang aku taruh disampingku.
“ Hei, kembalikan!” seruku.
Dia adalah Clarissa dan teman-temannya. Aku kira dia sudah turun ternyata dia masih ada di atas sini, entah dimana mereka bersembunyi sehingga aku tidak melihat keberadaannya.
“ Kau mau ini? silakan ambil sendiri” Clarissa mengoper-oper polaroid ku dengan teman-temannya dengan mengangkat tangannya ke atas.
Mereka tertawa kencang sambil mengusiliku. Aku tau dia ingin membalaskan dendamnya soal tadi siang.
“ Kembalikan padaku, jangan dibuang, itu hadiah dari ayahku!!” aku berusaha mengambil polaroid ku sambil berjinjit-jinjit dan mengangkat kedua tanganku.
“ Begitu saja tidak bisa ambil sih, tadi kau cepat sekali saat mengambil pasangan orang lain, dasar perempuan licik! seharusnya aku yang berada disitu bukan kau!!” teriak Clarissa padaku yang terus berusaha menghadangku.
“ Itu bukan mauku, tapi atas rundingan anak-anak kelas karena kakimu terkilir” jawabku dengan tegas dan masih berusaha mengambil polaroid ku.
“ Oh, begitu ya, sekarang mari rasakan apayang aku rasakan” tiba-tiba Clarissa menyandung kakiku dengan kakinya, aku pun terjatuh ke depan.
“ Ah! sakit!” aku merintih kesakitan.
“ Hei, sudah ayo tinggalkan dia sendiri disini” ujar salah satu teman Clarissa.
Clarissa dengan santainya membuang polaroid ku ke tanah dan melangkah pergi meninggalkanku. Aku tidak bisa bergerak karena kakiku terkilir, sangat sakit. Hari sudah semakin larut, aku sendirian di atas bukit ini, tidak ada satu orang pun yang ada disini. Aku mencoba menelepon teman-temanku tapi tidak ada sinyal disini.
“ Tolong, siapapun aku takut, kaki ku sakit sekali hiks” aku mulai menangis, mencoba menahan rasa sakit dan rasa takutku.
“ Kenapa? kenapa kalian lakukan ini padaku?” aku terus menangis sambil memegang kakiku yang terkilir.